18. Layang-layang

18 2 0
                                    

  Satu hal yang perlu Brian syukuri ialah; daya tangkap Karel dalam belajar hal baru cukup baik. Jangan lupa berterimakasih pada tubuh jangkungnya karena itu Karel dapat menahan keseimbangan sepeda motornya dengan mudah.

  Andai bukan karena Gitta yang mengancamnya, Brian mana mau mengajari bayi raksasa itu naik sepeda motor. Ia bahkan sengaja langsung mengajari Karel motor jenis kopling agar anak itu kesulitan dan akhirnya menyerah; namun pikirannya salah, walaupun sudah berkali-kali terjatuh; Karel masih tetap bangkit untuk kembali naik ke atas motornya.

“Wah, Karel udah jago sekarang,” pekik Gitta saat menyadari kali ini Karel sudah bisa parkir tanpa harus turun terlebih dahulu dari motornya.

“Iya dong, siapa dulu yang ngajarin?” cetus Brian yang berdiri di samping Gitta tersenyum bangga. Tidak sia-sia ternyata kesabarannya selama satu minggu ini harus menghabiskan waktu petangnya dengan mengajari bayi raksa mengendarai sepeda motor.

“Tambah aja, Rel, kecepatannya ke 40 atau 50,” lanjut Brian sedikit berteriak dari tepi lapang pada Karel yang tengah berkeliling.

“Ih, jangan di ajari ngebut dulu,” sahut Gitta memukul kecil pundak adiknya. “Udah, Rel. Stay 20 km/jam aja. Gapapa pelan, yang penting aman,” teriak Gitta mengalihkan atensinya pada Karel.

“Habis ini, loe ajari dia bawa motor ke jalan, ya?” lanjut Gitta membuat Brian terbelalak.

“Nggak perlu, dia udah bisa, tuh. Langsung aja bawa ke jalan sendiri,” sahut Brian ogah-ogahan. Oh ayolah, ia rasa dirinya sudah sangat baik selama satu minggu ini mengajari anak manja itu. Dan Brian rasa tugasnya sudah selesai.

“Jangan gitu dong, bawa motor di lapangan sama di jalan tuh kan beda,” ucap Gitta kembali merayu adiknya, “Pokoknya loe harus ngajarin Karel sampai benar-benar tapis,” lanjutnya dengan tegas.

  Brian hanya berdecak kesal, kakak nya itu sangat merepotkan.

  Gitta tersenyum hangat menyambut kedatangan Karel yang berhenti dengan mulus di hadapannya, “Yeay, Karel udah bisa naik motor,” ujarnya seraya bertepuk tangan.

“Berkat Brian juga.. Makasih, ya, udah ngajarin Karel naik motor,” sahut Karel mengalihkan atensinya pada Brian.

“Cowok itu emang harus bisa bawa kendaraan, Rel. Minimal motor sama mobil lah. Masa iya, loe mau di bonceng terus sama Gitta?” ujar Brian.

  Karel mengangguk pelan, “Oh, jadi habis ini Brian mau ngajarin Karel naik mobil juga, ya?” ucapnya dengan polos.

  Gitta terkekeh pelan, sedangkan Brian langsung memasang wajahnya masam.

“Minta bokap loe aja kalo itu mah, dia kan bisa; sama punya mobil,” cetus Brian. Kesabarannya sudah tidak ada yang tersisa saat ini. Mengajari Karel mengendarai mobil akan memerlukan waktu cukup panjang. Ia juga tidak ingin ambil risiko karena dirinya sendiri belum memiliki lisensi dan masih kurang mahir mengendarai kendaraan roda empat tersebut.

  Karel mengangguk pelan, “Oh iya, ya?”

“Ya udah, gue cabut, dulu ya. Besok lagi aja gue ajarin loe ke jalan raya,” cetus Brian memberi intruksi agar Karel turun dari motornya.

  Karel segera turun dari kuda besi tersebut, “Brian mau kemana?” tanyanya seraya mengikuti pergerakan laki-laki tersebut.

“Kepo banget sih loe,” timbal Brian ketus.

“Tadinya Karel mau ngajak Brian main layangan,” ucap Karel seraya menunjuk ke ujung tanah lapang di mana banyak anak-anak sedang main layang-layang.

  Saat sudah memasuki musim panas seperti ini, angin biasanya lebih kencang dibandingkan saat musim hujan, apalagi saat memasuki sore hari dimana matahari mulai mengurangi teriknya; itu merupakan waktu yang pas untuk bermain layangan, angin yang kencang pun memudahkan layangan terbang di udara.

COTTON CANDY (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang