Jarum jam terus begerak membentuk suatu putaran tiga ratus enam puluh derajat tanpa henti. Detik-detik yang dia hasilkan terus membuat semenit, dua menit, tiga menit, satu jam, dua jam, dan ratusan jam telah terlewati selama hidupnya. Jam. Benda mati yang tidak pernah berbohong.
Suasana sore ini di mansion keluarga Rainsworth benar-benar penuh dengan kesibukan. Malam ini, tamu terhormat dari keluarga Nightray akan berkunjung ke mansion tua ini untuk memenuhi undangan kedua kakakku. Yah, tidak lain dan tidak bukan untuk mempertemukanku dengan seseorang yang penting.
“Ali! Gaun mana yang akan kau gunakan? Gaun putih itu tidak cocok denganmu, gaun coklat ini terlalu menyatu dengan kulitmu, gaun hitam berenda ini akan membuatmu terlihat seperti tenggelam dalam kegelapan,” aku hanya bisa terdiam dengan santai ketika kakakku pertamaku, Kak Louis, tengah sibuk sendiri dengan pilihan gaun yang akan kugunakan.
Aku menarik nafasku panjang sambil membiarkan para piñata rias mengutak-atik wajahku. “Sudahlah, Kak. Gaun apa saja, kan, yang penting terlihat lebih formal.”
“Ta-tapi…. Argh! Mengapa perempuan begitu merepotkan!” seru Kak Louis yang mulai terlihat frustrasi dengan puluhan gaun yang dari tadi dia membuatnya bingung.
“Bagaimana dengan ini?” ucap Kak Liam yang masuk ke dalam ruangan ini membawakan sebuah gaun merah muda dengan satu lengan yang terlihat begitu indah.
“Wow, di mana kau menemukan gaun itu, Lili?”
“Di lemari di ruang pakaian sebelah. Dan lagi, jangan panggil aku seperti itu!”
“Sudahlah, mengapa kalian selalu bertengkar, sih,” tambahku berjalan ke arah kedua kakakku ketika seorang piñata rias telah selesai dengan wajahku. “Dan terlebih lagi, aku suka gaun merah muda itu.”
“Benarkah? Kalau gitu cepat gunakan gaun ini!” pinta Kak Louis yang terlihat girang sambil merebut gaun merah muda yang ada di tangan Kak Liam dan memberikannya padaku. Aku hanya tersenyum melihat kelakuan kedua kakakku ini.
“Tuan Louis, Pangeran Nightray telah tiba,” ucap seorang penjaga yang menghampiri kami bertiga.
“Baiklah, aku akan segera ke sana,” balas Kak Louis dan membuat penjaga yang tengah membungkuk mulai berjalan meninggalkan ruangan ini.
“Ali! Cepatlah pakai gaunmu dan segera menuju ruang depan!” Kak Louis terlihat mulai panik sambil menggigiti jari-jari tangan kanannya dan terus berkeliaran di ruangan.
“Tenanglah, Louis. Kita tidak sedang akan menghadapi perang. Kau duluan saja temui dirinya dan biarkan aku yang mendampingi Ali,” potong Kak Liam dengan tenang.
“Hah, kau pintar! Sampai bertemu di depan, Lili dan Ali!” seru Kak Louis lalu berlari meninggalkan ruang pakaian ini.
Kak Liam berpaling ke arahku yang masih berdiri tak bergeming. “Ali, mengapa kau malah bengong….”
“Eh, ah, iya!” aku berlari masuk ke dalam sekat untuk mengganti gaunku. Beberapa orang penata rias membantuku menggunakan gaun yang penuh dengan pernak-pernik ala tukang jahit. Renda di sana, kancing di sini. Memakainya dililitkan di sana, diikatkan di sini.
“Um, Kak Liam?” aku melangkah keluar dari sekat dan berjalan menuju Kak Liam. Dia hanya terus menatapku dengan rahang bawahnya yang terjatuh karena gaya gravitasi bumi.
“Ka-kau luar biasa….” Senyuma Kak Liam lalu memberikan tangannya untukku untuk kuraih. Aku hanya mengangguk dan menggapai tangan Kak Liam dan berjalan meninggalkan ruang pakaian.
Detak jantungku kurasakan semakin cepat berdetak. Entah mengapa yang membuatku merasa ingin kabur dari dunia ini malam ini. Aku bisa merasakan jari-jemari kedua tanganku mulai mendingin. Bukan karena udara, ya, aku merasa gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Back The Pendulum
FantastikFairy tales don't always have a happy ending, do they?