Chapter 06

96 18 4
                                    

Hanya jika kita benar-benar mengetahui dan memahami bahwa waktu kita di dunia ini terbatas dan kita tidak pernah tahu kapan waktu kita habis, barulah kita akan mulai menjalani setiap hari semaksimal mungkin, seakan-akan kita hidup hanya untuk satu...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya jika kita benar-benar mengetahui dan memahami bahwa waktu kita di dunia ini terbatas dan kita tidak pernah tahu kapan waktu kita habis, barulah kita akan mulai menjalani setiap hari semaksimal mungkin, seakan-akan kita hidup hanya untuk satu hari itu.

(Elizabeth Kubler-Ross)

💚💚💚

Bai Yutong membanting pintu kantornya. Menutup diri dari dunia luar. Kekacauan, dan -- Bai Chi.

"Yutong ge! Dengar!"

Blammm!

"..........."

Bai Chi melongo saat pintu ditutup keras tepat di depan hidungnya.

"Astaga, apa yang membuat dia begitu frustasi?" Menggaruk dagunya, ia memelototi pintu sejenak dan berbalik pergi membawa banyak prasangka di hati.

Bai Yutong menempatkan diri di kursi putar. Menghadap ke jendela kaca besar lewat mana ia bisa menikmati keindahan London dengan sungai Thames yang membelah kota.

Pemandangan indah selalu sama, namun mata yang memandang sewaktu-waktu bisa berbeda. Hari ini di matanya, semua keindahan terlihat suram.

Ini hari terburuk dalam hidupku, batinnya lesu. Seperti yang sudah ia pikirkan ribuan kali semenjak tiga bulan terakhir setelah kepergian sang ayah. Semua urusan perusahaan perlahan berubah berantakan, dan tidak banyak yang bisa diperbuatnya. Yutong sudah berusaha. Pengalaman juga tidak terlalu buruk, hanya orang-orang lain yang memiliki kepentingan dan berhati busuk itulah yang jauh lebih cerdik dan keji.

Terkadang dia ingin pergi, sendiri, jauh dari kenyataan. Nyatanya semua beban yang melanda hati dan pikirannya tidak bisa ia tunjukkan pada siapa pun. Dia menarik nafas dalam-dalam, menghirup masalahnya, kesedihannya, dan rahasia buruk perusahaan.

Tapi tak ada yang dihembuskan keluar selain udara. Semua perasaan terkunci di dalam, ia mendekapnya erat hingga masalah akhirnya menggerogoti jiwanya perlahan-lahan, sedikit demi sedikit.

Siang itu dia menghadiri rapat penting yang cukup privat dan menemukan kenyataan buruk yang menghempaskan semangat dan harapan indah terhadap diri sendiri. Pemikiran bahwa dirinya anak yang tidak berguna semakin memperburuk suasana. Akhirnya, setelah ia menghabiskan beberapa jam lagi di kantor, Bai Yutong pergi mengemudi seorang diri. Terus menerus menghindari Bai Chi yang selalu merasa cemas untuknya.

Pukul sebelas malam, mungkin lebih, Bai Yutong terdampar di antah berantah. Mengunjungi bar demi bar yang dia pilih secara acak. Minum-minum bersama orang-orang putus asa dan kesepian lainnya. Penampilannya yang elegan menarik beberapa pasang mata gadis cantik, namun ia tidak peduli.

Musik bernada marah terdengar hingar bingar, menembus dinding dan sampai ke jalanan. Tak ada yang peduli. Semua orang hanya memikirkan masalahnya sendiri, termasuk Bai Yutong. Seberapa banyak pun minuman keras yang dia alirkan ke dalam tubuh, tampaknya tidak bisa membuang masalah dari benaknya. Semua itu tetap saja menggerogoti pikiran dan menyakitinya sedalam apa pun ia membenamkan diri dalam kegilaan mabuk atau perasaan melayang yang semu. Dia selalu kembali melihat hari buruk di depannya dan ia mendesah frustasi, merasa tidak siap.

𝐃𝐞𝐚𝐫 𝐒𝐭𝐫𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang