Sesuai janji gue pada Nia pagi tadi, buat hiling bareng di Semarang Bawah. Niat gue mau bawa Nia ngemall, kulineran, terus nonton film di XXI. Nia nurut aja aku ajak ke tempat-tempat random, gak keliatan exicted, gak juga keliatan ogah-ogahan.
Pas di mall, gue nyuruh Nia belanja apa aja yang dia mau. Bukannya semangat, dia justru mengembalikan kartu kredit yang gue kasihin. Ungkapannya kala itu adalah "Nia gak paham Mas. Di mall mahal-mahal, ga usah aja," what a simple girl!!
Akhirnya gue berinisiatif ngajakin dia masuk ke toko baju. Gue pilihin baju-baju yang sesuai seleranya, berkali-kali gue nawari Nia buat ambil sendiri, tapi dia nolak. Alhasil gue udah kaya babu yang lagi ngebelanjain majikan.
"Udah aja Mas, itu banyak banget. Nia gak sesering itu ganti baju, yang di apart juga udah banyak,"
"Udah gak papa. Ini pasti bakal kepake entah besok atau nanti 5 tahun lagi Ni!"
Selepas ngemall, kita makan di restoran jepang. Masalah kembali menghampiri kami. Terutama Nia yang belum pernah makan masakan Jepang. Saat kusuruh dia memilih, dia hanya memilih beberapa makanan kecil yang dia tau seperti onigiri dan takoyaki.
"Udah itu aja? Nambah lagi gak?" Nia menggeleng.
Akhirnya gue yang banyak makan, sedangkan Nia hanya menikmati beberapa masakan yang dia anggap sesuai lidahnya.
"Habis ini mau ke mana Mas?" tanya Nia yang lagi nugguin gue ngabisin semangkuk ramen.
"Nonton aja gimana? Horor mau gak? Atau selera kamu yang romance?"
"Horor aja Mas. Nia begidig kalo kalo nobar hal-hal romantis," jawabnya, matanya menerawang ke langit-langit, kemudian begidig ngeri saat membayangkan adegan romantis ala film. Nia adalah the real anti romantic person yang gue kenal.
Nia yang kukira pemberani nonton horor, ternyata sebaliknya. Dia gak jauh beda dengan cewek-cewek lain yang sepanjang film Cuma tutup mata dan tutup telinga. Sepanjang film pula, tangannya erat memeluk lengan kananku yang memegang seporsi popcorn.
"Mau udahan aja?" tanya gue pas ngeliat Nia yang udah nunduk, cepet-cepet nutupin telinganya pas kikian setan dalam film bergeema di seluruh bangunan bioskop.
"Gapapa Mas, lanjut aja. Nia okey!" elaknya, sok kuat di depan gue yang udah tau dia gak seberani itu buat nonton film horor di bioskop.
"Udah yok ah! Jangan ngeyel!" akhirnya gue berdiri, me arik tangan Nia yang gemetar. Nia gak berontak, jadi kupikir dia memang ingin segera meninggalkan film.
"Mas anterin Nia ke toilet yuk Mas. Takut," rengeknya pas udah keluar ruangan.
"Yok Mas anterin. Mas tungguin di depan ya," ucapku, menuurti permintaannya.
"Di depan biliknya ja boleh ga si Mas. Jujur Nia gak berani sendirian,"
"Eh, ya gak boleh lah. Yang ada ntar Mas mu ini dikira cowok mesum yang asal masuk toilet!" tolaku dengan alasan logis.
Sepanjang hari, Nia merengek minta ditemani ke manapun. Masak minta ditemeni, ke kamar mandi apart, ke basement buat sekedar buang sampah, dan temenin-temenin lain yang gak masuk akal.
Puncaknya adalah pas malemnya, Nia yang biasanya masih segan tidur di samping gue, tiba-tiba mendekat, minta dipeluk pula.
"Mas sini lagi! Nia takut!" rengeknya lagi, padahal posisi kami sudah benar-benar menempel satu sama lain.
"Ini udah nempel Nia, mau gimana lagi?"
"Ya udah, peluk aku aja Mas. Please!" satu permintaanyang gak pernah gue bayangin sebelumnya. gue akhirnya dengan senang hati melukNia, Gue pikir ini kesempatan langka bagi gue yang udah lama punya kekasih halal
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Jiwa
General FictionHidup Raja sebagai seorang koas tiba-tiba berubah setelah kehadiran Nia, gadis yang ia nikahi atas dasar belas kasihan sang Umi. Nia, gadis desa, yatim piatu, pendiem, aneh, dan ga tau mode. Itu satu kalimat yang bisa mendefinisikan Nia dari sisi Ra...
