Mohit saat ini tengah berada di ruang pertemuan hotel, bersiap menanyai para tetangga kamar Inayat yang pada akhirnya bisa dikumpulkan.
"Kau di mana saat hari kejadian itu?" tanya Mohit pada seorang pria bertubuh gemuk dan berkaca mata, yang ketika itu terjadi, menginap di kamar samping Inayat.
"Saya lembur semalaman, Pak. Dan kebetulan hari itu libur, jadi saya pakai untuk tidur seharian," jelasnya menanggapi pertanyaan Mohit.
"Kau hanya tidur, kan?"
"Iya, Pak." Pria itu mengangguk antara takut plus bingung.
"Jadi kau pasti masih bisa mendengar sesuatu di sekitarmu. Kau dengar ada perkelahian atau apa di kamar itu?"
Pria itu menggeleng. "Aku tidak dengar apa-apa, Pak."
"Katamu kau hanya tidur, bukan mati. Mana mungkin tanpa ada konflik atau semacamnya, Inayat langsung membunuh Yash. Kau kira gadis itu gila?" kata Mohit datar.
"Oh ya, Pak, kenapa tidak tanya pada---"
"Tanya pada Yash siapa yang membunuhnya? Kalau dia bisa beritahu aku siapa pembunuhnya, aku tidak perlu menginterogasi manusia macam kalian," potong Mohit lebih datar lagi.
Keempat pria yang ada di ruangan itu—termasuk satu polisi—tertawa mendengar ocehan konyol Mohit.
"Oke, kembali ke topik. Masa kalian tidak dengar apa pun? Atau ... sekiranya ada yang mencurigakan? Ada yang aneh? Bunyi benda berjatuhan, misal?"
"Sungguh, Pak. Kami tidak dengar apa pun," kata pria yang ucapannya disahut Mohit.
"Kepala Yash dipukul vas keramik seperti Shekhar Sinha di Ittefaq. Sungguh kau tidak dengar saat vas itu dijatuhkan?" Mohit belum puas dengan jawaban 'tidak dengar' dari para pria itu.
"Berarti pembunuhnya pasti Vikram Sethi," sahut pria lainnya, yang ini kurus tinggi berkumis tebal.
Mohit menatap pria itu datar nyaris horor; dua pria lainnya dan satu polisi rekan Mohit tertawa geli.
Pada akhirnya Mohit diam, dia tidak tahu harus bertanya bagaimana, karena pria yang kebetulan tetangga kamar Inayat malah pelawak semua. Jika dia bertanya lagi, para pria itu pasti akan berubah jadi penulis seperti Vikram Sethi, dan mungkin ending kasus ini, si penjahat bebas juga seperti di Ittefaq.
"Pak, Pak, aku ingat sesuatu," ucap pria kedua.
"Apa?"
"Di hari pembunuhan, paginya aku bertemu gadis itu. Dia menyapaku. Aku menyapa balik dan bertanya 'mau ke mana?', dia menjawab 'mencari gaun 5 lakhs-ku, Paman' katanya sambil tertawa," cerita pria itu.
"Oke. Jadi, apa kau lihat dia kembali lagi sebelum pukul 5 sore?"
Pria itu terdiam. "Aku saat itu juga keluar, Pak. Malamnya aku mengambil barang-barang dan pergi dari hotel. Tahu kasus ini saja setelah Pak Gaurav mendatangi rumahku dan meminta pernyataan sebagai tetangga kamar," tuturnya.
"Itu artinya saat kau kembali ke hotel, kamar itu sudah sepi?"
"Iya, Pak. Semuanya terlihat seperti tidak terjadi apa-apa."
Mohit manggut-manggut. Ternyata para pria ini normal juga, tapi kenapa tadi bertingkah konyol semua?
"Pak, Pak, saya sarankan bertanya pada penghuni apartemen yang ada di sebelah hotel. Apartemen itu berdinding kaca, dan terlihat dari hotel, juga jaraknya tidak terlalu jauh," saran pria yang tadi menuduh Vikram Sethi sebagai pembunuh.
"Kau tahu siapa pemiliknya?" tanya Mohit.
"Milik istri pemilik hotel, Pak. Aku dengar pemilik hotel juga sering tinggal di situ," jawab pria pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELHI NIGHT (Completed)
Mystery / Thriller[Villain Series #1] Mendekam di penjara dengan tuduhan pembunuhan tak pernah terpikirkan sama sekali oleh Inayat, gadis asal Kashmir yang terlalu menyukai film. Kedatangannya ke Delhi untuk membeli gaun seharga 5 lakhs seperti yang dilakukan Heroin...