11. Where are you? ✔️

30 6 0
                                    


"Gila, ya, pantas aja si Gitta nolak si Jovan," Berly menopang dagunya dengan kedua tangannya, tatapannya ia alihkan sepenuhnya pada cowok manis nan tampan yang duduk di sebrangnya.

"Ya... Loe kaya nggak tahu selera si Gitta aja? Dia, kan, penganut cowok dengan tampang serbuk berlian," sahut Berly yang duduk di sampingnya, atensinya pun tertuju pada Karel.

"Kok bisa, ya, dia punya wajah tampan dan mengemaskan dalam waktu yang sama. Kesannya jadi kaya sempurna," Honey akui daya tarik adik kelasnya itu. Ia bahkan kini tengah terpesona padanya. Binaran di mata bulatnya seperti magnet, memikat hati hanya dalam satu tatap.

"Udahlah, urusan nyari cogan si Gitta emang jagonya," tutur Tanaya, ia akui selera Gitta memang tidak bisa di ragukan.

Sedangkan yang mereka bicarakan terlihat sesekali menguap. Karel tak hentinya berdecak, ia bosan, pesta ulang tahunnya begitu membosankan. Ia melirik ke arah arloji yang melingkari pergelangan tangannya; sudah mau jam sepuluh malam, pantas saja ia sudah mengantuk. Huft, andai saja ia punya pintu kemana saja seperti Doraemon, ia akan pulang lalu tidur dengan nyenyak di kamarnya.

Kakak kelasnya itu sangat menyebalkan, kenapa ia harus meninggalkannya sendirian bersama teman-temannya yang sedari tadi tak hentinya membicarakan wajahnya.

"Tapi gue rasa Gitta lebih cocok sama Jovan, dia lebih manly," cetus Raisa tiba-tiba. Setelah Gitta tidak ada, baru ia berani buka suara. Sekilas ia melirik ke arah Karel, "Dia terlalu kekanakkan, tidak cocok dengan Gitta," lanjutnya.

"Oh ya, ngomong-ngomong tentang Si Jovan... - sebenarnya, Gitta nolak dia karena apa, sih?" ujar Berly, mumpung orang yang mereka bicarakan belum kembali dari toilet, ini waktu yang tepat untuk menggosipkannya.

Nafas Raisa tiba-tiba tercekat, pertanyaan Berly terlalu spontan.

"Hai, guys,"

Belum saja Berly mendapatkan jawaban untuk pertanyaanya, Jovan dan geng-nya datang. Panjang umur untuk bedebah itu.

"Happy birthday, ya, Tan," ucap Jovan dan geng-nya, memberi selamat juga kado untuk Tanaya.

"Thank you," balas Tanaya seraya menerima satu persatu hadiah dari pentolan sekolah itu.

"Eh, Brian nggak datang?" sambung Tanaya, seraya menelisik setiap wajah cowok dihadapannya dan tak mendapatkan adik dari sahabatnya, "Kemana Brian?" ia nampak kecewa karena Brian tak menghadiri undangannya, rasanya sangat tidak lengkap.

"Nggak tahu, tuh, katanya ada urusan," jawab Chandra.

"Eh, ada cowok gemoy," setelah selesai berbasa-basi, kini atensi Jovan dan temannya tertuju pada Karel yang masih duduk di kursinya.

"Ngapain loe disini?" Tanya Jovan begitu tak ramah, dari raut wajahnya ia nampak tak suka melihat keberadaan Karel.

"Dia dateng sama Gitta," ujar Raisa.

Jovan semakin tidak suka. Api cemburu mulai membakar hatinya.

"Cih, anak mamah kaya loe nggak pantes ada di pesta kaya gini," sahut Jovan galak.

"Iya nih, anak kecil kan minumnya susu, bukan Vodka, hahaha," timbal Vito, diakhiri senyuman mengejeknya.

Karel hanya diam. Oh Ya Tuhan, apes sekali dirinya. Kenapa kakak kelasnya itu tak henti mengganggunya?

"Woy, punya mulut nggak loe?"

"Ya, punya, lah, Kak. Kakak punya mata ndak? Nggak lihat apa ada mulut disini?" celetuk Karel dengan wajah polosnya. Heran, pertanyaan kakak kelasnya itu sungguh tak masuk akal.

COTTON CANDY (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang