09 - Rencana

69 7 175
                                    

Kepanikan yang tadi ada pada Sonali kini berpindah pada Inayat. "Bagaimana ini bagaimana? Aku harus ke mana?"

Karena sama paniknya, Sonali dan Vikram hanya bisa menggeleng sambil mengacak-acak rambut.

"Sembunyi," cetus Sonali.

"Tapi di mana?" Inayat benar-benar kalut dan bingung.

"Di kamarku?" saran Vikram.

"Bodoh!" seru Sonali. "Kau kira polisi hanya akan melihat-lihat ruang tamumu? Mereka pasti juga akan menggeledah sampai ke kamarmu!"

"Aaaaa, sekarang bagaimana? Apa aku akan tertangkap?" rengek Inayat.

"Tidak, itu tidak akan terjadi. Tunggu sebentar," Sonali bergegas berlari keluar rumah Vikram dan masuk ke rumahnya. Beberapa detik kemudian, gadis itu kembali sambil membawa sebuah keranjang berisi kain hitam. "Ini gamis dan burka, kalian pakai ini dan pergi ke luar kota sekarang!"

Inayat terlihat sangat panik. "L-luar kota mana?"

"Mana pun itu terserah, yang penting kalian pergi sekarang juga. Vikram, kau pasti tahu ada jalan pintas keluar dari sini, kan? Ayo, kalian berdua bersiap dan pergi sekarang juga, mumpung polisinya masih ada di lantai dua."

Sonali menyerahkan paksa keranjang itu pada Inayat sambil mendorong-dorong gadis itu agar berhenti tercengang dan cepat pergi.

Akhirnya setelah memakai jubah berwarna hitam serta burka tersebut, Vikram menggandeng tangan Inayat untuk keluar. Sonali bilang para polisi lewat tangga yang biasa dilalui, jadi Vikram membawa Inayat ke tangga alternatif yang ada di bagian pojok belakang perumahan. Tangga itu menuju ke area belakang perumahan yang sepi, bukan tempat parkir utama.

Mereka sudah sampai di bawah ketika Vikram baru menyadari kunci motornya tertinggal. Pria itu berdecak, tapi mau tak mau harus kembali ke sana.

Baru saja Vikram melangkahkan kaki saat segerombol kunci tiba-tiba jatuh di depannya. Dia mendongak melihat ke atas, ternyata itu pekerjaan Sonali. Gadis itu menyembul dari balik jendela rumahnya sambil memberi isyarat agar mereka cepat-cepat pergi.

"Inu, kau tunggu di sini sebentar, aku ambil motor dulu," ujar Vikram sebelum melesat pergi ke tempat parkir.

Vikram kembali tak lama kemudian bersama motornya. Inayat langsung naik ke belakang pria itu dan motor pun langsung melaju pergi dari tempat itu.

Mereka berdua benar-benar lega ketika sampai di jalan raya yang sedikit jauh dari perumahan. Inayat sudah berpikir dirinya akan tamat malam ini, tetapi syukurlah tidak.

"Kita akan ke mana, Vikram?"

"Ke stasiun. Besok kita akan naik kereta dan pergi ke luar kota."

Inayat agak tercengang. "Bagaimana kalau nanti kita tertangkap?"

"Inu, ini kesempatan yang bagus. Para polisi sedang menggeledah perumahan, otomatis yang menjaga perbatasan akan sedikit. Kau tenang saja, aku tidak akan lewat jalan utama," tutur pria itu.

Inayat akhirnya menurut saja. Toh ini juga demi keamanan dan keselamatannya. Ia yakin seratus persen kalau Vikram takkan mungkin mau membahayakannya.

Sementara di sudut lain di kota ini, Preeti tak mengerti apa yang akan Mohit lakukan pada dirinya. Polisi itu hanya menyuruhnya menunggu. Dari hari yang masih sore sampai tengah malam begini, Mohit belum juga kembali.

Preeti memandang tak tega pada putrinya yang meringkuk di kursi panjang tak jauh darinya. Di sini cukup dingin, tetapi tak ada selimut yang bisa ia gunakan menyelimuti putrinya itu. Lupakan tentang selimut, bahkan bantal saja tidak ada.

DELHI NIGHT (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang