CHAP. 12 : Warning Alert Untuk Wanita Yang Bernama Jessica

657 39 0
                                    

Aku pulang ke rumah memakai taksi, pukul 18.00 aku sampai di rumah. Begitu masuk rumah, aku langsung meletakkan bungkusan makanan yang dibeli di Mal. Aku memberikannya pada Mbak Tini.

Setelahnya, aku naik, sebelum masuk ke kamarku, aku melirik ke sebelah, kamar Remy. Aku ingin mengetuk, tetapi aku bingung ingin bicara apa? Apa yang harus aku tanyakan?
Karena, kita setuju bahwa tidak akan mencampuri urusan masing-masing.

Akhirnya, urung. Aku langsung masuk kamarku dan mandi. Semoga pikiranku akan tenang lagi setelah mandi.

Waktunya makan malam, aku turun. Mbak Tini sudah menyiapkan menu makan malam di atas meja.

"Non Olga makan aja, enggak usah nunggu Mas Remy," Mbak Tini.

"Kenapa?"

"Mas Remy pergi, katanya pulang malam."

"Kemana Mbak?"

"Enggak tahu. Mas Remy ngomong gitu aja, tadi siang telepon saya."

Aku hanya mengangguk.

"Oiya, Non. Tadi ada kucing dikirim dari temannya Mas Remy, namanya Mas Jimmy. Kucingnya hadiah buat Non Olga, katanya," Mbak Tini memberitahu.

"Kucing? Jimmy? Saya enggak kenal Mbak!" Aku.

"Iya, Mas Jimmy masih di Australia saya dengar. Dia teman dekatnya Mas Remy, Non."

"Kucingnya mana?" Aku.

"Di belakang, Non. Besok siang mau dimandiin."

Mbak Tini kembali ke belakang. Malam ini, aku makan sendirian. Ada sesuatu di hatiku, yang-rasanya-tidak-nyaman.

Selesai makan, aku langsung ke kamarku. Berusaha menyibukkan diri, agar tidak fokus ke Remy. Entah kenapa, akupun bingung dengan perasaanku.

Jangan bilang, kalau aku mulai menyukai Remy, kan?

Aku langsung menggelengkan kepala dengan cepat. Menolak pemikiran aneh macam itu!
Aku mendapat pesan wa dari Om Alfian, beliau meminta sejumlah uang. Katanya untuk usahanya.

[Olga, kamu udah ngelupain Om, ya? Jangan sombong Olga. Kalau sedang ada rezeki, lebih baik berbagi. Apalagi Om kan masih keluarga kandung kamu. Kalau memang mau berbagi, kamu bisa transferin ke rekening om. Masih disimpan, kan nomor rekening om?] pesan dari Om Alfian.

Aku langsung mentransfernya sejumlah Rp. 25Juta.

Bukan takut dengannya, tetapi aku malas berkonflik dengan orang seperti dia. Memang benar ya? Jika banyak uang, semua orang akan menganggap kamu saudaranya. Padahal, dulu, Om Alfian tidak mau menganggap aku keponakannya, saat ia tahu kalau orangtuaku meninggalkan hutang yang begitu banyak.

Sekitar pukul 23.30, aku mendengar pintu kamar Remy terbuka. Aku yakin itu Remy. Aku langsung keluar dan berencana ke kamarnya.
Begitu aku membuka kamarnya, Remy sedang membuka kaosnya. Dan, dengan tidak tahu malunya, aku menatap perut kotak-kotak milik Remy.

Ya Tuhan!

"Kalau masuk, ketuk pintu dulu!" Remy membuyarkan khayalanku.

"Emm, kamu darimana?" tanyaku.

"Kenapa?"

"Kok, tumben, pulang malam?" Aku.

"Aku habis ketemu teman."

"Ooo ... perempuan atau laki-laki?"

"Kenapa kamu mau tahu?" Remy menghampiriku.

"Yaaa, aku harus tahu, dong! Kamu, kan suami aku! Nanti kalau teman papa lihat kamu jalan sama perempuan sampe malam gini, gimana pandangan orang tentang kamu?"

I LOVE (MONEY)OU! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang