Chapter 13: A Piece of History

779 49 18
                                    

Aku berlari sekuat tenaga hingga aku tidak dapat lagi merasakan kedua kakiku. Badanku terasa seperti sudah siap terbang ke langit. Lemas. Semuanya lemas. Tapi aku harus tetap berlari. Pinta pikiranku yang masih tidak dapat berfikir jernih karena bayangin makhluk yang hanya ada dalam cerita-cerita legenda ataupun mitos. Mereka tidak nyata, mereka tidak ada di dunia ini.

            Kususuri sebuah jalan telapak di mana aku masih mengingatnya jelas bahwa di jalan inilah yang menuntunku melihat makhluk itu. Kuabaikan semua dedaunan yang dari tadi selalu menyapu wajahku. Aku tidak dapat berfikir apa-apa lagi. Hanya satu. Berlari.

“Kak Liam!” seruku ketika aku sampai di sebuah tempat yang dikelilingi pepohonan pinus dengan banyak target peluru.

“Ali! Ada apa? Kau tidak apa-apa?” Kak Liam terlihat panik ketika tiba-tiba aku tersungkur ke atas tanah. Sungguh, aku tidak bisa merasakan kedua kakiku sama sekali. “Alllison! Apa yang terjadi?”

“Kak, ayo kita pulang. Kumohon!” pintaku dengan nafas yang terputus-putus dan ekspresi yang terlihat sangat ketakutan. Ini pertama kalinya aku merasakan takut yang benar-benar membuatmu seakan-akan akan diterkam seekor binatang buas.

Kak Liam menggendongku untuk menaiki kuda miliknya. Aku hanya terus memeluk Kak Liam dan meremas bajunya dengan sekuat tenagaku. Kubenamkan kepalaku di antara baju tebalnya. Yang tadi bukanylah hal nyata. Makhluk itu hanya cerita saja. Mereka tidak nyata.

“Ali, apa yang kau lihat di hutan tadi?” Tanya Kak Liam ketika kuda kami berdua tengah menuruni padang rumput menjauhi hutan aneh di belakang sana.

“Aku yakin Kak Liam tidak akan pernh mempercayaiku. Mungkin ini hanya imajinasiku saja, kak. Tapi sungguh, aku melihat kedua bola mata berwarna merahnya menghadapku. Bau darah binatang tercium di sekelilingnya. Semuanya nampak jelas. Binatang itu berjalan dengan kedua kakinya… sebagai seorang manusia yang berlapis rambut berwarna putih. I-itu manusia serigala,” jawabku masih dengan rasa takut yang selalu menghantuiku setiap aku mengingat wujudnya yang tidak pernah hilang dari benakku. 

Kak Liam hanya terdiam pada semua yang aku ucapkan. Untuk beberapa saat aku menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Kak Liam. “Mungkin kau kelelahan, Ali,” senyum Kak Liam yang seketika membuat dadaku terasa sakit. Kak, kumohon percaya padaku.

“Jika kau lelah, janganlah memaksakan diri. Beristirahatlah untuk beberapa saat.”

Ya, mungkin itu semua hanya imajinasiku semata.

.

.

            Bulan penuh yang terlihat sangat besar dan sangat dekat di langit membuat malam gelap ini menyeramkan bagiku. Aku masih belum bisa mengusir pikiran yang kurasa memang hanya imajinasku saja dari kepalaku. Aku masih ingat betul wujudnya. Aku masih ingat betul suara geramannya. Aku masih ingat betul bau-bau darah yang ada di sekelilingnya. Dan yang pasti, aku masih ingat kedua bola mata merahnya yang seakan semakin merah ketika dia melihatku.

            Pukul sebelas malam. Diriku yang seharusnya telah terlelap di kamarku, mulai menyusup masuk ke dalam perpustakaan di bangunan seberang. Lorong-lorong dengan langit-langit tinggi dan patung-patung yang biasa sangat kusukai kini menjadi sebuah hal yang kubenci. Aku takut, jujur saja.

            Aku terus berjalan menyusuri lemari-lemari besar di perpustakaan untuk mencari buku yang kubutuhkan. Pergerakan tangan dan kakiku terhenti ketika kedua bola mata coklatku menemukan sebuah buku tua yang terselit di antara buku-buku tua yang tidak sejenis dengannya. “When the Werewolfs Wake Up”, judul buku tersebut membuat semua rambut kecil di tubuhku berdiri tegak. Kuambil buku tersebut dan mulai membacanya dengan ditemani sebuah lilin kecil di tanganku.

They are not a wolf. They are not a human. They live on the shape you know, but on the shape you don’t know either. They are just a piece of the history.

Sebuah tulisan tangan yang kurasa sangat tua kudapatkan ketika aku membuka halaman pertama buku tersebut. Setangkai bunga mawar tergampar indah dan rapih tepat di bawah kalimat tersebut. Mereka hidup dalam bentuk yang kau ketahui, tapi dalam bentuk yang tidak kau ketahui juga. Bentuk yang kuketahui tetapi tidak kuketahui sekaligus? Apa maksudnya?

Kubuka lembar kertas kedua untuk mencari beberapa yang mungkin dapat membantuku memecahkan kalimat pertama pada halaman tersebut.

Di halaman kedua, aku melihat sebuah gambar serigala besar di tengah-tengah halaman yang digambar menggunakan sebuah pulpen dengan banyak garis-garis pendukung agar gambar terlihat lebih rapih. Dan di bawah ga,bar tersebut, aku menemukan kalimat lain yang semakin membingungkanku.

They were cursed, but they don’t want to curse you. You killed them, but they don’t want to kill you. Why? Because they always can’t.

Dikutuk? Apa yang membuat mereka dikutuk? Siapa yang mengutuk mereka? Bagaimana bisa itu semua terjadi? Mengapa “aku” membunuh mereka? Mengapa mereka tidak bisa membunuh “aku”? Dan mengapa mereka tidak pernah bisa? Mengapa?

“Ya, mana kutahu,” ucap sebuah suara dari sebelah kananku yang membuat jantungku terasa seperti akan meloncat keluar.

“Zayn! Bodoh kau mengagetkanku!”

“Sstt, jangan berteriak-teriak atau kau akan terkena marah kedua kakak posesifmu itu,” lanjut hantu bodoh nan jail itu. Kuanggukkan kepalaku dan kedua telapak tanganku menutup mulutku rapat-rapat. “Werewolf? Hei, ternyata kau senang membaca dongeng seperti itu!”

Kuhela nafasku panjang setelah mendengar pernyataan Zayn. “Aku tahu mungkin ini terdengar sedikit gila… atau mungkin benar-benar gila. Tapi kumohon percayalah padaku. Aku melihat makhluk itu di hutan belakang mansion sore ini. Apa kau percaya padaku?” tanyaku menghadap dirinya yang berada di sebalah kananku... dan menghilang.

“Zayn? Zayn? Di mana kau?” panggilku beberapa kali melihat ke sekelilingpun. Tidak ada jawaban. Kurasa dia telah benar-benar pergi karena tidak tertarik dengan ceritaku.

Kembali kuhela nafasku panjang. Menatap buku tua yang ada di atas kedua kakiku. Werewolf. Apakah makhluk itu benar-benar atau? Atau benar-benar hanya imajinasiku saja?

Aku hanya butuh orang yang akan benar-benar mempercayaiku.

.

.

You think that you are alone, but believe me, they are here. Beside you. On your left, on your right, or maybe they stand  behind you, watching you from the back right know. Just believe me, you will never be alone.

.

.

Aaahhh, ini udah lama banget nggak ngeupdate cerita ini (“””: aduh serius kangen banget nulis alur cerita dari cerita ini… anyway, maaf banget baru bisa ngeupdate cerita ini setelah beberapa abad nggak ada kabar (oke sip ini lebay). You know lah tugas bertumpuk sana sini dan nggak ada waktu buat ngapa-ngapain selain ngerjain tugas-belajar-makan-tidur-ngerjain tugas-belajar-makan-tidur -_-v

Oh iya, siapa nih yang kangen cerita ini? Pada kangen nggak? Kangen kaaann? :’3 yap, kita udah sampe di chapter 13! Dan yah, kayaknya cerita ini bakal mengandung banyak chapter karena aku ngerasa ini baru sampe seperempat cerita… Seneng kan ceritanya bakal lama tamat? :’3 semoga aja kalian betah ngebaca cerita ini sampe akhir dan nggak bakal bosen yeeeeyy! \m/

Aaahhh, ini udah lama banget nggak ngeupdate cerita ini (“””: aduh serius kangen banget nulis alur cerita dari cerita ini… anyway, maaf banget baru bisa ngeupdate cerita ini setelah beberapa abad nggak ada kabar (oke sip ini lebay). You know lah tugas bertumpuk sana sini dan nggak ada waktu buat ngapa-ngapain selain ngerjain tugas-belajar-makan-tidur-ngerjain tugas-belajar-makan-tidur -_-v

Oh iya, siapa nih yang kangen cerita ini? Pada kangen nggak? Kangen kaaann? :’3 yap, kita udah sampe di chapter 13! Dan yah, kayaknya cerita ini bakal mengandung banyak chapter karena aku ngerasa ini baru sampe seperempat cerita… Seneng kan ceritanya bakal lama tamat? :’3 semoga aja kalian betah ngebaca cerita ini sampe akhir dan nggak bakal bosen yeeeeyy! \m/

Kecup basah,

Jasmin **:

Turn Back The PendulumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang