"Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, kalau kita setidaknya menampilkan tujuh lagu untuk-,"
"Piece, bukan lagu. Piece tidak punya lirik, jadi tidak bisa dikatakan sebagai lagu," ralat Khirani untuk kesekian kalinya membenarkan kata Bhanu maupun pianis yang akan menjadi rekannya nanti di pertunjukan.
"Eee..." Bhanu terkekeh sambil melirik Reyko, seorang pianis otodidak yang juga teman Bhanu semasa sekolah. "Iya, piece. Maksud saya piece, setidaknya kita membawakan tujuh piece sesuai dengan latar negara. Jadi, karena saya nggak begitu paham soal piece setiap negara, saya serahkan itu ke kalian yang lebih paham. Nanti kita diskusikan bersama."
Khirani dan Reyko mengangguk hampir bersamaan.
Mereka sedang mengadakan rapat sekaligus latihan hari pertama di gazebo lantai dua rumah Bhanu, sekitar pukul delapan malam seusai Khirani mengajar les si kembar. Bhanu cukup senang dengan keputusan Khirani mau bergabung di pertunjukan, meski dari tadi gadis itu terlihat datar seperti biasa. Bukan masalah, Bhanu sudah merasa senang.
Khirani mengeluarkan buku dari ranselnya, buku bertuliskan Classic Violin yang terlihat lecek karena mungkin dulu sering dibuka tutup oleh pemiliknya. Buku itu diletakkan di atas meja di depan Bhanu dan Reyko.
"Aku punya beberapa referensi piece. Setidaknya di buku itu aku pernah menulis lebih dari tiga puluh piece dari banyak lagu."
Reyko meraih buku itu kemudian membukanya, ia membulatkan mata ketika melihat isinya, "Wah, mmm... sepertinya aku punya sedikit masalah," ujar Reyko diiringi kekehan sungkan.
"Kenapa, Rey?" tanya Bhanu.
Reyko menunjuk buku Khirani, tepatnya ke susunan nada yang ditulis rapi berjejer tanpa satu pun kalimat, hanya ada not yang tergambar. "Aku nggak bisa baca not balok." Reyko terkekeh, merasa tidak enak. "Aku tahu notah tiap nada, tapi kalau dalam bentuk balok, aku nggak begitu paham."
"Membaca not balok itu materi dasar pemusik," ujar Khirani, "selama ini kamu membacanya dengan pendengaran aja? Kamu bisa menentukan nama nada tanpa melihatnya?"
Mata Reyko mengerjap, terkejut Khirani bisa menebaknya. "Kok tahu?"
Khirani mengangguk-angguk kecil, "Tala mutlak."
"Tala mutlak?" Bhanu membulatkan matanya, "apa itu?"
"Kemampuan orang memainkan nada tanpa melihat rujukan, hanya mengandalkan indra pendengarannya, dia bisa memainkan nada itu kembali tanpa bantuan apa pun. Mozart, Chopin, Bethoveen, mereka juga mempunyai tala mutlak. Charlie Puth, Mariah Carey, juga memiliki fenomena langka itu," tutur Khirani, jelas sekali ia senang membicarakan hal tentang musik.
Tala mutlak hanya dimiliki sedikitnya 0,5% dari populasi, fenomena pendengaran ini diyakini suatu bakat yang sudah ada sejak lahir. Walaupun pada dasarnya setiap orang berpotensi memiliki kemampuan langka ini dengan latihan.
Selain tala mutlak, ada sinestesia. Sinestesia adalah fenomena neurologis di mana otak menghasilkan persepsi berupa penglihatan, pendengaran, atau sensasi lainnya dari hal-hal yang biasanya tidak menimbulkan respon indra tersebut. Orang yang memiliki sinestesia mungkin melihat huruf C berwarna kuning atau kata 'hitam' terasa pahit di lidah. Dalam hal bermusik, seperti Pharrel William yang memiliki kemampuan melihat suara atau Lorde yang melihat warna dalam notah.
"Kamu benar," ucap Reyko dengan tersenyum getir.
Bhanu menepuk bahu Reyko, "Keren banget, tahu, Rey."
"Bakat hanya bakat, kalau nggak punya kesempatan untuk mengasah, ya, percuma," ujar Reyko dengans senyuman tipis dalam tatapan keputusasaan, "yok, lanjut. Kita harus pilih piece." Reyko mengalihkan arah pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gantari : The Song of Dream
Fiksi UmumKisah kehidupan Khirani Gantari yang nyaris sempurna, berubah drastis setelah ayahnya terkena skandal pembunuhan. Mental dan fisiknya dibantai hebat membuat Khirani yang ceria berubah menjadi sosok yang tak bisa disentuh siapa pun. Menjadi korban bu...