Gak Guna, Gak Ngaruh, Gak Ngefek

431 15 0
                                    

Suatu malam di rumahku

Aku masih duduk terpaku menatap layar kaca, menonton film bersama Shina. Entah apa yang membuatku menonton film selarut ini bersama Shina, sejak pulang dari rumah Ica. Mungkin saja aku sedang.....

" Cieeee yang lagi bambang " ledek Shina

" Bimbang bodoh " ucapku kesal. Ah benar aku sedang bimbang, dan Shina dapat memahamiku bahkan saat dia sedang berteriak menyaksikan adegan demi adegan dalam film.

" Lagi pula apa sih yang dibimbangin, kalau dia cerai dengan suaminya, apa kamu ingin mendapatkan bekas. Air mineral yang dijual 3000an aja ada bacaannya jangan diterima bila segelnya rusak. Apalagi seorang wanita yang akan mendampingi sisa hidupmu, masa kamu mau sama yang segelnya rusak " ucapnya.

" Bukannya kamu yang awalnya menyuruhku mencoba mendekatinya waktu direstoran " ucapku mencoba menyalahkannya.

" Kamu tuh ya selalu menyalahkan aku untuk hal ini, saat itu kan aku belum tahu statusnya, sebenarnya kamu tuh bodoh banget " ucapnya.

" Aku lulus S1 " sahutku datar.

" Mungkin kalau ada pelajaran yang bernama kehidupan, dan kamu diberikan 10 soal, aku gak yakin kamu bisa menyelesaikan semuanya, bahkan 100 % aku yakin kamu akan salah 11 " ucapnya seraya memandangku.

" Kamu tahu apa kesalahan kesebelasmu ? " tanyanya dengan sorot mata yang sangat menusuk pandanganku. Dan aku hanya menggelengkan kepala saja.

" Kamu salah menulis kolom nama " ucapnya, aku hanya diam mematung coba meresapi perkataannya yang sulit kupahami. " kolom nama dalam pelajaran kehidupan adalah jati diri, dan kamu telah salah menulis jati dirimu di kehidupan ini, kamu salah bersikap dalam memaknai apa yang sekarang kamu alami " ucapnya kembali seraya menunjuk-nunjukkan telunjuk lentiknya kearah keningku, walaupun jarinya itu menembus keningku tapi aku reflek berusaha menghindari jarinya.

Jati diri, ya sepertinya aku kehilangan jati diri sejak Via memutuskan berpisah denganku. Dan tadi sore aku salah bersikap saat bertemu kembali dengan Ica. Aku terdiam untuk beberapa saat, sedangkan Shina kembali melanjutkan film yang sudah terlewatkan beberapa menit. Aku tatap wajah Shina yang serius dengan tontonannya, seorang yang terkenal, ah tidak maksudku roh dari seorang yang terkenal sekarang sedang berada di sampingku. Andai dia bukanlah sosok yang terkenal, dan juga bukan sosok bayangan, mungkin saja saat ini dialah yang akan kudekati. Tapi jika itu terjadi, bagaimana mungkin aku bisa bertemu dengannya.

Hidup ini dipenuhi dengan kebetulan, ah tidak maksudku takdir yang dibuat sedemikian rupa oleh Tuhan hingga menyerupai suatu kebetulan. Ya kebetulan saja ponsel jadul Via bisa diperbaiki setelah jatuh dari lantai 5 kantornya, padahal orang yang menservis ponselnya sangat pesimis jika itu bisa diperbaiki. Dan hampir-hampir saja aku belikan dia ponsel yang baru pengganti jika ponsel jadulnya tak dapat diperbaiki. Tapi karna kebetulan itu ponselnya membunyikan pengingat akan janjinya kepada kekasihnya dahulu, janji 8 tahun yang mungkin tidak semua orang dapat menepatinya.

Dan takdir yang diserupai kebetulan lainnya ialah bertemu dengan gadis bayangan di rumah sakit. Andai saat itu aku tidak latah untuk menengok dua sosok yang sama, tidak mungkin Shina mengejarku karna rasa herannya. Dan kini sosok astral itu telah berteriak, pecicilan bergerak kesana kemari menonton film di rumahku, membuat tv LED 42 inch-ku harus bekerja 24 jam nonstop dalam sehari.

Oh iya, untuk Ica, entah takdir yang bagaimana yang akan aku alami bersamanya. Tapi satu yang jelas, kecupan serta kuluman lidahnya masih terasa lembut membekas di kedua bibir serta rongga mulutku.

****

Satu bulan lebih aku bertemu dengan sosok bayangan, seorang wanita cantik yang Cuma aku yang bisa melihat dan mendengarnya. Sosok yang membuatku terlihat gila di depan orang yang pernah memergokiku berbicara dengannya. Dan aku jadi semakin akrab dengan gadis gentayangan itu, dia mulai menceritakan tentang kehidupannya menjadi pianis ternama. Ternyata kehidupan seorang seniman terkemuka itu, tidaklah seenak yang aku bayangkan. Dia bercerita bagaimana rasanya dikejar date line oleh label yang menaunginya, agar segera merilis album. Lalu jadwal padat yang membuat dia harus menahan rasa sakit di badan.

Pria Suram & Gadis BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang