﹝07﹞‣Sindikat

19 8 13
                                    

Raka mengurungkan niatnya untuk bersembunyi di rumah sekutu. Mengingat apa yang baru saja terjadi di Bekasi, ia tidak berniat melakukan hal yang sama di Bandung, karena itu merepotkan. Yohan dan Arief akan datang ke Bandung jika ia kembali terlihat oleh beberapa oknum, maka mereka harus kabur lagi ke tempat lain. Oleh karena itu ia hanya menyarankan untuk keliling kota saja. Makan dengan membeli makanan instan di super market, tidur di stasiun pengisian bahan bakar atau pergi ke tepian kota dan tidur di jalan di dalam mobil. Sudah dua hari mereka begitu.

Tepat ketika matahari telah tinggi di sekitaran Cibaduyut sebuah paket sampai di tangan Raka. Ukurannya hanya sektiar 15x20 senti. Paket tersebut dibaluti kertas padi dengan nama pengirim Forte di sana. Ketiga pemuda itu tahu bahwa atasan mereka telah menemukan mereka. Kurir yang memberikan paket itu hanya bersuara kecil dan hanya bisa didengar oleh Raka.

"CRZORYVNA-FRAWNGN, Tangerang." Lalu ia pergi dengan motornya setelah tersenyum pada Yudhistira yang menatapnya.

Raka kini membuka paket tersebut, mengoyak balutan kertas juga nama pengirim. Di dalamnya berisikan ponsel tulalit dengan tiga surat untuk penerima yang berbeda-beda, yakni, Raka, Yudhistira, serta Maya. Raka menyerahkan surat tersebut, tetapi tidak dengan ponselnya.

Tepat ketika ia baru saja menyalakan ponsel tersebut, sebuah panggilan tanpa nama masuk. Ia dengan cepat langsung menjawabnya dan menunggu seseorang dari sebrang sana bersuara.

"Keluarlah dari mobil. Pastikan jika kamu sendirian." Suara yang sama ketika pertama kali perintah resmi tentang kasusnya keluar. Suara dari gadis administrator.

Raka menuruti perintah gadis itu, lalu keluar dari mobil merah dengan menggunakan masker dan berdiri menghadap pepohonan. "Aku sendiri."

"Setelah ini panggilan akan dialihkan ke petinggi." Senyap, lalu suara nyaring terdengar dan panggilan kembali berlanjut.

"Bagaimana kabarmu, Raka? Mungkin bukan saat yang tepat untuk menanyakan kabar. Ini masalah serius dan kita masih belum berbicara tatap muka sejak kasus tersebar. Exintent percaya jika kamu benar-benar tidak melakukannya. Namun, ini menandakan penjagaan kita terlalu lemah. Ada pengkhianat di Exintent dan itu sangat dekat denganmu. Kami tidak bisa melacak kalian sebelumnya, tidak sampai Irfan dan Yohan yang memanggil kami. Lalu mobil tua itu, ada pelacak di sana, kami bisa menemukan kalian yang sudah kabur ke Bandung." Hening sejenak, pria di sebrang telepon menghela napas panjang.

Raka menegang, ia tidak diberi kesempatan sedikit pun untuk berbicara.

"Kabar buruknya adalah, ada musuh lainnya. Kita tidak bisa menahan Yohan ataupun Arief untuk mengalihkan aparat kepolisian, oleh karena itu ada aparat yang memiliki intuisi yang berbahaya sedang mengejar kalian. Dengar, saat ini semuanya akan menjadi sulit dan hanya akan ada beberapa mata-mata yang bisa ditugaskan di sisimu. Kami tidak bisa memfokuskan mereka hanya untukmu karena saat ini pasti ada isu yang sedang ditutup dengan kematian Guritno. Lima menit lagi, akan ada mobil yang datang dan lakukan pertukaran mobil untuk menjauhkan kalian setelah insiden di rumah persembunyian Bekasi. Lalu pergi ke Tangerang seperti yang dikatakan kurir tadi."

Percakapan itu hanya sekitar lima hingga tujuh menit, lalu panggilan kembali dialihkan pada gadis administrator. "Riwayat panggilan akan dihapus, semua jaringan yang tersedia akan dimatikan selama sepuluh detik." Lalu panggilan mati dan riwayat panggilan benar-benar menghilang.

Di saat yang sama juga, aliran listrik di seluruh kota mati, seolah akses yang dimiliki oleh gadis administrator sangat besar. Raka kembali masuk ke dalam mobil lalu menyerukan Yudhistira untuk kembali bergerak.

Mobil kembali melaju di jalanan. Dalam lima menit sudah ada mobil yang menyusul mereka. Mobil sedan dengan penumpang di kiri itu mengeluarkan tangannya, dan mengetuk mobilnya sendiri, memberikan tanda untuk segera melakukan penukaran. Kedua mobil itu kembali menepi lalu para penumpangnya dengan cepat bertukar posisi tanpa ada suara sedikit pun dan dalam tiga menit, mobil kembali bergerak di perkotaan.

***

"Amankan daerah Jabodetabek dan Bandung. Pastikan seluruh aparat mengetahui identitasnya. Bagaimana dengan keluarganya atau kerabat lainnya?"

Reza, inspektur negri yang mengurus kasus Raka bersuara dengan lantang di ruang pertemuan. Sejumlah aparat dari timnya sudah duduk di ruangan itu selama hampir selama lima belas menit sembari membaca laporan yang didapatkan sejak hari pertama kematian Guritno.

"Siap! Satu-satunya keluarga yang dapat ditemukan hanyalah kerabat jauh, Bibinya. Beliau menyatakan sudah tidak berkabar dengan pelaku, Raka Pramudya kurang lebih tiga bulan dan semua bukti juga memastikannya. Teman-teman semasa sekolahnya hanya ditemukan beberapa dan mereka sudah tidak berkontakan sejak lulus sekolah," jawab salah satu pemuda yang duduk di sisi kanan Reza.

Reza mengangguk mantap menerima laporan tersebut. Lalu ia membalikkan kertas laporannya dan sampai di halaman terakhir. Di halaman tersebut hanya berisikan beberapa data diri dari Raka. Tidak ada lagi yang bisa ia bahas atau mungkin petunjuk untuk mencari pelaku pembunuhan tersebut.

"Kita akhiri pertemuan hari ini. Laporkan terus perkembangannya dan jangan lengah." Lantas sekumpulan bawahannya mulai keluar dari ruangan dan hanya menyisakan dirinya di ruangan itu.

Reza kembali duduk di tempatnya, jarinya sibuk memijit batang hidungnya. Sudah hampir lima tahun ia berada di kepolisian. Banyak yang sudah terjadi, tetapi itu pertama kalinya ia membuat keputusan yang salah selama karirnya berlangsung.

Di ruangan dengan pendingin bersuhu dua puluh dua derajat itu ia membiarkan dirinya terus berpikir apakah yang dilakukannya sudah benar atau belum. Namun, ketika ia sudah sampai di puncak pikiran, ia kehilangan semuanya hanya dnegan satu panggilan tanpa nama di ponsel tulalitnya.

"Udah dibilang, jangan terlalu dekat, Reza." Suara itu terdegar sangat berat, membuat detakan jantung Reza semakin menguat.

"Kita juga perlu menangkapnya dengan cepat," balasnya, memberanikan diri.

"Tapi kita juga memerlukan bukti dari mereka untuk dihapus," balas dari sebrang sana.

Reza terdiam, ia tidak tahu harus merespon apa.

"Mau mundur? Sindikat udah ngejelasin semuanya, kan? Karir, keluarga, jabatan, uang? Mundur satu langkah, semuanya bakal hilang."

Ia sudah lima tahun berada di dalam kepolisian dan ia sudah tahu cara kotor mereka semua bermain. Namun, untuk pertama kali dalam hidupnya ia mengalaminya sendiri. Omongan manis yang memancing, menggiurkan dan akan membuat siapa pun menurut, Reza juga tidak bisa lepas dari yang seperti itu karena sejatinya ia tetap manusia yang rakus.

Reza menghela napas panjang, berusaha menangkan dirinya sendiri di antara panggilang yang sedang berlangsung itu. "Ke mana mereka selanjutnya?"

"Tangerang. Mereka akan melakukan transaksi di pasar gelap."

Reza mengerutkan dahinya. "Untuk apa?"

Mereka mata-mata, mereka tau cara menggunakan senjata api. Di sana sekutu mereka berada, sekutu dari pasar gelap. Kita juga memiliki kerjasama dengan mereka. Hanya dengan menawarkan harga lebih tinggi, kita bisa menangkap mereka saat itu juga.

Sebenarnya Reza tidak pernah tahu siapa yang selalu menelponnya itu. Ia hanya pernah mendapatkan telepon itu di dua minggu sebelum kematian Guritno. Namun, orang yang berbicara itu seakan tahu segalanya, layaknya telah menonton masa depan dan akan memprediksi gerakan musuhnya selanjutnya.

"Kami akan menyusun rencana."

Panggilan dimatikan secara sepihak dan dari sana pula semuanya akan semakin lebih rumit untuk dijalani.

Panggilan dimatikan secara sepihak dan dari sana pula semuanya akan semakin lebih rumit untuk dijalani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Innocent [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang