9.Ada rasanya

321 37 1
                                    

"Kamu hadir mengukir takdir."

9.ADA RASANYA

Naya sudah menguatkan hatinya untuk duduk dengan tenang dihadapan dosen Samudra, pagi ini jadwal bimbingan yang seharusnya dua orang namun Sitha temannya tidak dapat hadir karena sakit.

​"Segini aja nih?"

Dosen Samudra memang sering berkata pedas namun ternyata sakit juga jika Naya mendengarnya secara langsung. Pantas saja banyak mahasiswa yang menjuluki dosen Samudra sebagai double H lecturer (Handsome and hot) dosennya UI. Menjadi tenaga pengajar termuda di kampus membuat Samudra banyak di elukan mahasiswinya juga. Namun kesan tampan tak lagi berguna untuk Naya, semua itu hilang jika si bermulut pedas ini mulai berbicara.

"Saya akan lebih berusaha di bab dua deh pak."

"Jangankan bab dua, ini saja kamu masih berantakan. Kamu cantik tapi kok gini ya." 

Naya tidak tau itu pujian atau hinaan yang jelas Naya ingin segera keluar dari ruangan berhawa dingin yang mampu dipanaskan oleh ucapan sang dosen.

"Ya nggak adil juga sih kalo udah cantik, pinter pula. Saya maklumi."

Naya kicep, meremas bulpoin digenggamannya.

"Kalau sudah selesai, boleh saya keluar pak?"

Naya lega, buru buru merapikan barangnya ke dalam tas setelah mendapat persetujuan untuk pergi.

"Lain waktu saat bimbingan, otaknya juga di percantik jangan cuma wajahnya."

Masih dalam suasana tegang serta nafas yang memburu, papa Zuko mencengkeram kerah seragam anak laki lakinya itu.

"Zuko nggak mau pa, Zuko nggak mau jadi penjahat kayak papa."

Pukulan demi pukulan yang diarahkan tak membuat Zuko diam, ia terus saja menggertak sang papa namun tubuhnya diam tak melawan.

"Mau jadi apa kamu! papa nggak mau tau. Kamu haru jadi penerus bisnis Hartantio." Papa Zuko tak kalah geram, semakin membabi buta menghajar putra bandelnya itu.

Mereka berhenti tepat setelah Zuko ambruk dan terbatuk keras.

"Ayo bangun, kalo menang lawan papa. Kamu baru boleh pilih tujuan hidupmu."

Naya gadis sederhana itu berjalan santai menuju kamar Zuko, dulu ia hanya gadis baik baik tapi kenapa sekarang terbiasa ke kamar laki laki. Ancaman Zuko membuat naya lagi lagi pasrah.

Naya terjingkat saat mendapati Zuko tergeletak di lantai dengan kondisi yang cukup mengenaskan.

"Zuko kamu kenapa?" Tanya Naya panik karena Zuko malah tersenyum ketika Naya mencoba membantu tubuh Zuko bersandar di pinggiran kasur.

Zuko maju mendekatkan wajahnya ke Naya, memiringkan kepalanya kesisi kanan dan mengecup pipi Naya lama. Naya terdiam merasakan aroma darah Zuko disudut bibirnya yang mungkin akan sedikit tertinggal di pipi.

"Jangan bilang siapa siapa dan jangan kemana mana, kalo nggak nurut gue marah." Setelahnya Zuko jatuh kedekapan Naya dan semua menjadi gelap.

Jarum jam kamar Zuko menunjukkan pukul 3 pagi. Zuko terbangun merasakan pusing yang luar biasa menghantam dikepalanya, matanya terasa berat untuk berusaha kembali terbuka. Tatapannya berhenti pada kedua tangan yang telah diperban dan semua luka lukanya dibersihkan.

Hati Zuko berdesir karena Naya benar benar menuruti ucapannya untuk tidak pergi. Gadis itu tidur lelap di sofa dekat jendela, Zuko mencoba berjalan mendekati Naya meski agak sulit sebelum itu Zuko baru sadar jika baju seragamnya yang berantakan dan kotor telah berganti dengan piyama berwarna navy miliknya. Apakah Naya yang membersihkan luka serta menggantikan bajunya? Ah Senangnya.

Zuko rasa mengangkat Naya masih mampu untuk dilakukan tubuhnya yang penuh luka, Zuko baringkan Naya perlahan dikasur dan ikut bergabung disamping Naya serta menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua.

​Naya mengerjap mencoba menyadarkan dirinya, ia sudah tertidur cukup lama setelahnya sedikit terkejut merasakan sebuah tangan melingkar hangat diperutnya. Sejak kapan ia pindah ke kasur? Dan sejak kapan Zuko juga tertidur disampingnya?.

​Naya mencoba bergerak pelan agar Zuko tak terusik, namun tangan Zuko malah semakin erat memeluknya. Zuko sudah terbangun.

​"Zuko udah pagi, bangun." Naya mencoba mengguncangkan tubuh Zuko.

​"Biarin lah, minggu ini." Jawab Zuko malas dengan suara serak khas bangun tidur. Bayangkan haha!

​"Ih, jangan. Ntar ada yang lihat aku disini." Balas Naya panik karena Zuko menekan tubuh Naya untuk kembali berbaring.

​"Bagus, biar dinikahin sekalian kita."

Zuko terkekeh mendapat pukulan ringan dari Naya, lantas pria itu mencoba duduk mengusap kedua matanya.

"Morning kiss mana?"

​Naya merasa puas mengamati tumpukan piring yang telah ia cuci bersih, tentu harus diawali perdebatan dengan ibunya dulu.

​"Udah Nay, kamu jangan bantu ibu terus. Sana pergi jalan jalan atau ngerjain skripsimu." Titah ibu Naya, tak ingin merepotkan anaknya itu. Karena ia mengajak Naya tinggal disini bukan untuk membantunya bekerja.

​"Males buk, Naya kan mau bantu ibu."

​"Yaudah, jangan capek capek tapi."

​"Siap." Balas Naya semangat membuat sang ibu gemas.

​"Nay, tadi malem kamu kemana? Kok ngga ada dikamar?"

​Duh! Naya bingung, ia belum menyiapkan jawaban untuk itu. Naya kira ibunya tidak akan mengetahui bahwa ia tidak ada dikamar semalam karena Naya baru berada dikamarnya pagi buta.

​"Oh itu, emh mungkin pas ibu dateng Naya lagi di kamar mandi buk."

​"Ampun buk,pagi pagi udah bohong." Batin Naya merasa bersalah.

​"Kenapa di kamar mandi lama banget?"

​"Sakit perut." Jawab Naya lagi

​"Sekarang masih sakit?"

​Naya menggeleng cepat tak ingin ibunya mengkhawatirkan hal yang bahkan tidak terjadi. Tidak sadar percakapan  mereka sejak tadi terdengar oleh Zuko dari balik dinding dekat dapur. Zuko menahan tawanya melihat Naya membuat alasan yang sebenarnya bisa Zuko bantah. Hahaha!

N A Y A Z U K OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang