Bab 1

22K 2.1K 240
                                    

Welcome di cerita baru akuuu... :*:*

Pasangan kali ini duo introver yang bikin aku sedikit sakit kepala waktu riset karakter. Sebenarnya ini termasuk cerita selingan karena project cerita lain belum rampung riset. Tapi, aku memang udah lamaa... banget pengen ngeluarin draft ini. Awalnya maju-mundur, karena terus-terusan tulis hapus, tapi akhirnya tetep maju, karena aku pikir aku harus kelarin kisah Arya-Inka ini biar nggak kepikiran terus. Karena sejak awal aku suka sama chemistry mereka, meski mereka nggak bakal jadi pasangan sat-set kayak cerita-ceritaku yang lain.

Ini bakal jadi cerita yang deep dan heartwarming sih menurut aku. Aku juga banyak terinspirasi dari karya-karya Catherine Anderson. Pokoknya perjuangan Arya nggak kaleng-kaleng lah.. wkwkkwk.

Kayaknya baru kali ini aku curhat panjang begini ya? Pengen bagi beban aja sih... wkkwkwk.

Btw, buat yang mau baca lebih cepat di Karyakarsa udah sampai Bab 19 ya... (jangan lupa buka lewat web untuk pembayaran tanpa tambahan pajak)



.

.

.

"Arya... ayolah... tolong Mama."

Arya harus mengelak. Matanya mengarah ke sisi lorong yang sepi terpaku pada pintu kamarnya. Wajar, ini sudah pukul dua belas malam. Satu hari yang melelahkan—Arya ingin segera mandi dan mengistirahatkan punggungnya. Dan ini ketiga kalinya dalam seminggu terakhir Mamanya berusaha untuk mencecarnya—meski dengan dalih memohon.

Mamanya memintanya untuk memata-matai Ayahnya di kantor. Kabarnya ada sekretaris baru pengganti Liana sekretaris lama Ayahnya yang sudah berpuluh tahun mendampingi. Meski sekretaris itu adalah rekomendasi dari tante Liana, Mamanya tetap saja sulit percaya. Padahal sebelum ini, Arya sudah bersikeras menolak. Sebab, dia punya tanggung jawab, dan sibuk dengan bisnisnya sendiri. Dan tawaran Mamanya kepadanya adalah, Arya boleh jam berapa saja masuk ke kantor Ayahnya, asal dalam satu hari itu dia tetap datang. Waktu yang diminta Mamanya adalah tiga bulan, dan sepanjang tiga bulan itu Mamanya mengaku akan mengatur semuanya agar Arya terlihat tertarik menggantikan posisi Ayahnya.

Lalu, jika tidak berhasil, Mamanya akan menggunakan alasan lain—intinya, Arya hanya perlu datang dan menilai bukan hanya kinerja—tapi sikap si sekretaris baru tersebut.

Arya lagi-lagi dibuat menggeleng, jika memikirkan betapa konyolnya kecemasan Mamanya. "Mama santai ajalah. Mana ada wanita yang berani mendekati Ayah."

"Ada! Banyak!" desis Mamanya takut suaranya terdengar menggelegar. "Jika ada wanita cantik dengan seorang pria mapan dalam satu tempat. Semuanya bisa terjadi. Ayahmu mungkin tidak begitu, tetapi wanita itu? Siapa yang tahu? Mama cuma mau kamu nilai dia, kalau ada gelagat yang aneh-aneh, segera lapor ke Mama, dan Mama pasti desak Ayahmu cari sekretaris baru."

Ucapan Mamanya begitu cepat, seperti diucapkan dalam satu tarikan napas.

Sementara, kini Arya-lah yang menghela napas. "Kalau begitu, Mama bisa meminta Ayah untuk mengganti sekretarisnya."

"Nggak bisa Arya... kan udah Mama bilang dari kemarin-kemarin. Mama nggak punya alasan untuk nyuruh Ayah kamu ganti sekretarisnya."

Arya tak lagi bisa berkata-kata. Alasan lain karena dia tahu dia akan kalah debat oleh Mamanya, meskipun belum tentu dia akan menuruti permintaan sang Mama. Dia hanya akan memikirkannya—kali ini. Karena permintaan tak masuk akal ini sudah dilayangkan lebih dari tiga kali.

"Ayolah Arya... tolongin Mama... kali inii... aja."

Raut wajah Arya masih ingin berkelit.

"Hanya tiga bulan! Dan sebagai utang kamu ke Mama lunas. Ya?? Setuju kan?? Mama nggak bisa tidur nyenyak sejak Liana bukan lagi sekretaris Ayah kamu..."

Let it be LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang