7.Awal segalanya

259 38 0
                                        

"Singkatnya aku suka Naya."

Zuko

7.AWAL SEGALANYA

Tangan Naya terasa ringan menuju kepala Zuko ia megusap lembut surai hitam yang sering Zuko sugar dengan tangannya sendiri. Zuko tidur tengkurap mengabaikan Naya yang sejak tadi masih meneliti pekerjaannya.

Bulu mata lentik milik Zuko tak kalah menarik perhatian Naya, bisa bisanya pria se maskulin Zuko memiliki bulu mata yang lebih indah dari Naya. Dengkur halus terdengar membuat Naya lega karena Zuko benar benar tertidur pulas, hati Naya menghangat melihat Zuko yang selalu menggebu gebu kini tertidur tenang layaknya seorang bayi.

Ketika Naya sadar ia tak seharusnya melakukan ini, tiba tiba saja pergelangan tangannya digenggam cukup erat, membuat Naya panik karena Zuko mengecup pelan tangan Naya namun tetap memejamkan mata. Detik selanjutnya Zuko menarik bantal disampingnya dan semakin terlelap.

Naya tidak tau itu tadi apa, yang jelas Zuko hanya sedang dalam kondisi tidak sepenuhnya sadar. Naya cepat cepat keluar dari kamar Zuko namun tetap memperhatikan langkahnya agar tidak berisik. Baru saja Naya berhasil menutup pintu kamar Zuko ia kembali dikejutkan oleh sosok pria berumur sekitar emat puluhan dengan aura karismatik yang terpancar dari tubuh tegap dan setelan yang ia kenakan.

Naya tak terlalu bodoh untuk asal menduga siapa pria ini, yang jelas dia adalah papanya Zuko yang baru pulang. Sialnya Naya tertangkap basah keluar dari kamar anak laki laki pria itu. Ya tuhan, apa yang dipikirkan papanya Zuko nanti terhadapnya.

"Zuko mana?" Papa Zuko akhirnya bersuara terlebih dahulu memecah keheningan yang sempat terjadi dianatara mereka.

"Zuko tidur om. E-eh tuan."

Wah Nayara apakah kamu akan mendapat penghargaan ketika nanti pria dihadapnnya itu berkata "Selamat anda perempuan asing yang masuk kamar anak laki laki saya dan berhasil membuat dia tertidur pulas." 

Apa sih! Naya cepat saja menghilangkan pikiran konyol itu, dan kembali lega ketika papa Zuko menggangguk dan melenggang pergi.

Pagi ini dengan formasi lengkap keluarga inti Hartantio kumpul dimeja makan untuk sarapan, Naya yang beberapa hari sebelumnya sudah terbiasa makan bersama kini kembali dilanda gugup karena tak seperti mama Zuko aura tuannya itu cukup membuatnya terintimidasi.

Ocehan Zula sedikit mampu membuat Naya kembali tenang, Zula banyak cerita mengenai hal hal kecil kesehariannya kepada papanya, Zula memang putri manja papanya.

"Eh pah. Mama udah cerita tentang kak Naya kan?" Kini Zula mengaitkan Naya dalam obrolannya.

"Sudah, terima kasih mau ajarin Zuko ya Naya." Naya tersenyum kecil menanggapinya, mungkin Naya salah dengan penilaiannya terhadap majikan ibunya itu. Mungkin papa Zuko termasuk orang yang terlihat kejam diluar namun sebenarnya lembut hatinya.

Sementara Zuko entah kenapa anak itu sejak tadi terlihat murung tak seperti biasanya, tadi pagi Naya sempat berpapasan di dapur namun tak ada tingkah jail yang Zuko lakukan. Bukannya Naya berharap digodain Zuko. Tapi entahlah Naya tidak suka Zuko yang versi diam.

"Zula berangkat sekolah dulu ya ma pa, assalamuallaikum." Zula pamit setelah mencium tangan kedua orang tuanya, disusul Zuko yang hanya mencium tangan sang mama.

"Walaikumsallam, papa juga di salimin dong sayang." Mama Zuko menyela langkah anaknya itu, Zuko berbalik lesu meraih tangan papanya yang sudah siap di cium Zuko.

"Naya juga mau berangat tante om."

Naya berjalan menuju garasi rumah seperti biasa karena tidak ingin tambah merusak mood Zuko dengan menunggunya.

"Ada yang ketinggalan?" Naya bertanya karena saat baru memasuki pintu garasi, Zuko berjalan kembali kerumah namun segera putar balik saat Naya muncul.

"Ada." Jawab Zuko singkat

"Apa? Nggak diambil dulu." Tanya Naya lagi.

"Ini." Zuko mengucapkannya dengan menunjukkan jari kearah Naya.

​Pasti kalian bingung kenapa Naya selalu terlihat menuruti semua kehendak Zuko, karena jika Naya menolak ia mengingat hal yang pernah Zuko katakan kepadanya "Baiknya kamu nurutin aku atau aku suruh mama pecat ibu kamu."
Yap itu bukan sekedar perkataan melainkan bisa dikatakan ancaman. Kejam memang namun Naya tidak mau membuang kesempatan hidup lebih baik bersama ibunya dirumah ini, toh keluarga Zuko juga sangat baik kepada mereka, mungkin kecuali Zuko.

​Naya kembali dibuat kesal dengan tindakan semaunya Zuko, seharusnya hari ini ia sedang menyicil mengerjakan laporan skripsinya setelah selesai jam sekolah. Tapi malah berakhir di kedai es krim bersama tuan mudanya yang menyebalkan ini.

Naya melirik jengah ketika Zuko dengan santainya menghisap ibu jarinya setelah digunakan untuk menyeka sudut bibir Naya yang terkena es krim. Sangar sangar sukanya es krim bukan black americano.

"Gausah ditekuk terus mukanya, lo nggak tau gua juga lagi bête hari ini."

"Aku bête setiap hari." Jawab Naya lirih namun sengaja agar tetap bisa didengar Zuko.

"Apa?"​ Tanya Zuko mencoba meyakinkan.

"Aku tau hari ini kamu badmood, kenapa?" Seharusnya Naya cukup berhenti di kata badmood namun entah dorongan dari mana Naya sedikit kepo. Zuko lama diam membuat Naya tak beharap lagi mendapat jawaban.

"Aku benci papa." Akhirnya Zuko menjawab, anehnya Naya agak berdebar karena pertama kali Zuko menyebut dirinya Aku.Ternyata diamnya Zuko tadi adalah mempersiapkan dirinya untuk menjawab. Dan kenapa juga Zuko membenci papanya?

"Kenapa?"

"Benci aja, benci banyak banyak." Zuko tergelak mendengar semburat tawa Naya, apakah Zuko telah mengatakan hal lucu barusan.

"Apa sih, aneh kamu ngomong kayak tadi. Mirip anak kecil."

"Aku kan emang masih kecil, makanya butuh Naya yang udah besar."

Keduanya kembali diam menikmati es krim masing masing. Naya tak lagi bertanya apa penyebab kebencian Zuko kepada papanya sendiri karena Zuko yang sepertinya enggan membahas hal itu lebih jauh. Naya juga merasa tidak berhak tau.

"Nay.'

"Hm?"

Naya hampir saja terjungkal dari kursi tanpa sandaran itu karena kecupan dipipinya yang cukup kuat mendorong Naya. Naya mendelik kearah Zuko yang berjarak tak jauh dari wajahnya.

"Kita ngga usah pacaran, tapi kamu milikku."

"Di larang menolak. Sah!"

N A Y A Z U K OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang