Chapter 25: Lacuna

194 27 22
                                    

(n.) a blank space, a missing part


.


.


Terkejut.

Bisa dibilang itulah kata pertama yang bisa terpikirkan oleh Allison – atau mungkin sekedar lewat dipikirannya karena rasa shock yang sedikit membuatnya kalang kabut di tengah kepanikan. Badan yang tersungkur di lantai batu berdebu, bekas aliran air mata yang mulai mongering di kedua pipinya akibat angin dingin di bawah tanah, dan mata yang terbuka lebar melihat sesosok lelaki yang sangat ia kenal.

"Harry?"

"Allison?" Tanya Harry dengan pandangan yang sama terkejutnya dengan gadis manis tersebut. Dirinya berjalan menuju Allison dan membantunya berdiri di kedua kakinya yang masih lemas akibat rasa takut yang sempat memuncak. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku sejenis tersesat ketika mencari jalan keluar di bagian belakang perpustakaan dan tiba-tiba saja tembok itu bergerak dan membalikku ke tempat ini," balas Allison, berusaha membuat ini semua masuk akal dengan alasan-alasan yang wajar.

"Bagaimana denganmu, Harry? Apa yang kau lakukan di sini?"

Tanpa sadar, Allison melihat sebutir keringat jatuh di pelipis Harry yang terlihat tersentak untuk beberapa saat.

"Ah, aku pun begitu, Al. Tanpa sadar ketika aku sedang menyandar di tembok tersebut tiba-tiba saja tembok itu bergerak dan terbuka. Aku berusaha mendobraknya tapi tidak bisa dan ternyata di ujung jalan sana adalah jalan buntu," tunjuk Harry ke bawah sana di mana tangga yang menuju tempat lebih bawah tertelan oleh kegelapan yang pekat tanpa penerangan.

Allison menghembuskan nafas cemas. "Lalu bagaimana kita akan keluar dari sini? Kurasa bila kita berteriak sekuat tenaga pun tidak akan terdengar sama sekali."

"Tenang saja." Ucap Harry penuh keyakinan. Allison memalingkan pandangannya pada Harry dan melihatnya tengah tersenyum. "Aku menemukan sebuah tombol rahasia ketika berusaha mencari jalan keluar dari sini."

Diangkatnya sebuah dudukan lilin yang menggantung di tembok dingin tersebut dan sebuah tuas terlihat di sela-sela bebatuan yang mulai terlihat dimakan usia. Ditariknya tuas tersebut dan seketika gemuruh menggema tanda tergesernya pintu batu raksasa tersebut.

"Ayo, Al, kita harus cepat keluar dari sini sebelum orang-orang mendengar suara itu."

Harry adalah yang pertama melangkah keluar dari ruangan aeh tersebut, meninggalkan Allison yang masih menyimpan berjuta pertanyaan di benaknya tentang apa yang sebenarnya baru dia alami beberapa menit yang lalu. Zayn menuntunnya kemari, pintu rahasia, lorong aneh yang entah berujung di mana, dan yang terpenting adalah sesosok putra bangsawan keluarga Nightray yang entah sengaja atau pun tak sengaja dipertemukan dengannya tepat ketika Allison menginjakkan kaki di sebuah tempat aneh penuh pertanyaan.

Dilihatnya punggung anak laki-laki semata wayang keluarga bangsawan terhormat itu kian mengecil sebelum Allison sempat mengejarnya meninggalkan tempat aneh yang membuatnya tak henti melontarkan jutaan pertanyaan.

Allison boleh berburuk sangka atau pun berpikiran negatif mengenai berbagai kemungkinan yang dia alami hari ini, terutama Harry. Dari gerak geriknya yang terlihat mencurigakan semenjak dirinya melihat keberadaan Allison sudah cukup membuat Allison curiga. Ditambah dengan semua percakapan pendek seakan Harry ingin secepat mungkin meninggalkan ruangan tersebut. Kecurigaannya terhadap lelaki itu boleh dibilang kembali muncul karena –

"Al, kau kemari sendirian?" tanya Harry ketika mereka telah sampai di mulut perpustakaan raksasa tersebut, membangunkan Allison dari lamunannya.

"Um, ah, iya, aku sendirian," jawabnya terbata-bata menghindari kebenaran yang bisa dianggap cukup gila. Mana mungkin aku membertitahunya bahwa ada seorang hantu yang menuntunku kemari.

Turn Back The PendulumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang