"Kamu akan segera menyusulku, kan?"
Bhanu yang sudah rapi mengenakan seragam dinasnya itu mengangguk, "Mungkin dua atau tiga bulan lagi aku pasti nyusul kamu. Aku selesaikan dulu masalah di sini, ya. Proses pengunduran diri tentara juga nggak selesai dengan cepat, banyak prosesnya. Jadi, aku minta kamu bersabar, hm?"
Khirani mengangguk, "Kalau dua bulan lagi, pas winter. Jadi nggak sabar main sky sama kamu."
"Aku juga nggak sabar pengin balapan renang sama kamu, Mas," sahut Diandra yang berdiri di pintu. "Ibu udah selesai masak, disuruh ke meja makan kita sarapan bareng."
"Oke, Di. Bentar lagi kita ke sana, ya?"
Diandra mengacungkan jempolnya, kemudian berlalu dari pintu. Meninggalkan Khirani yang masih tidak mau untuk berpisah dengan suaminya. Koper sudah dikemas dari semalam, hari ini Khirani dan Diandra akan kembali ke Australia.
Raut wajahnya menggelayut rasa sedih yang menunjukkan ketidakmauannya untuk kembali ke Australia padahal baru seminggu bersama sang suami setelah setahun lebih berpisah.
"Pesawat kamu tiga jam lagi, kan?" Bhanu menarik koper Khirani untuk dibawanya ke ruang tamu, memudahkan istrinya nanti ketika berangkat.
"Mas..." Khirani memeluk Bhanu dari belakang, "Aku nggak mau pergi."
"Harus." Bhanu memutar tubuhnya, menatap sambil menyelipkan anak rambut Khirani dengan pelan. "Aku pengin kamu punya panggung sendiri, yang megah, yang penuh dengan penonton. Aku akan duduk di salah satu bangku sambil menatapmu bangga. Itu mimpiku. Jadi, kamu harus kembali ke Sidney untuk mewujudkan itu, kan?"
Khirani mencebikkan bibirnya, kemudian mengangguk.
"Ya, udah, ayo sarapan dulu. Kalau berangkat jangan buru-buru, lebih baik nyampe bandara satu jam sebelum keberangkatan. Aku nggak mau, ya, kamu lari-lari ngejar pesawat."
"Nggak apa-apa, biar ketinggalan sekian," cengir Khirani.
"Sssp!" terdengar isapan kecil dari bibir Bhanu sebagai tanda protes. "Jangan macam-macam."
Khirani terkekeh sambil mengecup bibir Bhanu, "Bercanda," katanya sembari kabur keluar dari kamar.
Usai menyarap, Khirani dan Diandra pamit untuk kembali ke Australia. Bersamaan dengan itu Bhanu dijemput sebuah mobil dinas kemiliteran.
"Maaf karena nggak bisa nganter kamu ke bandara. Nanti kalau sempat, setelah apel aku minta izin buat ke bandara."
Khirani menggeleng, "Nggak usah. Jauh, tahu. Nggak perlu. Nanti aku kabarin kalau udah masuk pesawat." Khirani meraih tangan kanan Bhanu dan mengecupnya. "Aku pamit, ya. Pokoknya harus nyusul ke sana. Sama ibu, sama Binna, Nana, Noni, semuanya."
Bhanu mengangguk-angguk. Pelan, ia mengecup kening Khirani sebelum akhirnya berangkat ke Kamp. Militer di pelabuhan. Selepas mobil Bhanu melaju, Khirani juga bersiap berangkat ke bandara diantar Binna.
Hari sangat panas, bandara yang riuh dengan ratusan penumpang. Khirani berjalan menuju gate-nya setelah berpisah dengan Binna di titik pengantaran. Penerbangan kurang satu jam lagi, Khirani dan Diandra duduk di kursi tunggu setelah pengecekan tiket dan paspor.
"Kakak beruntung banget sih, dapat suami kayak Mas Nu."
"Iya. Semoga nanti kamu juga bisa ketemu sama orang kayak Mas Nu."
"Aamiin." Diandra membuka rotinya, "Mau?"
Khirani menggeleng, matanya sibuk mengirim pesan untuk suaminya. Baru saja berpisah, tapi sudah merindu. Digantinya wallpaper lama dengan foto terbaru mereka di pantai kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gantari : The Song of Dream
قصص عامةKisah kehidupan Khirani Gantari yang nyaris sempurna, berubah drastis setelah ayahnya terkena skandal pembunuhan. Mental dan fisiknya dibantai hebat membuat Khirani yang ceria berubah menjadi sosok yang tak bisa disentuh siapa pun. Menjadi korban bu...