Suara langkah kaki terus menggema di kedua telingaku. Aku berusaha mengabaikan suara langkah yang semakin lama semakin jelas dari telingaku dengan terus membaca ratusan kata di sebuah buku tebal. Berusaha menggantikan konsentrasi otak dan pikiranku dari langkah-langkah gila itu menjadi bacaan-bacaan yang membuatku merasa tidak nyaman.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah pintu kamarku ketika pintu kayu besar itu tiba-tiba terdorong dari luar. “Boo,” ucap sebuah suara misterius yang mulai menampakkan setengah wajahnya. Aku hanya tersenyum dan bangun dari posisi dudukku dan menghampirinya.
“Dasar, Kak Louis, apa yang kakak inginkan dari kamarku?” kutepuk dahinya dengan telunjukku dan dapat kutemukan bulatan merah bekas di sana.
“Ow, jarimu kuat sekali,” seru Kak Louis sambil mengusap-usap dahinya. “Aku hanya ingin memeluk adik tercintaku ini!”
Aku memutar kedua bola mataku sambil membiarkan badanku yang kecil ini tenggelam dalam pelukan kakak gilaku. “Ugh, cepatlah menikah dengan Nona Emy. Dengan begitu kau bisa memeluknya setiap hari, kan.”
“Hei, aku mau adikku!” Kak Louis meletakkan kedua kedua tangannya di pinggangnya setelah melepaskanku dari ‘jeruji’ tangannya. Aku hanya tidak bisa membayangkan bagaimana bisa laki-laki setua ini berperilaku ganda. Terkadang gila seperti anak kecil dan terkadang (kecil) berperilaku benar-benar bijaksana.
“Jadi, kakak tidak mau memeluk Nona Emy?”
“Aku mau adikku,” wajah sok imut Kak Louis membuatku hanya memutar kedua bola mataku untuk kesekian kalinya.
“Baiklah, aku akan beritahu Nona Emy.”
“Ti-tidak.”
“Iya.”
“Tidak.”
“Iya.”
“Tidak.”
“Iya.”
“Tidak.”
“Tidak.”
“Iya – he-hei kau menjebakku!”
“Yey, aku menang!” seruku girang mendapati Kak Louis terkena jebakanku. Kau terlalu ceroboh, kak.
“Kumohon, Al, ya ya ya?” pinta Kak Louis padaku sambil berlutut di depanku. Melihat tingkah Kak Louis terkadang membuatku merasa menjadi kakaknya. Yah, seperti itulah. “Tapi antar aku berkeliling kota, deal?” pintaku membuat pertimbangan.
“Aku malas…”
“Yasudah. Nona Emy, Kak Louis –“
“Iya iya aku akan mengantarmu!” potong Kak Louis sambil terlihat sedikit panik. “Memang kau ingin kemana, adikku tercinta?” tanya Kak Louis dengan nada bicara sinisme andalannya.
“Yah, sekedar berkeliling kota atau setidaknya aku ingin membeli roti,” jawabku sambil memainkan kedua pundakku. Pandangan Kak Louis terlihat seperti menggodaku.
“Apa?
“Tidak ada apa-apa, Nona Allison. Kebetulan juga aku ingin menemui Tuan Horan. Sudah lama kami tidak berbincang bersama-sama.”
“Tuan Horan? Ayah Niall?” tanyaku bingung. Sedekat itukah Kak Louis dengan ayah Niall?
“Oh, kau sudah bertemu Niall? Dia jadi sangat tampan, kan?” goda Kak Louis sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.
“Maksud kakak? Memang aku pernah bertemu sebelumnya dengannya?” kini aku semakin bingung. Aku tidak pernah merasa pernah bertemu dengan Niall sebelum aku melihat di toko roti miliknya beberapa hari yang lalu. Tapi mengapa Kak Louis berkata seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Back The Pendulum
FantasyFairy tales don't always have a happy ending, do they?