BAB 12

12.7K 1.9K 102
                                    

Teressa memutar kembali obrolan dirinya dengan Marda semalam di dalam kepala. Mengapa dirinya harus membahas gigolo, sih? Boro-boro minta dipuasin gigolo, selaput daranya saja masih tersegel!

Selama ini, Teressa hanya tahu bekerja dan bekerja. Dia tidak pernah berkencan, atau dikenalkan ke seseorang yang berpotensi menjadi teman kencan. Dia tidak punya waktu untuk kesenangan semacam itu karena ada perusahaan yang harus ia rintis dan besarkan. Menjadikan clothing line-nya berkualitas ekspor bukan perkara mudah yang hanya butuh modal uang semata. Tidak sekali-dua kali Teressa terseok kena masalah. Brandnya tidak begitu saja jadi dalam semalam!

"Dia tahu dari mana kalau gue single?"

"Setiap diwawancara, Bu Tessa enggak pernah mau bahas partner hidup." Nana menyahut dari seberang ruangan. Teressa hampir tersedak ludahnya sendiri karena ketahuan melamun saat seharusnya ia bekerja.

Teressa berdeham. "Dokumen mana lagi yang butuh approval dari saya, Na?" tanyanya.

"Sudah semua, Bu."

Teressa mendesah lega sambil meregangkan tubuhnya yang pegal. Sudah lama dia tidak ke dojo untuk latihan karena padatnya aktivitas. Sekali pun sempat berolahraga, dirinya memilih pilates bersama Juliette.

"Perkembangan dari tim desain gimana, Na?"

"Bu Julia kelihatan terbantu dengan masukan-masukan dari para desainer lokal yang terpilih. Tapi, kalau saya boleh ngasih masukan, kelihatannya tim desain pada lesu, Bu. Kelelahan. Kayaknya mereka butuh rehat."

Teressa mengiakan. "Saya udah bahas rencana cuti mereka ke Bu Laras. Masih proses penganggaran. Kalau dilihat dari sikon perusahaan sekarang, kita bisa ngasih mereka reward itu."

"Berarti pasti disetujui?"

Teressa mengangguk. "Saya sendiri yang ngasih approval nanti. Asal budgetnya sesuai."

"Kalau begitu, Bu Tessa ada rencana buat ikut?"

"Kenapa saya harus ikut?"

"Karena Bu Julia ikut."

"Memangnya saya harus ikut kalau dia ikut?"

"Oh, maaf. Saya berasumsi."

"Tunggu, deh. Emang seriusan ada gosip kalau saya sama Juliette pacaran?"

Nana melipat bibirnya ke dalam mulut. Enggan menjawab.

"Nana?"

"Maaf, Bu. Isu yang beredar beneran enggak enak didengar."

Teressa sampai ternganga tak percaya. "Segabut apa mereka sampai punya waktu buat ngediskusiin orientasi seksual saya?" Hampir saja ia menggebrak meja. "Asal kamu tahu, saya udah bertunangan. Sama laki-laki. Bukan Juliette. Kalau enggak percaya, lihat aja nanti waktu saya nyebar undangan. Sekantor saya undang semua! Awas aja kalau sampai enggak datang! Yang rugi mereka sendiri karena enggak sempat lihat muka ganteng calon suami saya!"

Nana menutup mulutnya rapat-rapat sepanjang omelan Teressa. Sesekali ia mengangguk. Ketika Teressa kelihatan puas melampiaskan kekesalannya, Nana baru berani buka suara. "Apa perlu saya cari penyebar gosipnya, Bu?"

"Huh!" Teressa mendengkus. "Buat apa?" Dia menyandarkan punggungnya ke kursi. "Kalau saya berusaha menyangkal, makin enggak bener entar gosipnya. Makin ke mana-mana! Biar aja mereka tahu muka calon saya nanti!"

"Kalau saya boleh tahu, kapan Bu Tessa melangsungkan pernikahan?" Nana membuka Ipadnya. Teressa gelagapan. "Saya perlu mengatur jadwal-"

"Enggak dalam waktu dekat juga kali, Na!"

Falling Serenade [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang