Bab 6

4.7K 1K 39
                                    

Udah tersedia paket dukungan utk yg mau dukung sekaligus bisa kebuka semua bab ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Udah tersedia paket dukungan utk yg mau dukung sekaligus bisa kebuka semua bab ya.. 🤗🤗
.
.

Arya tidak seharusnya tetap mengingat kejadian kemarin. Dialah yang memberi izin kepada Inka agar melepaskan tugas-tugasnya, meski maksud Arya adalah agar Inka berkumpul dengan keluarganya, bagaimana pun semasa kuliah dia pernah jadi perantauan, dan pulang ke rumah adalah hal yang ditunggu-tunggu. Tapi sekali lagi, dia tidak bisa menerapkan apa yang dipikirkannya kepada sikap orang lain.

Hanya saja, melihat Inka yang sepertinya tipe penurut membuat kekecewaan itu hadir kembali. Atau jangan-jangan insting Mamanya benar? Arya terlalu cepat menilai?

Arya sudah memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Tetapi batinnya mengkhianati ketika tiba di kantor Ayahnya dan melihat Inka.

Seperti biasa, Inka menyapanya formal. Yang berbeda, sang sekretaris tersebut terlihat pucat. Arya tidak perlu peduli apa yang terjadi, kan? Dia juga tidak punya hak untuk bertanya.

"Pak." Arya berhenti. "Pak Ibnu berpesan, agar Bapak langsung ke ruangannya."

Arya mengangguk. Dia tidak meletakkan ransel ke ruangannya, dan langsung membuka pintu ruangan Ayahnya.

Ayahnya mengangkat wajahnya, begitu Arya masuk.

"Inka menyuruhku langsung ke sini," ucap Arya, sebelum duduk di hadapan Ayahnya.

"Inka mengajukan surat pengunduran diri," sahut Ayahnya tanpa basa-basi.

Dan tak dinyana, informasi itu membuat Arya membeku sesaat. Dia menelan ludah. Memikirkan harus bereaksi seperti apa? "Lalu?" gumam Arya, memilih untuk berpura tak peduli, karena memang dia seharusnya tak ada hubungannya.

"Ayah bukan bermasud menuduh. Ayah hanya ingin memastikan agar tidak terjadi masalah apa pun, dan Inka resign karena keinginan dan alasannya tersendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan kamu."

"Tentu saja tidak ada sangkut pautnya dengan Arya."

Ibnu menganggukkan kepala. "Bagus. Ayah juga yakin begitu. Hanya itu yang mau Ayah sampaikan."

Arya mengangguk, dan langsung keluar dari ruangan Ayahnya. Arya tahu dia tak harus peduli, tetapi organ tubuhnya sangat sulit menurutinya, terutama matanya yang langsung mengarah kepada Inka begitu dia keluar.

Dan ketika wanita itu mengangkat wajahnya, Arya segera berpaling menuju ruangannya. Kenapa ada percikan emosi asing di sudut hati Arya? Ini sungguh tak masuk akal. Inka keluar dari pekerjaannya, itu adalah haknya. Arya... merasa dia tidak memiliki salah dan andil atas keputusan Inka tersebut.

Toh dengan begini kewajibannya sudah selesai, Mamanya bebas mempengaruhi Ayahnya untuk mencari siapa pun sebagai pengganti Inka.

Tetapi, sialnya, Arya menjadi tak berkonsentrasi. Selama nyaris satu jam yang dilakukannya hanya berpura membaca laporan, karena selebihnya isi pikirannya melayang entah ke mana. Tak tahan dengan dirinya sendiri. Arya keluar, untuk menyelesaikan pekerjaannya di tempat lain.

Let it be LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang