—bayi—
Junghwan menatap langit mendung malam yang dengan derasnya menurunkan hujan. tak ada petir pada saat ini, namun ada kilatan kilatan kecil yang cukup membuat si manis meringis.
dengan perasaan bercampur aduk. Junghwan akhirnya memberanikan diri menerobos hujan dengan bermodalkan jas hujannya. kaki jenjang pemuda tersebut terus melangkah menerjang jalanan berkubang penuh air tanpa ragu.
ini sudah cukup jauh dari rumah, si manis itu berjalan sambil menenteng sebuah plastik berisikan makan malam untuk Jeongwoo di kantor.
mengapa tidak menggunakan kendaraan?
tidak, Jeongwoo tidak mengizinkannya untuk berkendara sendiri selama hamil karena khawatir berbahaya. ingin memesan taksi online pun hari sudah terlalu larut. sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan tidak ada lagi yang mau mengambil pesanannya. bus umum terakhir juga telah pergi menutup perjalanan.
ya tuhan, Junghwan. usahamu berlebihan. tolong ingat ada seorang bayi dalam kandungan lemahmu.
sebenarnya. yang sedang terjadi adalah; Jeongwoo dan Junghwan rupanya bertengkar. semalam pemuda manis itu izin menghabiskan quality time bersama Sunoo, satu satunya mantan rekan kerja di toko kelontong. tentu Jeongwoo mengizinkan karena pria tersebut telah memastikan semuanya aman. bahkan Jeongwoo sampai sampai berkoordinasi dengan Sunghoon, suami dari Sunoo.
karena kebetulan sang dominan harus lembur. jadi Jeongwoo pulang pagi hari tadi. dan entah karena faktor kelelahan atau yang lainnya, begitu mendapati rumah masih sepi dan Junghwan ternyata belum pulang. Jeongwoo pun marah. sebab sang kekasih hati menjanjikan akan pulang sebelum yang lebih tua tiba di rumah.
baru saja pria berbahu lebar itu akan menjemput Junghwan dengan amarah yang menggebu gebu. tak lama yang ditunggu pun tiba di rumah— dengan diantar oleh seorang wanita asing.
tentu saja. kepala super pening, kelelahan akibat lembur, mata mengantuk berat, api cemburu dan rasa khawatir yang menjadi satu itu berhasil membuat Jeongwoo benar benar marah pada Junghwan. sang kepala keluarga tak memberikan sedetikpun waktu bagi submisifnya untuk menjelaskan. sampai sampai Junghwan menangis sedih dan ketakutan.
Jeongwoo dengan sumbu pendeknya langsung kembali ke kantor pagi itu juga. persetan dengan tubuhnya yang belum istirahat sama sekali. Jeongwoo akan menghabiskan waktu di kantor selama satu hari penuh meninggalkan Junghwan di rumah sendirian.
dan apa yang dilakukan oleh Jeongwoo benar benar bukan bualan belaka. Junghwan mulai overthinking dan menangis sejadi jadinya karena takut sang suami menyerah lalu berpaling darinya.
ponsel Jeongwoo tak aktif, telepon kantornya bahkan Minji pun tak aktif. jadi Junghwan memutuskan untuk pergi menyusul ke kantor Jeongwoo setelah tidur siang tadi. namun ternyata dirinya tidur terlalu lama, hingga bangun pada saat malam mulai larut.
dengan terburu buru, Junghwan memasakkan bekal makan malam, tak peduli suaminya itu sudah kenyang atau belum. namun saat masakannya siap saji. hujan turun dengan derasnya dan tak ada yang mau mengambil pesanan taksi onlinenya.
puluhan spam chat permintaan maaf Junghwan kirimkan di ruang obrolan mereka berdua. namun submisif nekat itu tentu melakukan segala cara dengan jalannya sendiri. Junghwan akhirnya memutuskan pergi berjalan kaki menuju kantor Jeongwoo yang berjarak lumayan jauh. mungkin sekitar 35 menit untuk ditempuh tanpa kendaraan.
"maafin Junghwan ya bayi.. kalau ngga gini, nanti Junghwan sama mas ga akan baikan."
menjadi kata kata terakhir yang ia ucapkan sambil mengelus perut buncitnya. astaga, carrier man satu itu melupakan fakta bahwa kandungannya benar benar jauh lebih lemah dari kandungan wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
bayi; iksan boys [end]
Fanfiction"bayi, kamu harus punya bayi sebagai syarat melanjutkan perusahaan ayah." oh ya tuhan, ayolah. Jeongwoo sudah mencapai titik ini, ia bersusah payah kuliah dan bekerja disana sini agar dirinya pantas memegang perusahaan warisan. dirinya adalah satu s...