-12- Sadikin dan Jatuh Cinta (Sudut pandang Gema)

225 37 5
                                    

"Maukah kau tuk menjadi pilihanku,
Menjadi yang terakhir dalam hidupku.
Maukah kau tuk menjadi yang pertama,
Yang slalu ada di saat pagi ku membuka mata."

••Maliq & D'essentials••

[Happy Reading]

Setelah perdebatan kecil antara aku dan Naila, akhirnya kami sampai juga di depan warung makan dengan cat warna biru yang mulai mengelupas di setiap sudutnya. Diantara sepi dan lampu redup khasnya, hanya ada dua pelanggan disana sedang menikmati kopi instan pada kursi panjang yang tersedia. sementara kang Ariel terlihat sedang duduk santai sambil asyik menatap layar ponselnya.

Setelah memarkirkan motor tepat di depan spanduk bertuliskan Warmindo Sadikin, aku memulai langkah ke dalam yang membuat asistensi kang Ariel buyar lalu berdiri untuk menyapa, tentu saja tidak luput dengan dua pelanggan yang menoleh dan menatap gadis di belakangku yang masih memakai jaket denim berlambang bintang merah itu.

Setelah memarkirkan motor tepat di depan spanduk bertuliskan Warmindo Sadikin, aku memulai langkah ke dalam yang membuat asistensi kang Ariel buyar lalu berdiri untuk menyapa, tentu saja tidak luput dengan dua pelanggan yang menoleh dan menatap ga...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Widih, widih, saha neng geulis iue?" (Widih, widih, siapa neng cantik ini?) Kang Ariel mengoceh sambil menatapku dengan senyum lebar, Aku hanya menyunggingkan bibir sebagai jawaban.

"Meni pinter maneh, Gem. Nyari bogoh, perfect pisan euy." Kang Ariel mendekat ke kupingku, mencoba berbisik, namun aku yakin Naila pasti mendengar pembicaraan kami

"Mau pesen apa, Neng?" tanya Kang Ariel, kali ini mengalihkan perhatiannya ke Naila.

"Kang ariel itu juru masak indomie paling enak seantero Bandung da, gak bakal nyesel Naila di ajak ke sini, mah."Aku menimpali sambil menggoda pria yang umurnya hampir empat puluh tahun itu. Dengan santai, dia menyenggol lenganku sebagai balasan atas pujian yang terkesan berlebihan. "Tong kitu, ah!!"

Lalu aku mendaratkan diri di kursi panjang yang masih kosong tepat di sebelah  dua pelanggan tadi. Awalnya, aku ingin mengajak Naila duduk di luar warung daripada harus malihatnya jadi bahan perbincangan orang lain. namun aku tidak tega karena khawatir akan gelap dan banyak nyamuk.

"Duduk, Nai." ajakku sambil mengetuk-ngetuk kursi kayu yang sudah usang dengan tangan kiri, mengajak Naila untuk duduk di tempat yang masih kosong tanpa duduk bersebelahan langsung dengan orang-orang asing di sebelah kananku.

Setelah ragu sejenak, Naila akhirnya duduk tidak jauh dari tempatku, hanya berjarak sekitar tiga puluh cm. "Jadinya pesen naon ieu, Gem?" Tanya kang Ariel dari seberang meja yang memang sengaja untuk sekat antara penjual dan para pelanggan, namun tentu saja fungsinya juga untuk menyimpan bermacam-macam gorengan di pagi dan malam hari.

"Naonnya atuh, Kang? Pokok na mah yang teu biasa." jawabku, membuat kang Ariel tersenyum heran sebelum pergi untuk mempersiapkan pesanan spesial sesuai permintaan barusan. Ntahlah, apapun jadinya, aku berharap Naila akan suka.

ROMANTIKA BUMI PASUNDAN | LEE HAECHAN |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang