-01- Pagi Hari

1.8K 97 10
                                    

⚠️banyak mengandung bahasa sunda. Buat kalian yg tau bahasa sunda apa memang asli orang Bandung kalo ada kesalahan di cerita ini tolong di koreksi lewat komen ya:)

⚠️Kamus:
Aing/ Urang= Aku (Sunda kasar)
Maneh/Sia= Kamu (Sunda kasar)
Aa/ a= sebutan kakak laki-laki dalam bahasa Sunda.

[ Happy Reading ]

Pada kota Bandung tahun 2019, tepatnya Di perhentian Dago Asri, tersembunyi di antara pepohonan hijau yang rimbun, berdiri sebuah rumah jengki yang telah berusia puluhan tahun. Pintu-pintu berbingkai kayu dan Lantai tua yang berderit ketika diinjak, juga terdapat pohon mangga raksasa yang sudah berdiri lama. Pohon itu adalah penjaga setia yang selalu memberikan naungan dengan daun-daunnya yang rimbun dan menyediakan buah-buah manis setiap musim panas.

 Pohon itu adalah penjaga setia yang selalu memberikan naungan dengan daun-daunnya yang rimbun dan menyediakan buah-buah manis setiap musim panas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tentu saja, yang paling mencolok dari rumah ini adalah taman depan yang dikelola dengan cinta dan dedikasi oleh Mama. Tanaman bermekaran dari berbagai jenis dan warna menghiasi halaman depan, membentuk lanskap yang menakjubkan dan menjadi daya tarik tersendiri.

Rumah jengki di Dago Asri ini bukan sekadar struktur fisik, tetapi sebuah tempat yang penuh dengan cerita sampai nostalgia. Ia adalah rumah bagi kenangan indah, tawa keluarga, dan cinta yang tumbuh subur seperti taman Mama berserta pohon mangga yang berdiri tegar di sisinya.

Dan tidak luput dengan Bandung yang pagi ini terguyur hujan dengan derasnya, membuat seorang lelaki Sunda milik bumi pasundan itu meraih selimutnya dengan hati-hati, mengintip keluar melalui jendela yang embunnya mengaburkan pemandangan. Hujan turun dengan gemuruh membuatnya enggan untuk beranjak dari kasur.

Dengan perlahan, dia menutup kembali matanya, berusaha kembali ke dalam alam mimpinya yang sempat terputus beberapa menit lalu oleh suara alarm yang tegas. Mimpi-mimpi yang mengikuti irama hujan itu menariknya lebih dalam lagi, membiarkan imajinasinya berkeliaran bebas di antara dingin dan kenikmatan.

Drttt ... drtt ...

Suara nyaring dari benda pipih bernama Handphone, kembali mengganggu tidurnya. hagema suravi pramuja, itulah nama laki-laki ini, usianya baru dua puluh tahun. Sosoknya penyuka musik, puisi, malam, hujan, serta apapun tentang Seni. Ia lahir di Bandung dan masih tinggal di kawasan bernama Dago Asri. Hari-harinya dihabiskan sebagai mahasiswa Seni Rupa semester tiga di salah satu universitas terkemuka di Bumi Pasundan.

Masih dengan mata tertutup, laki-laki yang lebih akrab di sapa Gema ini berusaha meraba Handphone dengan case berwarna merah yang berada pada meja kecil di samping kasurnya. Ternyata jam sudah menunjukan pukul Enam pagi.

Jujur, Gema baru saja tertidur selama tiga jam terakhir, setelah begadang keras mengerjakan tugas Studio. Beberapa minggu terakhir ini, ia telah terjebak dalam berbagai proyek yang terbengkalai, sebagian besar karena komitmennya terhadap himpunan mahasiswa. Salah satu yang memakan waktu dan energinya adalah menjadi bagian dari panitia lapangan Orientasi Mahasiswa, yang tanpa ragu menguras waktunya.

ROMANTIKA BUMI PASUNDAN | LEE HAECHAN |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang