09. HARUS BUAT BANGGA

26 7 0
                                    

PAGINYA Renza dan Jana telah bersiap untuk berangkat sekolah, Jana sudah melarang Renza agar tetap dirumah untuk istirahat namun Renza yang dasarnya keras kepala menolaknya dengan mentah-mentah.

“Dengerin Jana, bang.. abang belum sembuh sepenuhnya, emang nya abang mau buat orang yang sayang sama abang khawatir? Jangan ke sekolah dulu ya?" Kata Jana dengan lembut, namun kelembutan itu tidak membuat keputusan Renza goyah.

“Abang disekolahkan ayah buat terus belajar Jana.. bukannya tiduran dirumah, abang ga kenapa-kenapa kok.. abang serius! Lagipula disekolah ada Haekal, sama bang mahen, kalau ada apa-apa kan abang tinggal bilang sama mereka." pasrah sudah, ingin membuat Renza takluk itu hal yang mustahil jika itu sudah keputusan Renza sendiri.

Jana menghela nafasnya berat, “terserah abang aja mau gimana, asal kalau ada yang dirasa jangan di pendam sendiri..” Renza menatap Jana selepas Jana selesai bicara, Melihat keperdulian Jana membuat Renza bergeming, dia tidak dapat membalas perkataan Jana.

Maaf Jana, Abang ga bisa menjamin.

“Iyaa..” kata Renza, Jana mengangguk lalu mengambil tasnya dari sofa.

“Ayo.”

Kemudian keduanya berangkat, singkatnya Renza sudah sampai di sekolahan miliknya namun Renza meminta pak supir untuk berhenti di supermarket dekat sekolahnya, lalu ia keluar dari taksi online tersebut, “abang mau beli sesuatu, kamu hati-hati dijalan ya?”

Jana mengangguk untuk membalas Renza, “iya,” katanya.

Lalu mobil kembali berjalan meninggalkan Renza, setelah mobil itu pergi Renza berjalan menuju sekolahnya, ia tidak mau semua tau jika Jana adalah adiknya.. pasalnya Jana sangat terkenal berkat kepintarannya, jika ada seseorang yang tau jika Jana adalah adiknya mungkin saja semua akan membully Jana jika dia adik dari seseorang yang tak sempurna..

Renza berjalan di tengah lapangan yang pasti banyak siswa siswi yang juga berjalan disana namun ada sesuatu yang menimpa Renza tepat di kepalnya.

Renza menutup matanya saat pecahan telur itu menetes melewati wajahnya, dalam hati Renza sudah bersumpah serapah untuk orang yang telah melempari telur kepadanya.

“Kemana aja lu 3 hari ini? Gua gabut banget tau, ga ada yang bisa gua jadiin bahan bully-an,” kata seseorang yang sudah pasti Renza ketahui pemiliknya.

Renza tak menjawab dia memilih untuk lanjut berjalan ke toilet untuk membersihkan benda amis yang sialnya sudah biasa Renza dapatkan.

Setelah selesai Renza mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang ia simpan di loker miliknya, kemudian seseorang memanggilnya dengan keras.

“Diem kal, ato gua gelut sama lu sekarang!” Ancam Renza dengan tajam walau suaranya terdengar lembut.

“Iyaa.. gua paham, itu rambut basah kenapa? Di-bully lagi lu?” Renza hanya menghela nafas lalu menatap Haekal dengan mata sayu nya, “bagi lu?” Haekal mengangguk saja untuk balasannya.

“Ren, gua saranin lu pindah sekolah aja deh.. disini lu ga aman asli, lu dibully sama mereka, lu juga di anggap remeh, lu juga dianggap ga sempurna.. bahkan mereka yang ngalokin elu belum tau kalo lu anaknya seorang Jaya Alanda Cakrawala, seseorang yang paling dihormati karena perusahaannya yang sukses!”

“Mulut lu mingem, kal.. entar kalau ada yang tau bisa kacau masalahnya!” Tegur Renza yang mana membuat Haekal reflek menutup mulutnya. Memiliki teman seperti Haekal harus berhati-hati, karena satu rahasia yang kamu bicarakan bisa saja bocor karena ulah mulutnya.

“Maaf, kelepasan hehe..”

Renza menghela nafasnya berat akan mendengar perkataan Haekal, semua yang dikatakan Haekal benar. Semua siswa tidak tau jika Alanda adalah ayahnya karena saat pengambilan rapot ataupun acara sekolahan, Alanda tidak pernah datang.. selalu pak Adi yang datang untuk mewakili Alanda. Yang tau Alanda adalah ayahnya hanya teman-teman dekat Renza dan beberapa guru, itupun Renza meminta untuk merahasiakannya karena Renza tidak mau Alanda dipermalukan hanya karena dirinya yang banyak kekurangan.

Lembaran Kertas || RENJUN Feat. JAEMIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang