Hal-hal baik selalu mengikuti ketika pikiran kita memusatkan pada sesuatu yang baik. Energi yang kita serap dengan rasa syukur, akan pula menyerap hal-hal baik di sekitar. Kadang pula semua hadir secara berurutan, seperti tatanan kartu domino yang dirobohkan.
Bhanu seperti menjadi satu hal baik yang datang ke kehidupan Khirani, sejak kehadiran pria itu perlahan menarik hal-hal baik untuk terjadi dalam hidup Khirani. Dari kembalinya ia ke panggung, lepas dari jeratan utang, pertemuannya dengan sang ibu, fakta tak bersalah ayahnya, dan perdamaiannya dengan masa lalu.
Seperti dorongan kecil kartu domino, satu persatu jatah bahagia menghampiri Khirani.
Pagi ini ia mendapatkan kabar dari rumah sakit, Diandra adiknya menunjukkan respons. Seperti keajaiban, Diandra yang sudah koma bertahun-tahun itu berpeluang sadar dan mengakhiri masa komanya.
"Ini seperti keajaiban," kata dokter, "kami akan memantau progressnya secara intensif, ini suatu kabar yang menggembirakan bagi kami, tentu saja buat kamu, Khirani."
Hal yang paling disyukuri dari sekian hal baik yang menghampiri adalah kondisi terbaru adiknya. Meski belum membuka mata, tetapi pergerakan kecil salah satu anggota tubuh Diandra menjadi harapan yang amat besar bahwa tak lama lagi gadis itu akan sadar dan membuka mata.
"Aku jadi semangat buat meraih beasiswa," kata Khirani di sudut taman rumah sakit. Gadis itu duduk berdua dengan sang kekasih. "Aku tidak mau malu saat Diandra sadar dan aku tidak punya pencapaian apa-apa."
Bhanu tersenyum, "Kamu keluar dari bentengmu itu sebuah pencapaian yang pasti akan sangat disyukuri Diandra. Dia tidak ada saat hal-hal buruk menghantammu dari berbagai sisi, saat dunia mengeroyokmu habis-habisan."
Sambil menatap coretan jingga yang tergambar di langit Jakarta, Khirani turut tersenyum mengiyakan kalimat Bhanu.
"Ayo aku temani."
Khirani menoleh dengan kerutan kecil di keningnya, "Ke mana?"
"Buat dapetin beasiswa."
Khirani semakin mengerutkan keningnya. Sementara Bhanu menarik punggungnya dari sanggahan kursi, pria itu mendekat ke arah Khirani.
"Kapan ujian Paket C?"
"Satu bulan lagi."
"Ujian beasiswa?"
"Seminggu setelahnya."
Bhanu mengangguk-angguk, "Mulai hari ini aku akan menulis novel baru, selama sebulan aku bakal nyelesaiin novel itu buat nemani kamu. Jadi, aku sama kamu, sama-sama berjuang."
"Emangnya bisa nulis novel sebulan?"
"Bisa dong, pasti bisa. Jadi, aku harap kamu juga yakin kalau bisa dapetin beasiswa itu."
Khirani tersenyum lebar, entah bagaimana gadis itu mensyukuri bisa bertemu dan dicintai pria sebaik Bhanu. Khirani tidak akan tahu bagaimana perjalanannya sejauh ini jika tidak pernah membuka hati untuk Bhanu.
"Nah, hal pertama yang kamu lakuin adalah..." Bhanu menjeda kalimatnya, "Cari tempat belajar yang nyaman."
"Maksudnya?"
"Kamu harus pindah kos," kata Bhanu. Menurutnya Khirani sudah tidak perlu untuk menempati kos sempit di tengah-tengah kampung yang berisik dan sedikit kumuh. Tempat yang tidak kondusif untuk Khirani belajar. "Aku mau kamu tinggal di tempat yang layak. Kamu udah bebas dari utang, Sayang. Kamu nggak perlu lagi menahan diri di tempat yang sempit dan gelap."
Bhanu mengusap tangan Khirani, mencoba untuk meyakinkan gadis itu. Bhanu selalu khawatir karena Khirani kerap menolak saran-saran dari Bhanu, apalagi soal keuangan. Khirani selalu sensitif kalau soal biaya hidup. Pada dasarnya Khirani hanya tidak mau merepotkan orang, bahkan hadiah-hadiah dari Bhanu seperti sepatu, baju, atau tas kerap dikembalikan. Khirani hanya mau menerima jika ia sendiri yang meminta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gantari : The Song of Dream
General FictionKisah kehidupan Khirani Gantari yang nyaris sempurna, berubah drastis setelah ayahnya terkena skandal pembunuhan. Mental dan fisiknya dibantai hebat membuat Khirani yang ceria berubah menjadi sosok yang tak bisa disentuh siapa pun. Menjadi korban bu...