Semua itu dimulai satu pekan setelah kematian sang ayah yang mendadak. Bai Yutong mungkin pintar dan cerdas tetapi dia belum memiliki banyak pengalaman memimpin satu perusahaan ataupun mengambil keputusan penting. Dalam satu perjanjian bisnis, ia menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam masalah setelah ada beberapa kejanggalan dalam investasi tersebut. Dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan bahwa perusahaan dalam masalah. Perkembangan semakin memburuk dari waktu ke waktu dan ia tidak ingin melibatkan keluarganya. Baiklah, dia akui bahwa dia memang sedikit ceroboh dan naif. Kini semua telah sampai ke tahap ini, dan ia tidak butuh waktu lama untuk tenggelam dalam frustasi, memutuskan bahwa jika ia mati maka masalah akan selesai.
Namun kini, tatapan simpati Zhan Yao dan kesungguhan yang dia lihat di mata Bai Chi, Yutong merasa bahwa ia semakin terjerat penyesalan dan merasa sangat gagal. Semuanya tidak menjadi lebih baik. Batinnya masih sangat tertekan.
“Kau butuh seorang teman, Yutong.” Dia merasakan tangan Zhan Yao semakin erat menggenggam jemarinya.
“Setelah mendengar kabar sebenarnya, aku sungguh ingin menangis. Kau memikirkan semua masalah seorang diri.”
Yutong masih terbaring lemas. Di sisi lain, Bai Chi masih sedikit shock dan tidak percaya.
“Sekarang kau pulihkan dulu kesehatanmu. Kita akan bicarakan ini lagi nanti saat kondisimu sudah membaik. Aku pergi dulu.”
Kata-kata Bai Chi tidak menyerap dalam benak Yutong. Pikirannya tidak fokus. Dia hanya mendengar pintu kamar yang ditutup setelah sepupunya melangkah ke luar.
Zhan Yao masih duduk di sisinya, menemani dalam keheningan detik demi detik yang terasa sangat lama.
“Aku merasa sangat payah. Sebaiknya kau tinggalkan aku sendiri. Menatapku seperti ini, kau membuatku malu.”
Kata-kata Yutong menjadikan Zhan Yao kebingungan. Mungkin sikapnya terlalu lancang dan sebagai seorang asing yang baru saja menjadi teman, perhatiannya agak berlebihan.
“Jika kau ingin tidur, aku tidak akan mengganggumu.” Zhan Yao melepaskan genggaman tangannya pada jemari pucat Yutong.
“Aku akan kembali sore nanti. Kalau kau tidak keberatan,” lanjutnya.
Yutong menatap wajah pria cantik itu yang menyejukkan mata. Terlalu malu untuk mengakui bahwa kehadiran Zhan Yao sejujurnya menghadirkan kehangatan dalam hatinya. Perasaan familiar yang pernah singgah di awal perjumpaan mereka yang pertama, dalam insiden konyol di jembatan Twickenham. Yutong ingin tersenyum, tetapi hanya seringai pahit yang terukir di bibirnya. Dengan enggan, ia pun mengangguk.
Apa yang harus kulakukan? Apakah aku benar-benar harus meninggalkan dia sendiri dalam kesedihan?
Zhan Yao bertanya-tanya dalam hati. Dia berdiri dari duduknya, kakinya hendak berbalik pergi, tapi tangan Yutong terulur dan menyentuh pergelangannya. Zhan Yao menoleh, ingin kembali duduk di sampingnya, dan memegang tangannya hingga ia bisa tertidur dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐞𝐚𝐫 𝐒𝐭𝐫𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫
FanfictionSemuanya berawal dari insiden pagi hari di jembatan Twickenham. Zhan Yao bertemu dengan pemuda asing dalam satu momen tak terduga dan setelah itu ia tidak bisa melupakannya. Tiga bulan kemudian dia bertemu kembali dengan pemuda asing itu, memergoki...