Khirani menatap dirinya melalui pantulan di cermin toilet. Ingatannya kembali pada beberapa waktu lalu saat di dalam bus, rasa canggung yang manis itu terasa menagihkan, terasa ingin kembali terjebak di sana bersama Bhanu.
Meski bayangan Diandra seolah mengingatkannya bahwa Khirani belum saatnya untuk menjalin hubungan, setidaknya Khirani sekarang merasa tidak sendirian. Ia sadar, tidak semua orang itu jahat. Tidak semua laki-laki itu seperti Gaharu Svarga.
Seperti ada yang kurang rapi di wajahnya, Khirani mengamati lamat-lamat mengoreksi. Ia menyalakan keran kemudian membasuh muka, setidaknya meski tidak bedakan, ia tidak terlihat pucat.
Sebelum keluar dari toilet, ia juga merapikan poni dan rambutnya. Kini kuncirnya tidak asal-asalan, Khirani benar-benar memperhatikan helaian yang tidak rapi. Beberapa kali ia menata poninya, dari menutupi semua dahi sampai memiring kanan dan kiri. Rasanya selalu merasa tidak pas, Khirani sempat merasa frustasi. Akhirnya poni itu terbiarkan begitu saja seperti biasanya.
Sebelum benar-benar keluar dari toilet, Khirani kembali memastikan penampilannya rapi dan sedap dipandang. Begitu yakin, kakinya melangkah keluar toilet dan masuk kembali ke restauran menuju Bhanu yang mungkin sudah bersiap menyantap makan siang mereka.
Namun, langkah Khirani terhenti ketika melihat seseorang yang tengah bicara dengan Bhanu di meja mereka. Seseorang itu berjaket levis hitam, berdiri di depan Bhanu yang sedang duduk. Tak perlu ditebak lagi, dari postur tubuhnya dan juga anting yang dipakai orang itu, Khirani yakin bahwa ia adalah Garu.
Buru-buru Khirani melangkah cepat menuju Bhanu dengan rasa takut dan khawatir.
"Eh, itu dia," ujar Bhanu sembari berdiri.
Garu menoleh ke arah belakangnya, tampak Khirani melangkah besar menuju mereka dengan tatapan tidak suka. Garu menatapnya dengan tatapan yang sama, tetapi diimbuhi dengan senyuman miringnya.
"Aku mau makan bubur aja, yuk, pergi." Khirani langsung meraih tangan Bhanu untuk beranjak dari tempat.
"Loh, ini makanannya udah siap, tinggal makan."
"Lain kali aja, kita pergi yuk!" Khirani kembali menarik Bhanu, tetapi pemuda itu tidak juga beranjak karena masih kebingungan dengan sikap Khirani yang tiba-tiba.
"Ini ada temen kamu loh, Khi," ucap Bhanu dan langsung membuat Khirani berhenti menarik tangannya, gadis itu menatap ke arah Garu yang masih tersenyum miring.
"Lama nggak ketemu, Khi," sahut Garu.
Khirani menarik napas panjang kemudian mengembuskan kasar, "Apa maumu?"
Garu tersenyum lebar, "Nggak sengaja ketemu, gue udah dari tadi di pojok sana," kata Garu sambil menatap arah pojok restauran, tepatnya ke arah perempuan yang Khirani kenali sebagai owner Kedai Soonday sedang duduk melambai, menyapa Khirani.
"Dia cowok yang ketemu kita di gang kosanmu, nggak, sih, Khi?"
"Hm, betul," sahut Garu, "gue temen sekolah Khirani. Kita dulu sama-sama mengundurkan diri dari sekolah, ya, nggak, Khi?"
"Musica Art School?" tanya Bhanu, sedangkan Khirani hanya bergeming meredakan dadanya yang gemuruh karena menatap tingkah manusia biadab itu.
Garu mengangguk.
"Wah, teman sekelas? Kok bisa mengundurkan diri bareng?"
"Tanya aja Khirani, kita dulu temen apa, Khi? Kenapa lo sama gue bisa ngundurin diri bareng? Ah, nggak sih, gue duluan yang keluar, ya?"
Khirani rasanya tidak tahan dengan setiap kalimat pancingan yang dilontarkan Garu. Seolah-olah ingin mempermalukan dirinya di depan Bhanu. Khirani tidak mau Bhanu tahu tentang masa lalunya dari orang lain, apalagi dari Garu, pemuda yang dibenci oleh gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gantari : The Song of Dream
Narrativa generaleKisah kehidupan Khirani Gantari yang nyaris sempurna, berubah drastis setelah ayahnya terkena skandal pembunuhan. Mental dan fisiknya dibantai hebat membuat Khirani yang ceria berubah menjadi sosok yang tak bisa disentuh siapa pun. Menjadi korban bu...