Chapter 09

38 3 2
                                    

Saat kau tidak melihat arah tujuan, tutuplah matamu, dan kau akan melihat cahaya petunjuk dari langit.
Ubahlah takdirmu sendiri, miliki keberanian, dan terus melangkah ke depan. Mungkin akan ada seseorang yang mengikuti jejak langkahmu, seseorang yang dekat di hati, tanpa kau sadari ...
Penuhilah duniamu dengan banyak warna.

💙💙💙

Hari yang telah disepakati untuk melarikan diri pun tiba. Sehari setelah dia keluar dari rumah sakit, Bai Yutong mengemas beberapa setel pakaian, dan barang-barang favoritnya dalam satu ransel dan koper kecil. Entah cukup atau tidak, dia tidak terlalu peduli. Yang penting adalah membawa sejumlah besar uang. Dia masih memiliki simpanan yang tidak diketahui oleh siapa pun, dan khusus akan ia gunakan untuk kepentingan pribadi. Saat suasana rumah sedang sepi, dan mamanya tengah menghadiri sebuah acara, Bai Yutong meletakkan sehelai catatan di meja rias sang mama lalu menyelinap ke luar dan pergi menuju alamat apartemen Zhan Yao dengan taksi.

Bagi Zhan Yao, situasinya lebih mudah lagi. Dia tinggal sendiri di apartemen mungilnya, tanpa khawatir diawasi. Sesekali pamannya masih menghubungi, tapi tidak ayahnya. Sepertinya pria tua itu masih marah.

Mereka bertemu di sebuah kafe dekat taman menjelang sore.
"Aku tidak percaya aku melakukan ini." Bai Yutong tersenyum menghampiri sosok pemuda yang melambai padanya. Wajah Zhan Yao tidak kalah cerah, dan sinar matahari yang membiaskan warna jingga menyapu sisi wajahnya yang halus.

"Kau sudah membawa pakaian dan barang-barangmu?" Zhan Yao mengawasi bagaimana Bai Yutong meletakkan koper kecil di kursi yang masih kosong.

"Tidak perlu membawa banyak barang. Kita bukan anak gadis yang akan pergi kemping, bukan?"

"Uhm, yah. Kau benar. Setidaknya kau membawa pakaian dalam sendiri. Jangan pinjam punyaku," kekeh Zhan Yao.

"Aish, kau nakal juga." Yutong balas tertawa.

Mereka memesan dua cangkir mocaccinno untuk menemani sore yang indah. Dari tempat duduk mereka yang berada di ruang terbuka, pemandangan taman bisa terlihat jelas dan bagaimana suasana yang menyenangkan mengelilingi dan menyerap ke dalam jiwa keduanya. Terkadang berada di tengah orang-orang tak dikenal, hanya menikmati bagaimana waktu bergulir di tengah kegembiraan dan tawa orang asing, akan memberikan kesenangan tersendiri. Kedua pemuda itu perlahan-lahan semakin rileks, dan mengamati beberapa remaja yang tengah bermain gitar di taman, ataupun anak-anak bermain bola. Orang-orang dewasa sibuk mengantri burger dan minuman di stand makanan.

"Sayang sekali suasana sehangat ini akan segera berubah begitu matahari terbenam," gumam Zhan Yao. Dia pernah mengunjungi tempat ini pada suatu hari di masa lalu dan mendapati bahwa suasana taman berubah agak sepi di malam hari.

"Memangnya kenapa kalau matahari terbenam?" Bai Yutong menatap pucuk-pucuk pohon birch jauh di seberang taman.
"Kita bersama-sama, bukan?"

Dari tepi cangkir kopinya, Zhan Yao melempar senyuman yang paling menawan. Sesaat, tatapan Yutong terkunci pada senyum itu. Kian menyadari keindahannya, seketika hatinya meleleh. Dia ingin melihat senyum itu lagi, dan untuk itu, ia harus tetap hidup dan bernapas.

"Setidaknya, kita bisa mencoba menemukan harapan baru," lanjut Yutong setelah beberapa saat termangu. Tangannya bergerak memutar cangkir kopinya.
"Atau mungkin sebaliknya, kita hanya mengisi waktu yang tersisa untuk merangkai momen-momen indah sebagai kenangan terakhir." Yutong meneruskan setelah helaan nafas panjang. Pangkal alisnya berkerut sewaktu tatapannya menantang sinar matahari sore. Dia sempat memikirkan bahwa mati secara sporadis adalah tindakan keren yang akan mengakhiri masalahnya dan juga mengejutkan semua orang. Namun saat ia mengucapkannya kali ini, meski terdengar biasa saja, sejujurnya ia merasakan sebersit keraguan. Dia tidak yakin apakah setelah menghabiskan waktu bersama pemuda cantik ini, ia masih ingin mati.

𝐃𝐞𝐚𝐫 𝐒𝐭𝐫𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang