Prolog

912 40 8
                                    

Danau Cibubur ( bumi perkemahan putra )

Semilir sejuk angin yang berhembus diantar sela-sela pepohonan yang menghiasi pinggir danau. Guguran dedaunan kering berhamburan, berserak diantar tanah dan juga kursi-kursi tempat setiap insan menikmati gemercik danau. Airnya nampak semakin dangkal karna hujan yang tak kunjung tiba.

Aku duduk disebatang akar pohon besar yang mencuat ke bumi, memandang sesosok wanita cantik yang sedang duduk di kursi, dedaunan kering yang menerpa dirinya tak ia hiraukan. Tubuhnya gelisah, memindah-mindahkan posisi duduknya. Dia adalah Via kekasihku sejak tiga tahun. Aku mengenalnya saat perusahaan tempatku bekerja menjalin kerja sama dengan perusahaan tempat ia bekerja.

Kami saling berhubungan untuk membicarakan kerja sama antar perusahaan kami, saling mengunjungi perusahaan masing-masing hingga makan siang bersama sebagai bentuk formalitas mitra perusahaan. Dari situlah tumbuh benih cinta antara kami berdua, satu tahun mengenalnya, kuberanikan diri untuk menyatakan cinta disebuah atap gedung mall di Jakarta.

Sempat beberapa kali aku ajak dia menikah, tetapi dia selalu merasa belum siap, walaupun usianya kini sudah menginjak 26 tahun sedangkan diriku 2 tahun lebih tua darinya. Dia selalu beralasan jika dia sedang menunggu sesuatu, entah apa itu tapi dia berjanji akan memberitahunya.

Hingga tadi pagi ia memintaku mengantarkannya ke danau ini, lalu dia menyuruhku memperhatikannya dikejauhan. Dan dia berpesan jangan melakukan apapun tentang apa yang nanti akan disaksikannya, tapi jika aku ingin pergi dari tempatku melihatnya, dia mempersilahkan. Entah apa itu aku hanya bisa menunggu.

Setengah jam aku melihatnya duduk di pinggir danau, sampai seorang pria datang menghampirinya lalu duduk di sampingnya. Mereka saling bertatapan tanpa ada gerakan bibir dari kedua orang itu, lalu pria itu mengeluarkan sebuah benda berbentuk kotak yang berhias pita dari saku bajunya. Diserahkan benda itu kepada kekasihku, dengan tangan yang nampak bergetar Via menerima pemberian pria itu.

Dengan perlahan dibukanya kotak itu, entah apa isi pemberian pria itu, dan terlihat gerakan bibir pria yang memberinya kado, mengucapkan sebuah kalimat. Aku tak tahu kalimat apa yang dikatakan, tapi reaksi Via yang sangat menyesakkan hatiku, Via langsung memeluk erat pria itu, terlihat tubuhnya menahan getar tangis yang mengalun di dadanya. Terlihat pula air mata mulai mengalir membelah pipinya.

Sakit, itulah yang kurasakan tapi aku tidak ingin berburuk sangka dahulu. Mungkin saja itu adik atau kakaknya yang lama tak ia jumpai, walaupun terlalu janggal bila dua orang saudara bertemu di tempat seperti ini. Bukankah mereka bisa bertemu di rumah, atau di tempat kedatangan pria itu, seperti bandara atau stasiun atau terminal. Ingin rasanya kupergi dari tempatku menyaksikan mereka bercengkraman, tapi rasa penasaranku membuat tubuhku berat untuk kuangkat dan pergi.

Setelah beberapa saat berada dalam suasana tangis diantara peluk, kini mereka melepaskan pelukannya. Dan dapat kulihat mereka saling berbicara, wajah Via nampak sumringah kali ini, air matanya perlahan menjadi kering. Pria itu menggenggam erat kedua tangan Via, bercerita tentang sesuatu yang menyenangkan, tapi ah entahlah yang jelas mereka berdua nampak gembira.

Tak terasa sudah satu jam mereka asik bencengkraman, saling pandang, saling berbagi ucapan, saling tertawa. Tiba saatnya pria itu berdiri, lalu mengecup kening Via dan pergi setelah mengucapkan beberapa kata penutup. Bagai tersayat angin puyuh romel yang tanpa peringatan mencabik-cabik setiap mili hatiku, bahkan jasadku mendadak sibuk menarik rohku yang hampir melayang jauh. Sumsum tulangku serasa habis terhisap tak mampu menggerakan satu sendiku.

Via yang masih berdiri menatap pria yang perlahan menjauh dari pandangannya hingga bayangannya tak terlihat lagi. Saat pria itu telah hilang dari pandangannya, Via menoleh kearahku. Pandanganku kosong kearahnya, menantikan apa yang nanti akan ia ucapkan padaku, menantikan jawaban atas apa yang baru saja terjadi.

Pria Suram & Gadis BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang