CHAP. 19 : Honeymoon Yang Panas

790 40 5
                                    

Pagi ini, kami terbang ke Bali. Tentunya dengan private jet milik papa mertuaku yang secara otomatis juga milik suamiku.
Suamiku? Ahay!
Maksudku, Remy. Remy, kan suamiku!
Enggak salah, ya?

"Kamu kenapa?" tanya Remy.

Aku hanya menggeleng masih dengan mata terpejam. Aku menyelimuti diriku, dari ujung kaki hingga kepala. Rasanya aku mau tidur saja seharian. Tubuhku rasanya tidak enak.

"Kamu sakit?" Remy masih bertanya.

"Enggak, kok."

Remy sepertinya tidak percaya, ia menempelkan punggung tangannya pada keningku beberapa saat lalu ke leherku. Memastikan kalau suhu tubuhku normal atau tinggi.

Aku langsung menepiskan tangannya saat ia menyentuh leherku.

"Geli! Jangan pegang leher aku, dong!" Aku mendelik tajam ke arahnya.

"Aku, kan mau cek suhu tubuh kamu."

"Iya, tapi enggak harus pegang-pegang leher aku! Kamu sengaja ya? Mau pegang-pegang aku?!"

"Aku yakin kamu sehat wal'afiat!"

"Sok tahu!"

"Buktinya jelas! Kamu masih semangat berdebat dan protes kayak gini, berarti kamu sedang sehat-sehat aja," jelasnya seraya berkacak pinggang.

Aku kembali memejamkan kedua mataku dan berselimut dengan nyaman. Sayup-sayup aku mendengar Remy masih bicara, lebih tepatnya berkomentar tentangku. Namun, aku tidak begitu mendengarkannya, hingga akhirnya aku terlelap.

Hingga tanpa sadar dan benar-benar tidak sadar sepertinya, aku bangun dari tidur dan sudah berada dalam kamar. Kepalaku berat sekali rasanya, aku juga merasakan tubuhku panas sekali.

"Bangun juga, kamu!" Remy sedang duduk di single sofa samping ranjangku.

"Kita udah sampe, ya? Kamu bawa aku ke sini, gimana?" Aku menanyakan bagaimana ia membawaku ke vila ini.

Kami menginap di vila milik keluarga Remy.

"Menurut kamu?"

"Kamu gendong aku, ya? Aku benar-benar enggak ngerasa sama sekali. Maaf ya?" Aku merasa bersalah padanya. Pasti berat kan, gendong aku?

"Ini udah sore, kamu belum makan sama sekali." Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke pintu. Aku hanya melihatnya keluar dari kamar ini.
Aku meringis merasakan kepalaku yang pening. Kupijat pelipisku perlahan.

Tidak lama kemudian, Remy masuk kembali membawa nampan berisi nasi dan aneka lauknya beserta satu gelas air teh.

"Makan dulu!" Ia meletakkan nampan di atas pahaku. Ternyata isi mangkuk tadi adalah bubur.

"Siapa yang masak bubur?" tanyaku.

"Mbak Raras. Sejak kita sampai, badan kamu panas. Jadi, pas sampai di sini, aku minta Mbak Yuli langsung buatin bubur buat kamu," jelasnya.

"Tadi di bandara kita dijemput atau naik taksi?"

"Dijemput Mas Made. Enggak mungkin aku gendong-gendong kamu sampai ke tempat taksi!"

Aku hanya nyengir. Lalu, mulai memakan bubur dengan perlahan.

"Kita ke dokter aja, ya?" Remy bertanya.

Aku menggeleng.

"Badan kamu panas."

"Besok juga udah enggak apa-apa," Aku berkata.

"Kamu tidur di kamar mana?" tanyaku seraya menyuapkan bubur kembali ke mulutku.

"Kita tidur di sini. Mbak Raras itu mata-mata mama, kamu mau kita ketahuan?" tanya Remy.

I LOVE (MONEY)OU! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang