Matahari Yang Lain

1.2K 284 76
                                    

"Ini suami Kakak?"

Khirani mengangguk, masih ada sisa-sisa air mata yang belum sepenuhnya terhapus dari pipi. Dua pelupuknya pun masih memendam bendungan air yang kapan pun siap mengalir. Mereka sudah saling melepas rindu selama satu jam, hujan tangis bahagia bercampur rasa sesal dan sedih karena baru bersua dalam kata setelah hampir dua tahun tak saling bicara dan menatap.

"Halo, Adik Ipar. Udah bosen tidurnya?"

Diandra tersenyum, sementara Khirani melirik Bhanu dengan sinis.

"Seneng bisa lihat kamu sadar. Cepet pulih dan kembali jadi mermaid."

"Mermaid?" Diandra mengerutkan kening, tapi dengan senyum yang mengembang.

"Laut udah kangen mermaidnya, kamu harus berenang di sana, hm?" Bhanu menaik turunkan alisnya, pandangannya beralih pada Khirani, "Yang, aku mau ke markas, ada urusan. Nanti aku balik ke sini."

"Iya, hati-hati."

"Markas, Kak?"

"Hm. Markas tukang bubur. Mau dibawain bubur nanti? Tim bubur diaduk apa dipisah?" sahut Bhanu.

"Udah, berangkat sana." Khirani mendorong Bhanu untuk segera pergi.

"Oke. I love you." Bhanu mengecup pipi Khirani sebelum melambai ke Diandra dan keluar dari ruang perawatan. "See you..."

Di ruangan yang dulu dingin dan pengap dengan pilu, kini seperti tersinari matahari pagi yang menghangatkan. Khirani menggenggam tangan Diandra, mengusap-usapnya dengan pandangan syukur dan rasa tak percaya bisa merasakan tangan Diandra yang hangat, tak lagi dingin.

"Pasti sulit, ya, Kak? Melewati dunia sendirian."

Khirani menggeleng, "Banyak orang baik yang menemani Kakak melewati dunia."

"Maaf, ya, Kak. Karena aku—"

"Kalau tidak karena kamu, aku nggak akan baca novel-novelmu, aku nggak akan ketemu penulisnya dan menjadi istri penulis itu. Karena dia, Kakak bisa menghadapi dunia. Karena dia, Kakak bisa bertahan dan bisa menggenggam tanganmu sekarang." Khirani tersenyum tertahan dengan air mata yang mengalir.

Diandra menatap Khirani tidak mengerti, mencoba mengingat-ingat sesuatu tentang novel. "Dia Bhanu Brajasena?"

Khirani mengangguk.

Kedua saudari itu tertawa sambil menangis, Khirani berdiri lalu memeluk Diandra. Novel yang dibawa pulang Diandra adalah novel yang didapatkan dari seseorang di kereta, hari sangat berat pada saat itu dan orang asing memberinya novel tersebut. Sejak itu, Diandra menyukai novel karangan Bhanu Brajasena.

"Kata dokter kamu adalah keajaiban. Bukti dari kekuatan doa. Kakak yakin kamu bisa pulih dan bisa jalan lagi, hm? Kamu cuma harus terapi dengan rutin. Ya?"

Diandra tiba-tiba menangis, "Bahkan, setelah sadar dari koma. Aku masih menyusahkanmu."

"Nggak, Di, kamu sadar dari koma itu seperti rasa syukur yang nggak bisa Kakak tebus dengan apa pun. Kamu jangan khawatirin soal uang lagi. Kamu jangan khawatirin apa pun. Yang Kakak mau kamu cuma harus sembuh dan pulih, ya?"

Tangis Diandra semakin keras, rasa bersalahnya amat besar. Pula rasa syukur juga sama besarnya. Padahal yang sebenarnya terjadi dua tahun yang lalu adalah Diandra sengaja menabrakkan diri di jalan agar ia tak lagi menjadi beban untuk sang kakak. Namun, Diandra tak menyangka jika dirinya masih hidup sampai detik ini dan jauh lebih menjadi beban untuk kakaknya.

Ada rasa amarah dalam diri, tetapi waktu telah banyak terlewati. Diandra tak mau rasa syukur dan bahagia kakaknya menjadi buah benci dan kecewa. Diandra hanya perlu menjadi sembuh dan pulih untuk menebus itu semua. Karena kembali ia ke dunia, menjadi satu hal bahagia untuk kakaknya.

Gantari : The Song of DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang