Di Bawah Langit Oranye

1.2K 377 105
                                    

Di atas speed boat, Khirani masih menerka-nerka ke mana Bhanu akan membawanya pergi. Yang pasti Khirani yakin jika kekasihnya itu ingin mengajaknya ke pantai, entah pantai mana.

Setelah perjalanan kurang lebih satu jam lebih dari Dermaga Marina Ancol, speedboat mereka sampai di Kepulauan Seribu, tepatnya Pulau Tidung. Tepat pukul empat sore, beberapa jam lagi untuk melihat matahari tenggelam di bibir pantai.

"Ada apa di sini?" tanya Khirani sembari melepas maskernya.

"Nggak ada apa-apa, cuma aku udah janji sama seseorang buat ngebawa orang yang aku sayang ke sini. Mau ngenalin kamu ke seseorang."

"Hah? Siapa?"

Bhanu hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Khirani, pria itu lebih memilih menarik tangan Khirani dan mengajaknya mendekat ke jembatan.

Pulau Tidung termasuk dari salah satu pulau dalam lingkup Kepulauan Seribu. Pulau Tidung terbagi menjadi dua yaitu, Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Penggunaan wilayah pulau ini berkembang ke arah wisata bahari seperti menyelam dan penelitian terhadap terumbu karang.

Pulau Tidung Besar dan Tidung Kecil dihubungkan oleh jembatan panjang yang dinamakan Jembatan Cinta oleh penduduk setempat.

Sebagai salah satu tujuan wisata, di pulau tidung dapat ditemui perkampungan penduduk dan beberapa warung yang menyediakan makanan dan minuman ringan. Di awal jembatan penghubung ini ditemui suatu cekungan laut yang agak dalam, di mana banyak anak kecil memperagakan loncat indah dari jembatan sebagai sarana bermain mereka.

Khirani tersenyum lebar melihat keseruan anak-anak penduduk Pulau Tidung meloncat dari jembatan ke laut. Senyumnya benar-benar lepas, tanpa ikatan tak kasat mata yang menahannya untuk tersenyum.

Bhanu turut tersenyum melihat Khirani tersenyum. Gadis itu benar-benar cantik saat bibirnya menyabit. Namun, begitu tahu Bhanu sedang menatap, buru-buru Khirani menetralkan mimik wajahnya.

"Kenapa berhenti senyum?"

"Gapapa. Gigiku kering kalau lama-lama tersenyum."

Bhanu tergelak, "Kamu bisa ngelawak juga, ya?" Bhanu mencubit pipi kanan Khirani tampak gemas, "Gemesin banget sih."

"Sebenarnya kita mau nemuin siapa sih, Mas Nu? Kenapa jauh banget ke sini?"

"Nanti juga tahu." Bhanu kembali menarik tangan Khirani untuk terus menyusuri jembatan.

Di penghujung jembatan, menapaki pantai Pulau Tidung Kecil, merupakan kawasan pengembangbiakan mangrove, yang dapat ditelusuri dengan bersepeda, melalui jalan setapak yang dipenuhi dengan ilalang dan pantai yang sepi dengan pasir putihnya yang lembut.

"Jadi, di mana orangnya?"

"Di sini, ayo lebih dekat."

"Hm?"

Bhanu mengajak Khirani ke bibir laut, mereka melepas sepatu dan menyapa ombak yang berderu kecil dengan sepoi sejuk suasana sore. Meski tak ada ombak besar, aroma laut selalu menenangkan.

Khirani menoleh ke kanan dan kiri, mencari orang yang dimaksud Bhanu. Namun, tak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada beberapa orang, tetapi jaraknya lumayan jauh dengan mereka.

"Dia orangnya." Tunjuk Bhanu kepada laut.

Khirani menatap ke hamparan laut di depannya.

"Ayah," ucap Bhanu sembari menoleh ke arah Khirani dengan senyuman.

"A—yah?"

Bhanu mengangguk, "Aku mau ngenalin kamu ke ayah."

Khirani menatap Bhanu dengan perasaan yang campur aduk. Gadis itu baru teringat sesuatu. Ya, jasad Kapten Arya sampai detik ini tidak pernah pulang. Laut menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir. Peristiwa lima tahun silam telah menjadikan laut sebagai wujud dari sang ayah.

Gantari : The Song of DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang