Bab 13

4.1K 853 79
                                        

"Sangat bagus kamarnya ada dua. Jadi kita tidak akan terganggu satu sama lain. Kamarmu akan menjadi privasimu seutuhnya." Inka mengangguk kecil. "Tidak ada aturan di sini. Kamu bebas melakukan apa pun yang kamu mau."

"Begitu juga sebaliknya?"

Arya menatap bingung.

"Maksudku—Mas juga bebas melakukan apa saja di sini?"

Alis Arya terangkat. "Kemungkinan aku jarang di rumah."

Arya sepertinya salah menangkap maksud Inka.

"Nanti akan dipasangi CCTV, kita berdua akan memiliki akses untuk melihatnya."

Inka kembali mengangguk.

"Um." Arya menepuk tangan ke pahanya. "Mungkin ada beberapa barang yang harus kita beli. Kamu mau pergi berbelanja?"

Inka membuat bahunya lebih tegap. "Aku—akan membeli di marketplace." Sejujurnya dia sudah memikirkan sejak tadi, barang-barang apa saja yang perlu dibeli terutama pecah belah.

Bibir Arya terbuka sesaat. Sialnya, tidak ada satu pun barang yang tidak bisa dibeli secara online. Inka pasti sudah memikirkannya. Arya terdiam dengan pemikiran, mungkin Inka tidak nyaman pergi keluar, berbelanja, terutama dengannya.

"Baiklah. Atur saja semampumu. Nanti aku yang bayar."

Inka memicing sesaat. Dia melirik Arya ragu-ragu. "Sepertinya—kita perlu membahas soal keuangan."

Arya jelas mengangguk, hal yang sama ingin diutarakannya sejak kemarin. "Tentu saja. Setiap bulan aku akan memberikan uang belanja."

Arya tersentak ketika melihat Inka langsung menggeleng keras. "Tidak. Aku bukan istri sungguhan. Lagipula, aku sudah mendapat tempat tinggal gratis."

Jawaban itu menohok batin Arya. Tidak hanya dengan ungkapan 'bukan istri sungguhan' tetapi, ego Arya juga sedikit terkikis sebagai orang yang cukup royal dalam kesehariannya.

"Sekalipun bukan—" entah mengapa Arya tak ingin melanjutkan sebutan itu. "Aku tetap akan memberikannya."

Inka kembali menggeleng. "Aku punya tabungan." Entah itu cukup untuk setahun, batin Inka, tapi dia akan berusaha sangat menghemat. "Aku akan membiayai keseharianku sendiri, sebagai ganti tempat tinggal gratis."

Wajah Arya langsung berubah datar dan dingin. "Apa itu artinya kita akan hidup seperti anak kos? Semua barang terpisah, dan—"

"O-oh. Bukan begitu maksudnya," sela Inka panik, merasa tak enak. "Tentu saja... kalau Mas nggak keberatan, dan nggak mengganggu, aku akan memasak untuk Mas."

"Bagaimana mungkin aku makan tanpa membayar?" pancing Arya. "Itu artinya aku wajib memberikan uang bulanan."

Inka mengerjap-erjap. Dia membasahi bibir sebelum mendongak. "Aku akan mencatatnya. Jadi setiap akhir bulan aku akan memberikan catatan belanjaan yang kukeluarkan. Dan—Mas akan membayar sesuai jumlah."

Arya menahan napas dan mengembuskannya, mengapa Inka memiliki banyak cara untuk mematahkan sarannya.

Arya berdeham. "Bukankah itu merepotkan."

"Tidak sama sekali. Aku senang mencatat, dan terbiasa melakukannya."

Sialnya, Arya memang sering melihat Inka dengan kebiasaan mencatatnya.

Mereka terdiam, saling menatap untuk beberapa detik. Arya masih belum puas dengan pengaturan ini, namun, melihat binar semangat di mata Inka... di mana mungkin dia berpikir akan ada peluang untuk sebuah hubungan yang lebih baik, akhirnya Arya mengangguk.

Let it be LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang