14. Mental Health✔️

24 5 0
                                    

  Menunggu, itulah yang sedang dilakukan remaja tanggung tersebut. Ayahnya bilang ia akan datang sedikit terlambat, jadi Karel harus menunggu di cafetaria sendirian karena saat kerja kelompoknya selesai teman-temannya segera bergegas pulang. Bukan karena waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, namun hujan tiba-tiba turun begitu deras membuat suasana lebih gelap dari biasanya.

  Ngomong-ngomong tentang hujan, rasanya hawa dingin mulai menjalar. Ah, Karel hampir lupa sepertinya hoodie-nya tertinggal di kelas. Ya, karena sudah memasuki musim penghujan; hampir setiap pagi atau sore hujan sering turun, jadi Karel selalu memakai sweater untuk berjaga-jaga dari hawa dingin. Bunda nya juga selalu berpesan jika saat musim hujan Karel harus mengenakan pakaian tebal agar tidak mudah terserang flu.

  Sepertinya Ayahnya akan sampai 5-10 menitan lagi, Karel rasa ia masih memiliki waktu untuk pergi ke kelasnya dan mengambil sweaternya yang tertinggal.

"Huft," untung saja kelasnya belum dikunci, jadi ia masih bisa mengambil hoodie-nya.

  Langkah jenjangnya kembali ia arahkan kearah barat cafetaria, namun saat melewati area parkir seseorang menariknya atensinya.

  Karel juga suka bermain hujan, berlarian dan menari bersama setiap rintikannya begitu sangat menyenangkan. Tetapi, tidak di sore menjelang malam seperti ini juga kan? Seperti yang dilakukan siswa di area parkir itu. Apakah ia tidak kedinginan hujan-hujanan seperti itu?

"Brian?" gumamnya setelah menelisik sosok di sebrang sana, sepertinya ia kenal dengan siswa tersebut.

  Lihatlah Kakak kelasnya itu, ia suka sekali mengejak Karel seperti anak kecil. Tapi lihat dirinya saat ini? Bukan kah dengan Brian yang hujan-hujanan seperti itu juga tak jauh dari Karel? Bahkan siswa nakal itu tidak takut dirinya akan demam setelah hujan-hujanan.

  Mengabaikan Kakak kelas nakalnya, Karel memilih untuk melanjutkan langkahnya.

"Karel!"

"Ayah?" timbal Karel pada sosok pria dewasa yang baru saja berpapasan dengannya. Sepertinya saat Ayahnya tiba ia tidak mendapati Karel di Cafetaria, jadi beliau berinisiatif untuk mencarinya. Tak lupa ia datang menggunakan payung di genggamannya.

"Loh, dia kenapa?" pekik Ayah Karel tiba-tiba, membuat sang putra mengikuti arah tatapannya.

  Karel pun terkejut, melihat Brian tergeletak di area parkir. Namun mengingat jika ia adalah salah satu temannya Jovan, raut wajah Karel tiba-tiba datar.

"Ayo tolongin, Rel," seru sang Ayah - Rully.

  Karel dengan cepat menggeleng, "Ndak usah, Yah. Biarin aja, siapa suruh dia hujan-hujanan," ujarnya.

"Karel, nggak boleh gitu," sanggah sang Ayah dengan cepat.

"Dia Brian, Ayah. Anak nakal," ujar Karel seraya membuang muka, "Karel ndak suka sama dia," lanjutnya ketus.

"Karel, nggak baik seperti itu. Lagiankan Brian sudah minta maaf," ujar Rully mengingatkan putra semata wayangnya.

"Jangan dendaman, ah. Ayo tolongin Brian," ujar Rully merangkul bahu putranya untuk mengikuti langkahnya kearea parkir di sebrang sana.

  Karel dengan ogah-ogahan, tak lupa dengan wajah cemberutnya mengikuti langkah sang Ayah. Hingga saat mereka sampai di hadapan Brian; keduanya kembali dikejutkan oleh luka-luka lebam di beberapa area wajah anak itu.

COTTON CANDY (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang