8

560 65 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Raut wajah itu terselip garis tipis dibibirnya, hati penuh sesak itu semakin bergemuruh tak karuan. Namjoon, pria yang berulangkali tergores luka takdir yang mesti dijalani itu tak bisa lagi mengelak.

Foto-foto yang masih jelas tersimpan rapi dalam album kenangan, masa bayi sang putra hingga beranjak remaja tersusun rapi dan menenangkan.

"Ayah bahagia memiliki mu, ayah bersyukur Tuhan mempercayakan anak sehebat kamu pada ayah, Nak"

Satu tetes air mata itu jatuh tepat pada lembaran foto yang dirinya usap, menggenang memantulkan luka dan kesedihan.

"Kalau saja ayah bisa meminta pada Tuhan, ayah rela menukar apapun asalkan anak ayah bisa hidup lebih lama. Biarkan saja nyawa ayah sebagai gantinya"

Bagaimanapun Namjoon tetap manusi lemah, tangisnya terkurung di balik kata laki-laki. Namun kini biarkan sedikit saja hatinya meminta hak untuk menunjukan diri, setidaknya sedikit menyembuhkan luka oleh lelehan air mata.

"Maafkan ayah, ayah belum bisa mewujudkan segala harapanmu"


°°°

"Seojong, bukannya hari ini kau menemui anakmu itu kan?"

"Hm, tapi sepertinya tidak sekarang"

"Lah? Kenapa?"

"Besok kita ada acara diluar kalau kau lupa, dan mungkin disana aku bisa membeli sesuatu untuknya"

"Ahiya, tapi lebih baik sekarang saja. Takutnya besok kita tidak keburu, jadwalnya masih belum ada kepastian"

"Tidak apa, ada yang harus ku beli disana. Setidaknya aku membawakan sesuatu yang dia suka"

"Apa? Kita hanya ke daerah sekitar sini bukan keluar negeri, Seojong"

"Hm, maka dari itu. Jadi tidak lama kan?"

"Yasudah, terserahmu saja"

°°°

Pagi ini Jungkook yang menemani Taehyung, memberi waktu pada ayahnya untuk sedikit menenangkan diri dan beristirahat.

Kegiatannya akan bermula dari cerita bagaimana dia beraktifitas, bercerita kesana kemari sampai dirasa tak ada lagi yang bisa dia sampaikan barulah sesekali menyanyikan lagu ringan untuk adiknya.

Tatapan hangat itu berubah sendu, digenggamnya tangan dingin itu dengan hati-hati.

"Adek gak kangen kakak, yaa?"

Jungkook sadari bahwa kini semakin terasa perubahan pada adiknya itu, semakin hari semakin terlihat berbeda.

Kulit pucatnya semakin kentara, wajah tirus berhias bibir kering tanpa rona terjejal selang masuk kedalamnya.

Jungkook meringis, ikut merasa sakit pada tenggorokannya.

"Ini pasti sakit. Sabar, yaa, Dek"

Andai saja Jungkook tahu bahwa lawan bicaranya itu bisa mendengar semua penuturan yang dia sampaikan, menikmati setiap sentuhan dan kata penyemangat untuknya. Menenangkan segala kegelisan dan ketakutannya hanya denga suara yang dia dengar, suara Jungkook sang kakak.



"Maaf, Kak. Sepertinya adek tidak bisa melawan semuanya seperti dulu. Adek lelah sekali kali ini, tidak apa kan kalau adek tidur lebih lama?"











Mungkin di book ini feel nya kurang dapet, tapi aku usahain selesai dengan baik. Kalau berhenti sampe sini kan sayang, udah ngabisin waktu sia-sia.. jadi

Terima kasih yang masih setia dan dukung cerita ini 🥰



See you 😘

07/10/22






HOPE  *lengkap*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang