Momongan?

13 1 0
                                    


Hampir satu tahun Gue dan Nia menikah, banyak banget perkembangan dalam hubungan kami. Gue udah mulai menerima dia apa adanya, udah mulai ngerasa bergantung juga ke dia. Begitu pula sebaliknya, gue kira Nia adalah orang yang jatuh cinta duluan di dalam hubungan percintaan kami.

Setahun menikah, kita hidup bagai dua orang sahabat yang tinggal satu atap. Kadang merasa juga kalo kita ini bukanlah sepasang suami istri, melainkan hanya kakak dan adik yang kebetulan tinggal di satu apartemen yang sama. Pasalnya selama kami menikah, kontak fisik kami tidak banyak dan penuh romance layaknya pasangan lainnya. Kita kontak fisik Cuma sekedar saliman, gandengan, dan udah gak lebih.

Siang itu, gue sama Nia diundang acara ke rumahnya Budhe di Ungaran. Kita berangkat dari Tembalang jam 4, karena acara dimulai sekitar pukul 5 sore. Waktu berlalu, acara selesai dan kami berdua berniat bermalam di rumah budhe mengingat besok adalah weekend.

"Raja, udah setahun nikah kok bayinya belom keliatan?" celetuk budhe pas gue lagi ngopi-ngopi di ruang makan.

"Ah nggeh budhe," jujur gue gatau mau jawab gimana. Masalahnya baru kali ini ada orang yang ngebahas masalah momongan, sebelumnya belum ada satupun.

"Ngga usah ditunda Ja. Serezekinya aja, jangan mentang-mentang masih mau karir terus makan pil KB atau suntik, nanti malah susah dapet anak pas udah 30han!" petuah budhe ke gue.

Akibat petuah dan pertanyaan budhe, gue galau semaleman, mikirin berbagai macam fakta dan kebenaran. Gue berusaha nyari, yang sebenernya paling bener tuh mana.

Dua hari kemudian, kita pulang. selepas maghriban bareng, gue ngajak Nia ngobrol di balkon apart sambil ngeteh dan nyemil roti Roma.

"Ni, Mas mau tanya. Tapi jangan kesinggung ya, maap banget?!" gue mengawali pembicaraan.

"Iya Mas, tanya aja!"

"Nia kalo bulan depan kita ikut program hamil gimana?" tanya gue dengan berat hati.

"Program hamil? Buat Nia Mas? Mas ada rencana mau punya momongan dalam waktu dekat?" Nia keliatan kaget dengan pertanyaan tidak terduga dari gue.

"Iya. Mas 3 hari ini kepikiran mulu, udah setahun belum punya momongan. Mau nunda-nunda, mas nginget Umi yang umurnya udah sepuh tapi belum dapet cucu. Nia gimana? Bersedia gak kalo semester depan ada kemungkinan kuliah sambil hamil?" jelasku hati-hati.

"Ya gapapa Mas. Nia sanggung-sanggup aja. Mau oke bulan depan mulai promil? Tapi kita kan belom kecatet nikah di KUA mas," ah iya, aku sampe lupa kalo kita belum mengesahkan pernikahan secara hukum.

"Oh iya. Berarti kita promil sehabis pengesahan KUA aja,"

"Oke Mas, siap!"

"Ikhlas tho Ni? Maksudku gapapa kan?" kutanyakan lagi untuk memastikan.

"Iya Mas, insya allah," jawabnya sambil mengulum senyum.

"Alhamdulillah. Kalo gitu, sini coba deketan. Kita bikin roadshownya dulu," Niapun mendekat, mata kami bersibobrok. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Janji JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang