‘Hei, Ali, kau dengar suaraku? Kau ingat diriku? Kau ingat ketika kita bermain bersama di sebuah tempat yang kita temukan? Kurasa kau tidak akan mengingatku. Karena semua pecahan tentangku telah hilang dan tak berbekas di dirimu.’
.
.
Aku mendengar beberapa suara di sekelilingku. Suara yang tak asing bagiku. Apa aku tertidur? Mengapa kedua suara berbeda tersebut tidak mengajakku untuk bergabung dalam obrolan mereka? Atau bahkan aku telah mati terjebak di ruangan itu? Atau mungkin juga aku telah dibunuh oleh bayangan aneh yang aku ikuti itu? Sudahlah, Allison. Kau terlalu imaginatif.
Bayang-bayang bayangan hitam tadi…. Ugh, sial. Maafkan kekacauan kalimat yang keluar dari mulutku sendiri. Yang penting, bayangan laki-laki itu masih terus mengarungi setiap sudut otakku. Mengacaukan pikiranku dengan beribu pertanyaan yang berlabuh setiap detiknya. Bayangan hitam, ruang rahasia, belasan pisau dan sebuah pedang, lukisan keluargaku, membuatku semakin bertanya-tanya. Entah mengapa aku merasa kedua kakakku menyembunyikan sesuatu yang penting dariku.
“Louis! Ali terbangun!” teriak Kak Liam ketika tiba-tiba kedua kelopak mataku memaksaku melihat duniaku sendiri. Kak Louis menghampiriku dan Kak Liam membantuku bangun dari tidurku.
“Pukul berapa ini?” tanyaku melihat ke sekelilingku dengan keadaan setengah sadar.
“Pukul sepuluh malam. Kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi padamu? Kau baik-baik saja, kan?” Kak Liam mengajukan banyak pertanyaan padaku dan aku hanya bisa memandangnya kosong.
Tangan besar Kak Louis memukul kepala Kak Liam yang diikuti suara ‘aw’ melengking dari mulut Kak Liam. “Tenanglah, bodoh. Biarkan Allison mencerna semuanya dulu,” ucap Kak Louis.
“Jadi, apa yang terjadi? Para pelayan berkata bahwa mereka menemukanmu tergeletak tidak sadarkan diri di perpustakaan. Wajahmu begitu pucat jadilah mereka secepatnya memanggil aku dan Liam,” lanjut Kak Louis membuatku mengingat kejadian siang ini. Tergeletak di perpustakaan. Bukan ‘di dalam sebuah ruangan di perpustakaan’. Jadi, maksudnya bayangan itu yang menyelamatkanku dari ruangan gelap itu?
“Tidak ada apa-apa, Kak. Aku hanya merasa sedikit pusing siang ini,” jawabku berbohong pada Kak Louis dan Kak Liam. Aku penasaran pada ruangan misterius itu dan aku memiliki perasaan bahwa kedua kakakku mengetahui sesuatu tentang ruangan itu.
Kak Liam menarik nafasnya panjang. “Hah, syukurlah. Kau benar-benar membuat kami khawatir.”
“Kak, boleh aku bertanya sesuatu?” pintaku pada mereka berdua.
Kak Liam menganggukkan kepalanya. “Tentu saja. Apa itu?” lanjut Kak Louis merespon pertanyaanku.
“Bagaimana anak laki-laki yang fotonya terpampang besar di ruang makan bisa mati?” tanyaku melihat ke arah mereka berdua. Kurasakan air wajah Kak Louis dan Kak Liam mulai berubah.
“Sebenarnya –“
“Allison, waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kau harus istirahat cukup. Ayo, Liam, biarkan Ali tidur. Selamat malam, cantik,” ucap Kak Louis kewalahan setelah memotong perkataan Kak Liam. Kak Louis langsung menarik tangan Kak Liam dan segera beranjak dengan cepat meninggalkan kamar ini setelah memberikan ciuman selamat malam di keningku. Kak Louis mengelek seperti itu. Kurasa ada yang benar-benar mereka sembunyikan padaku.
Kembali kubaringkan tubuhku di atas sebuah tempat tidur berwarna putih. Kuarahkan kepalaku ke arah sebuah jendala di seberangku saat ini. Bulan sabit terlihat terang karena langit benar-benar terlepas dari genggaman para awan. Hidupku semakin memusingkan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Back The Pendulum
FantasyFairy tales don't always have a happy ending, do they?