Vote dulu sebelum baca!
11. Gantian, sekarang aku yang cuekin kamu
Sampai rumah aku langsung aja masuk kamar, soal belanjaanku tadi, itu sudah di urus sama bibi yang bekerja di rumah ini.
Aku liat Suga udah duduk aja di sofa sambil melonggarkan ikat pinggangnya.
"Besok mau kemana?" Tanyanya.
Aku hanya mengangkat bahu, masih tidak ingin mengobrol dengannya.
"Punya mulut? Bisa ngomongkan?" Lagi-lagi dia bertanya.
Aku tetap pada kesibukanku, memainkan hp sambil mendengarkan musik.
"Alaana!" Suga mulai sedikit meninggikan suaranya.
"Kenapa, sih?" Jawabku malas.
"Saya lagi ngomong sama kamu." Katanya. "Bisa dengerin saya dulu? Saya nggak suka kamu diemin saya kayak gini."
"Iya, iya. Kenapa, mantan pak bos yang terhormat?"
Suga menghela nafas, lalu kembali mengulang pertanyaannya. "Besok kamu mau kemana?"
"Penting banget ya, buat kamu tau?" Jawabku.
Suga natap aku, "Besok kamu bawa anak saya, makanya penting bagi saya untuk tau!"
Aku tertawa hambar, "Oh jadi kamu khawatirin anak kamu? Kamu kira aku enggak bakal jagain Aiden dengan baik? Pak, Aiden itu juga udah aku anggap anakku!"
Aku enggak percaya, Suga sebegitu khawatirnya aku bawa anak dia. Seolah-olah dia enggak percaya sama aku, memang benar aku enggak suka anak kecil. Tapi, Aiden beda. Aku sayang sama Aiden, aku udah anggap Aiden anak aku juga.
"Maaf," satu kata yang di ucap Suga dengan nada rendah.
"Enggak, nggak usah minta maaf. Kamu nggak salah, aku yang salah karena jadi ibu sambung anak kamu, bukan ibu kandungnya. Makanya kamu suka ngeraguin rasa sayang aku ke Aiden, kan?" Aku lihat Suga cuma diam natap aku.
"Kalau kamu enggak percaya sama aku, kenapa lamar aku? Kenapa nikahin aku? Kenapa milih aku jadi istri kamu dan rawat anak kamu, hah?"
Entah kenapa, aku benar-benar sudah emosi sampai enggak bisa berpikir jernih lagi, "Kita pisah aja deh, pak. Aku udah capek, mending kamu sama sekertarismu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch-Touch You [END]
Fiksi PenggemarFollow dulu sebelum baca! --- Dukung karya aku dengan selalu meninggalkan Vote & Komen!! ---------- Awalnya: "KENAPA HARUS DUDA ANAK SATU SIH?" Berakhir: "GAK PAPA DUDA ANAK SATU. YANG PENTING HIDUP TERJAMIN!" Aku pakai gaya penulisan yang cenderung...