Chapter 21A - Bapak-Bapak Time

83 14 0
                                    

BIBLE POV

Selepas Biu dan yang lain pergi, anak-anak turun dan mengeluh lapar padaku, tapi aku beritahu kalau Buna mereka sedang membeli, jadi mereka tunggu saja lagi. Karena mereka malas menunggu, kuberikan mereka camilan yang kubeli sewaktu membeli penthouse ini, jadi mau tidak mau mereka hanya menghela nafas. Karena mereka mengerti, kalau buna pergi dengan sahabatnya, mereka tidak akan mengenal waktu, kata mereka.

"Dad, ayolah, kami lapar." Kata Kenzo.

"Tapi Buna kamu pergi, kak. Terus adanya camilan, kamu makan itu dulu aja deh, Buna masih beliin makan juga kok." Kataku dengan mengelus kepalanya.

"Daddy Mile, beliin makanan dong, lapar nih. Jajan deh seenggaknya." Kata Kenxie pada Mile.

"Lha orang Buna sama papa, papi, keluar semua, kalau kita beliin kalian makanan, nanti makanan kalian siapa yang makan. Kamu juga barusan sembuh ya, kak. Gak usah makan aneh-aneh." Ingat Mile pada Kenxie.

"Daddy Mile pelit deh." Cibir Kenxie.

"Kenxie gak boleh ngomong gitu nak, gak sopan, minta maaf sama Daddy Mile." Kataku sedikit keras.

"Daddy Mile, maaf. Kenxie gak bermaksud." Katanya dengan menundukkan kepalanya.

"Gapapa kok, daddy gak marah, cuman jangan bilang seperti itu pada orang lain ya." Kata Mile dengan mengelus kepala Kenxie.

"Dad, ada camilan gak? Beneran Kenza nih pingin makan, Buna lupa sama kita ini. Kalau biasanya dikasih camilan, hari ini tidak sama sekali." Kata Kenza.

"Ada kalau camilan, tapi kalau makan jangan banyak-banyak. Kalau habis makan minum air putih, disitu ada roti kan? Kakak-kakak kamu kasih roti aja. Jangan makan camilan, sakit lagi, Daddy yang kena nanti." Ingatku pada mereka.

"Yaudah ambil camilan sama air putih, kalian nunggu Buna sambil nonton film sana. Nanti kalau makanan udah datang, pasti akan papi panggil. Oke?" Kata Job pada mereka.

"Okay papi." Kata mereka langsung naik keatas lagi.

Setelah mereka naik ke atas, kami melanjutkan pembicaraan kami yang tertunda karena anak-anak lapar. Setelah makan, mereka akan kusuruh tidur terutama Kenzo dan Kenza, mereka besok yang harus sekolah. Sedangkan Kenxie dan Kenlie, mereka akan dimasukkan pada hari Senin Minggu depan. Itu perintah dari Biu kepada kami semua.

"Gimana bahagia lu sama dia?" Tanya JJ padaku.

"Bahagia lah, ada anak-anak juga, siapa yang enggak bahagia. Gue gak bisa bayangin, kalau mereka berempat diajak Biu pergi dulu." Jelasku pada mereka.

"Makanya itu alasan yang bikin lu dapet anxiety?" Kata Mile padaku.

"Iyalah, apalagi papi gue cerita kalau misalnya dia habis kunjungan ke rumah sakit dimana Biu habis bunuh diri, ya mana gue bisa tenang pikiran gue, bisa bayangin gak, kalau lu jadi gue apa yang akan kalian lakukan." Jelasku dengan ngegas.

"Bahkan dompet aja lu percayain sama dia?" Tanya Job.

"Ada resikonya, dia selalu menahan diri buat enggak shopping kayak dulu kan? Tahu gue, karena aku selalu mengawasi mereka dari jauh."

"Hah.. ngawasin mereka dari jauh? Kok bisa?" Tanya Perth heran.

"Iya... Kok bisa, kan lu barusan tahu kalau itu anak lu." Kata Job.

"Panjang ceritanya. Harus gue mulai darimana." Tanyaku.

"Terserah darimana pun, akan tetap dengerin." Kata Mile.

"Gue udah tahu dia hamil dari sekitar masih sekitar 2 Minggu jalan 3 minggu. Kalian ingat gak sih, kalau gue pernah alasan ke kalian gak ikut nongkrong atau kemana itu selama 3 hari? Nah, itu gue cari tahu tentang Biu yang jauhin gue kenapa. Jadi, gue stress udah lama karena tahu, tapi gue simpen sendirian dan yaudah terus gue dapat anxiety itu." Jelasku pada mereka.

"Sumpah, jadi selama ini, lu tahu tapi diam aja. Terus buat apa kita nutupin dari dia. Astaga." Kata JJ.

"Iya juga ya, kalau semisalnya dari awal lu cerita pasti ada jalan keluarnya." Jawab Perth.

"Tapi ogeb, kenapa lu gak cerita sih, setidaknya kalau lu cerita, enggak akan stress parah kayak dulu." Kata Job emosi.

"Gue awalnya biasa aja, stress parah itu setelah dia bunuh diri pertama, ya itu anxiety gue tambah parah. Karena gue merasa kalau gue cerita, nanti orang akan nge-judge gue. Jadi gue diem aja. Makanya separah itu kan gue." Jelas gue yang hanya diangguki oleh mereka.

"Kalau gue jadi lu, belum tentu gue sekuat itu. Karena pemikiran orang kan beda-beda, nah itu, sebenarnya stress gak stress itu balik lagi ke orangnya. Mau di manage gimana pikirannya tergantung orangnya. Sesimple itu sebenernya." Jelas Mile padaku.

"Terus wejangannya papi Sumet sama lu apa?" Tanya Perth.

"Masih kepo." Tanyaku.

"Iyalah. Kepo. Tetiba lu sadar aja gitu. Kayak ada satu hal yang bisa bikin lu ada semangat, setelah berbulan-bulan lu kayak orang yang udah jatuh ke dalam pikirannya sendiri." Kata Job lagi.

"Cepatlah, kepo nih." Kata JJ.

"Oke. Semua berawal dari 6 tahun lalu..."

"Ogeb, cerita bukan dongeng, gue bukan anak-anak lu, yang harus dibacain dongeng sebelum tidur." Kata Mile tidak sabaran.

"Kali aja mau, kan udah waktunya tidur ini kita." Candaku pada mereka.

"Gak butuh dongeng lu, ayang gue aja udah cukup. Udah lanjut deh, apa ceritanya?" Kata Perth tidak sabaran.

"Dih si songong, pakek kata ayang segala. Mau ngejek." Kataku tidak terima.

"Heh, Sumet. Lu gak usah kebanyakan omong talah, wong ya wes punya ayang, kok iri." Kata Mile.

"Heh, Phakphum, lu gak tau ya, rasanya canggung setelah 6 tahun itu gimana?"

"Yaudah sih, urusan lu, terus gimana kata papi Sumet sama lu?" Tanya Job lagi.

"Katanya gini, Sembuh dulu. Baru papi akan biarin kamu. Sembuh dulu, baru papi ajak kamu bicara. Kalau kamu seperti ini terus ya gapapa, silahkan kamu gak akan ketemu mereka, itu yang papi bilang ke gue." Jelasku pada mereka.

"Terus kenapa kamu enggak pernah ketemu sama Biu?" Tanya JJ.

"Papi gak ngebolehin gue, gegara tingkahku dan aku yang disuruh ke Amerika. Gue tahu, kalau kalian tahu Biu hamil, tapi gue berlagak aja seakan-akan gak tahu." Jawabku lagi.

"Aneh lho, Bib. Biasanya orang kayak kamu akan kepo sama sesuatu, apalagi itu tentang anak mereka. Tapi kamu enggak dan ternyata memang, kamu sudah tahu tentang mereka juga." Kata Mile.

"Ya, karena setelah gue sembuh, barulah gue suruh orang buat jaga mereka dari jauh, makanya gue bisa santai gitu aja. Hanya tinggal ngikutin takdir aja, jalan gimana, ya tinggal gue jalanin." Jelasku lagi.

"Pantes lu keliatan kayak tes DNA ngebet banget, aslinya bukan karena lu tahu kan? Tapi karena emang sengaja melakukan hal ini, biar kamu bisa balik lagi sama Biu. Begitu kan, Sumet?" Kata Job padaku.

"Makanya gue juga belum cerita depresi gue ke Biu, karena gue takut dia gak bisa menerima gue sepenuhnya."

"Ya, Biu enggak sejahat itu kok. Buktinya dia bisa menerima lu, meskipun belum sepenuhnya, yang jelas dia hanya butuh bukti. Terus kalau udah kenal lama, kenalin sama orangtua lu, mami lu udah sering tanya gue, kenapa anaknya papi Sumet gak pernah pulang." Kata Perth.

"Ya, sesekali gue pulang, tapi jangan bilang kalau gue beli ini penthouse, kalau kalian bilang gue gites kepala kalian." Kataku dengan tersenyum.

"Senyumannya mengerikan." Kata JJ.

"Iya, kayak dulu waktu mainan pisau terus sambil cerita." Jawab Job.

Gimana sama Chapter 21A ini?

Udah bagus atau masih kurang memuaskan?

Jangan lupa vote, comment, and share ya...

Thanks and Love you, guys...

My World is Your World, Your World is They World (BibleBuild)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang