12. Hug ✔️

19 5 2
                                    

"Lu darimana aja, sih?" Brian memekik kesal pada gadis yang baru saja turun dari sedan merah tersebut. Ia berdiri di teras seraya berkacak pinggang menunggu Gitta yang tengah berjalan kearahnya.

"Gue habis jemput Karel," jawab Gitta.

"Loe kan masih sakit, Git. Gimana kalo loe pinsan di jalan, hah? Bawa mobil lagi," ujar Brian menatap kesal kakanya.

"Iya, sorry.. Udah buat loe khawatir, habisnya gue kepikiran Karel terus, dia WA gue, gue nggak mau bikin dia cemas."

  Brian berdecak kesal, "Loe serius suka sama dia?" tanyanya seraya menatap Gitta begitu menuntut. Pasalnya Gitta itu sedang sakit, tapi demi Karel ia sampai maksain keluar seperti ini.

  Gitta hanya menghela nafas, kini gilirannya yang berdecak kesal, "Masih nanya lagi, loe," ujarnya seraya menggulirkan matanya keatas, ia bosan karena Brian selalu mempertanyakan hal yang sama.

"Loe nggak tahu, sih, paniknya gue saat nemuin loe pinsan di kamar mandi. Gue takut terjadi sesuatu sama loe, Git," lirih Brian tiba-tiba, "Karel punya orang tua yang sayang sama dia, punya teman yang baik juga... Tapi gue, gue cuma punya loe," lanjutnya dengan wajah memanas.

"Loe nangis, Brian?" Gitta terhenyak, Brian langsung memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca, dengan cepat ia mengusap air mata yang mengalir dari pelupuknya.

  Gitta masih berusaha untuk menangkup wajah adiknya, namun Brian terus memalingkan wajahnya.

  Brian hanya malu, ini pertama kalinya setelah mereka tumbuh dewasa ia menangis di hadapan Gitta. Pasalnya ia benar-benar khawatir saat tidak menemukan Gitta di kamarnya. Apalagi saat tahu Gitta pergi ke luar dan menyetir, bagaimana jika sakit kepalanya kambuh? Brian tidak bisa membayangkan kemungkinan buruk yang terjadi pada kakak satu-satunya itu.

  Walau selama ini ia selalu bersikap acuh tak acuh pada Gitta, selalu membantah dan ngeyel jika diberi tahu olehnya. Namun setelah ia mendapati Gitta tak sadarkan diri di kamar mandi membuatnya sadar betapa berharganya kakanya itu, Brian sadar jika tanpa Gitta ia akan kehilangan tujuan hidupnya. Selama ini Gitta yang selalu mengurusnya, memperhatikannya dan memastikan jika ia baik-baik saja.

"Sorry, ya... Gue janji ngga bakal ngulangin lagi," ujar Gitta seraya membawa Brian kedalam pelukannya.

  Bukannya berhenti menangis, Brian malah semakin sesenggukan dalam dekapannya.

"Jangan pernah ninggalin gue, ya, Git."

  Gitta tidak menjawab, ia hanya semakin mengeratkan pelukannya terhadap adiknya seraya ikut terisak.


🍭🍭🍭


  Setelah merasa mendingan, Gitta memutuskan untuk kembali masuk sekolah. Ketika ia sampai di tengah pintu; Berly, Imelda, Honey dan Raisa nampak tengah berkumpul di bangku Tanaya, mereka nampak tengah berbincang seperti biasanya.

"Pagi guys," sahut Gitta menyapa teman-temannya seraya berjalan ke arah bangkunya yang berada di depan Tanaya.

"Gittaaaa..." Imelda yang pertama berteriak histeris melihat kedatangan Gitta, ia langsung beranjak untuk memeluk sahabat karibnya dengan erat, "Gue kangen sama loe."

"Yaampun, Git, loe dari mana aja, sih?" Sambung Berly menatap Gitta dengan penuh tuntutan.

"Aduh pengap, Imel!" pekik Gitta melepaskan pelukan sahabatnya.

COTTON CANDY (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang