-10-

158 26 3
                                    

Seokjin membuka matanya.

Lalu dia menyipit matanya karena silauan lampu. Dia juga sesekali memegang kepalanya.

Kemudian dia melihat sekeliling, ternyata dia masih di istana keluarga Kim.

Seokjin juga baru menyadari kalau dia berada di kasur dengan selimut menutupi tubuhnya.

"Kenapa aku bisa disini?" Gumam Seokjin.

Lalu, dia mulai mengingat kejadian tadi.

Dia terkena tiang lampu.

Memeluk Woobin.

Dan bayangan itu.

"Bayangan tadi. . . Apa jangan-jangan tadi aku pingsan?" Gumamnya.

Saat Seokjin ingin bangun, tiba-tiba dia merasakan nyeri di punggungnya dan dia tiduran lagi karna badannya juga masih lemas. Mungkin karna terkena tiang lampu, jadi nyerinya terasa banget.

"Nyeri banget punggungku, aish." Gumamnya.

"Anda sudah bangun?"

Seokjin menoleh, dan melihat seorang tabib yang baru saja datang.

Tabib itu menghampiri Seokjin, lalu memegang tangan Seokjin. "Apakah anda masih merasa nyeri di punggung?" Tanyanya.

Seokjin mengangguk, "Iya, saya masih merasa nyeri di punggung."

Tabib itu mengangguk paham, "Sebentar lagi akan hilang, saya tadi sudah beri ramuan alami dan dioleskan ke punggung anda agar tidak semakin parah." Jelas tabib itu.

Seokjin mengangguk, "Terima kasih banyak."

"Tidak masalah. Oh iya, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Boleh, ingin bertanya apa?"

"Apakah anda sering meminum obat penenang atau obat tidur?"

Seokjin terdiam. Dia nggak tahu harus jawab apa. Karena memang benar, dia terus menerus minum obat penenang atau obat tidur.

"Benarkah?"

Seokjin akhirnya mengangguk, "Benar. Saya sering meminum kedua obat itu."

Tabib itu duduk di samping Seokjin, "Kenapa anda meminum obat itu? Anda pasti tahu kan kalau minum obat-obatan itu bisa mengancam nyawa anda?"

Seokjin menghela nafas, "Saya tahu, cuman saya minum obat itu karena saya mengalami mimpi yang aneh terus dan sejenis bayangan yang saya sendiri gak tahu itu apa."

"Bisa kau jelaskan?"

"Aku sering mendapat mimpi dan bayangan itu, yang dimana aku nggak tahu itu apa. Aku juga bingung harus menjelaskannya gimana. Bisa dibilang, itu adalah mimpi masa lalu."

Tabib itu mengangguk paham, "Bisa saja itu petunjuk. Jika kau merasa aneh atau apapun yang sedang kau pikirkan, siapa tahu mimpi dan bayangan kamu itu adalah sebuah petunjuk."

Seokjin terdiam, dia sesekali memikirkan sembari mendengar perkataan sang tabib.

"Intinya, kau jangan sering mengkonsumsi obat itu. Itu bisa mengakibatkan hilangnya nyawa kamu nanti. Kalau bisa kau berhenti meminum itu." Ucap Tabib.

"Akan aku usahakan." Ucap Seokjin.

"Baiklah, kau istirahat saja. Saya izin keluar." Ucap Tabib itu. Dan dia langsung keluar dari kamar itu.

Seokjin menghela nafas, lalu dia menatap atap kamar yang terdapat lampu gantung yang besar sekali.

Mata mungkin menatap lampu itu, tapi otaknya sedang bekerja mencerna perkataan Tabib itu tadi.

"Petunjuk?"

-

"Gimana kondisi hyung saya?" Tanya Soobin saat melihat Tabib yang menghampiri mereka setelah dia menemui Seokjin.

"Dia sudah siuman dan juga dia tidak apa-apa. Mungkin dia masih akan merasakan nyeri di punggungnya, tapi itu tidak akan lama. Dan saat ini dia sedang istirahat." Jelas Tabib itu.

"Boleh saya bertemu dengan hyung saya?" Tanya Soobin lagi.

Tabib itu menggeleng, "Sebaiknya jangan dulu. Biarkan dia istirahat dulu. Takutnya jadi terganggu."

Jiwon mengangguk setuju, "Yang dikatakan Tabib itu benar. Biarkan dia istirahat dulu ya."

Soobin akhirnya mengangguk paham, "Baiklah. Terima kasih banyak."

Tabib itu mengangguk, "Tidak masalah. Sudah jadi tugas saya untuk mengobati orang sakit. Kalau begitu saya pamit dulu ya, kalau ada apa-apa bisa panggil saya."

Jiwon mengangguk, "Sekali lagi terima kasih." Dan Tabib itu langsung pergi.

"Soobin, sebaiknya untuk sementara kau tidur disini dulu." Tawar Namjoon.

Soobin menggeleng, "Aku gak bisa, hyung. Takutnya Eomma ku gak ada temannya."

"Lagipula ini sudah malam, dan Seokjin pasti masih sakit. Tidak apa-apa, kau tidur sini saja ya. Nanti biar kita bikin surat izin untuk Eomma mu." Jelas Woobin.

Soobin mau nggak mau mengangguk, dia juga gak bisa ninggalin hyungnya juga. Walau dia juga mengkhawatirkan ibunya.

"Bagus kalau begitu. Hey kamu sini." Panggil Jiwon pada salah satu pembantunya.

"Ya yang mulia?"

"Tolong antarkan dia ke kamar tamu, tepatnya di samping kamar yang sedang dipakai sama Seokjin, ya." Perintah Jiwon.

Pelayan itu mengangguk, "Baiklah, mari saya antarkan kamu."

Soobin mengangguk dan dia langsung mengikuti pelayan itu.

"Baiklah, sebaiknya kalian istirahatlah." Ucap Woobin.

Namjoon dan Taehyung mengangguk, "Kalau begitu kita ke kamar dulu ya, selamat malam." Ucap Namjoon dan mereka berdua langsung pergi ke kamarnya.

"Ayo sayang, kita ke kamar." Ucap Woobin.

"Kau duluan lah, aku akan menyusul." Ujar Jiwon.

Woobin mengangguk, dan dia langsung pergi ke kamarnya.

Kini tinggal Jiwon saja di ruangan itu.

"Sebaiknya aku melihat keadaan Seokjin dulu." Ucapnya dan dia langsung pergi ke kamar Seokjin.

Sesaat dia sudah sampai, tepat di pintu kamar itu. Jiwon sedikit terdiam.

Setelah itu, dia membuka pintu itu. Dan saat sudah membuka, dia melihat Seokjin yang sedang tertidur pulas.

Jiwon mendekati Seokjin secara perlahan, lalu dia melihat wajah Seokjin lekat.

"Wajahnya. . . Dia begitu mirip dengan anakku."

"Bahkan saat tidurnya, hampir mirip dengan dia. Baby facenya, sangatlah mirip."

Jiwon memgusap rambut Seokjin perlahan.

"Kenapa saat aku mengusap rambut dia, aku seperti mengusap rambut anakku ya." Ucap Jiwon.

Jiwon sedikit terkejut saat Seokjin mengubah posisi tidurnya.

Dan saat itulah.

Jiwon membulat matanya.











































































"Seokjin. . . . mempunyai tanda lahir di lehernya? Bagaimana bisa?"

TBC

Jangan lupa vote and comment!
See you!

Who I Am? | Kim Seokjin (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang