03 - Kabur

61 6 149
                                    

"Tidak ada orang yang meminta akses kamar 303, Pak," kata resepsionis bernama Alisha yang ditanyai Mohit. Alisha jugalah yang bertugas di hari itu.

"Apa kau lihat gadis itu kembali sebelum pukul lima sore?" tanya Mohit lagi.

Alisha tampak berpikir. "Seingat saya ... tidak. Biasanya Nona Inayat selalu menyapa saat lewat. Dia itu sangat ramah dan ceria. Saya saja sangat terkejut Nona Inayat tertuduh sebagai pelaku pembunuhan," ungkapnya.

"Baiklah. Terima kasih informasinya."

Alisha mengangguk. Mohit lantas pergi dari sana untuk pulang. Bagaimanapun, sekarang sudah larut malam. Ia bisa merasakan kasus ini akan sangat rumit. Maka sebelum dia dihantui informasi soal kasus ini, ia ingin tidur yang nyenyak dulu.

***

Hari kembali pagi. Gerimis yang tidak berhenti sejak subuh tak menghentikan Mohit untuk ke kantor polisi: menginterogasi istri Yash---pria yang meninggal di kamar Inayat. Wanita bernama Preeti itu terus-menerus menangisi sang suami. Sementara putrinya sedang dibawa menjauh oleh salah seorang polisi wanita.

"Pak Polisi, setidaknya biarkan aku bertemu suamiku, aku ingin melihatnya, Pak," mohonnya sambil menangis.

"Maaf, Nyonya, kau tidak diizinkan melihatnya. Setelah semuanya terungkap dan suamimu siap untuk dimakamkan, kau baru boleh melihatnya," ujar Mohit baik-baik.

Mohit kemudian memberi segelas air untuk diminum wanita itu agar bisa sedikit tenang.

"Bisa aku mulai bertanya, Nyonya?"

Wanita itu mengangguk meski masih sedikit sesenggukan.

"Bisa kau ceritakan tentang keseharian suamimu? Apa yang dia lakukan mulai dari pagi sampai malam hari?"

"Dia berangkat ke kantornya pukul tujuh pagi, dan pulang pukul enam sore. Terkadang dia akan terlambat jika bos-nya memberi pekerjaan tambahan. Saat seperti itu dia kadang sampai lembur," jelasnya.

"Baiklah. Apa ... dia punya musuh? Seseorang yang mungkin tidak menyukainya?"

Preeti menggeleng. "Suamiku itu sangat baik. Musuh? Bahkan dalam mimpi pun itu mustahil, Pak. Dia orang yang sangat baik."

"Jadi menurutmu dia tidak punya musuh sama sekali?"

Preeti menggeleng dengan sangat yakin.

"Dan hari itu, dia juga beraktivitas seperti biasa?"

"Iya, tidak ada yang aneh. Semuanya seperti biasa," ujar Preeti.

Mohit kemudian mengeluarkan ponselnya. Di sana terpampang foto seorang gadis cantik yang sedang tersenyum. Itu foto tersangka yang diduga melenyapkan Yash, Inayat.

"Apa Anda mengenal gadis ini, Nyonya?" tanya Mohit sembari menunjukkan ponselnya pada Preeti.

Preeti memerhatikan foto di ponsel Mohit itu selama beberapa detik, kemudian menggeleng pelan. "Tidak. Aku tidak mengenal gadis itu, Pak."

Mohit pun menarik kembali ponselnya sembari berdiri. "Baiklah, Nyonya, terima kasih atas pernyataannya." Mohit menjabat tangan Preeti, lalu mempersilakannya keluar.

Kini tujuan Mohit kembali ke sel tahanan Inayat. Pria itu jadi terpikir kembali perkataan Inayat; tentang apa motifnya jika benar membunuh Yash.

Mohit tahu benar yang namanya penjahat tidak akan mau mengakui kejahatannya, tapi di dalam kasus Inayat, itu beda.

"Pak Mohit, Pak Abhinav memanggilmu."

"Oh, iya," Mohit berbalik dari arah sel tahanan Inayat ke ruang penyidikan.

DELHI NIGHT (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang