Bab 4

5.6K 1K 54
                                        

"Mas. Arya kok biasa-biasa aja ya?" keluh Marsha menarik perhatian suaminya yang tengah membaca buku. "Nggak ada komen apa pun gitu tentang sekretaris baru, Mas."

Ibnu menutup bukunya, dan melepas kacamatanya, meletakkan di nakas. Dan istrinya tak mengambil kesempatan untuk langsung beringsut mendekat.

"Ya karena nggak ada yang perlu dikomentari," sahut Ibnu.

"Atau jangan-jangan tipenya Arya bukan cewek cantik? Yang tomboy, eksotis?"

Marsha cemberut saat mata suaminya menyipit.

"Sudahlah... biarkan saja Arya dengan pekerjaannya. Urusan asmara bukan wewenang kita."

"Tapi coba Mas pikir Arya bakal dapet jodoh dari jalur mana lagi? Arya dijodohin juga nggak bakal mauuu..."

"Ini sudah tahun berapa Marsha... bukan zamannya lagi orang tua memaksa anak-anaknya menikah. Kamu sering bilang harus open minded dan sebagainya."

"Aku open minded, tapi aku sama sekali nggak menolerir penyimpangan." Begitu melihat wajah suaminya mengetat, Marsha buru-buru menambahkan. "Itu sebabnya aku pengen tahu Arya tuh sukanya dengan tipe cewek kayak apa? Aku harus pantau semua anak-anak aku. Aku nggak salah kan??"

Napas Ibnu langsung terembus berat. Menatap istrinya serius. "Kamu berpikir terlalu berat."

"Aku cuma menguji ketertarikan Arya, Mas... Aku sayang anak-anak kita, dan aku nggak bisa santai. Apalagi Aira udah ada cowok baru lagi."

Ibnu langsung mengangkat wajahnya, "Siapa?"

Upsss! Marsha kelepasan.

"Siapa... apanya?"

"Ya, pacarnya Aira? Siapa? Kenapa aku baru tahu??"

"Pacar apa?? Mana ada aku bilang pacar, Mas..."

"Yang tadi yang kamu bilang apa?"

"Belom jadiaaan... udah deh nggak usah kepo."

Sialnya, suaminya justru duduk semakin tegap.

"Mas jangan langsung tanya ke Aira! Jangan pancing-pancing juga! Intinya, tunggu sampai Aira kenalin ke kita, oke??"

"Ya... kan nggak ada salahnya, suruh datang, kenalan."

"Ntar kayak waktu itu. Aira ngambek sama kita. Mas udah sok-sok tanyain tuh anak, nggak taunya cuma gebetan Aira, masih teman, belum jadian!

Ibnu tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Enggak. Pokoknya enggak boleh. Ntar Aira malu!"

Senyum Ibnu semakin lebar, memeluk istrinya. Meski istrinya sering berlebihan, tetapi Ibnu tak pernah berhenti bersyukur memiliki Marsha di sisinya, istri yang sangat peduli dengan anak-anaknya meski dia bukan ibu kandungnya. Ketulusannya tidak perlu dipertanyakan. Ibnu juga bangga kepada Arya dan Aira yang selalu berusaha lebih mengalah dan menyenangkan perasaan Mama sambung mereka.

***

Setelah dua hari absen, akhirnya Arya kembali datang ke kantor Ayahnya, selama dua hari Arya ke Bandung, langsung ke petani untuk mencari beberapa stok tanaman yang dia butuhkan. Ada permintaan bonsai dari klien. Sedangkan yang ada di plantshop miliknya masih terlalu kecil. Arya juga menambah beberapa koleksi tanaman baru. Selama dua hari itu dia berkeliling, mencari tempat-tempat petani baru dan membandingkan harga.

Dan selama dua hari ini, dia terbebas dari ocehan Mamanya. Semoga saja Mamanya belum menyimpulkan macam-macam. Apa jika terjadi sesuatu pada wanita itu, Arya yang ikut bertanggung jawab?

Apa Arya perlu memperjelas agar Inka tidak boleh tersenyum ataupun bersikap ramah kepada Ayahnya, jika ingin bekerja lama di sini? Tentu saja itu memalukan dan tak masuk akal. Namun, dengan pernyataan Mamanya kemarin, tentu saja Mamanya bisa melakukan apa yang dia inginkan.

Let it be LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang