Mulut jahat

320 6 0
                                    

- Kalau ada yang bilang orang cacat nggak pantas jatuh cinta, apa hak mereka melarang -


Sekar masih belum beranjak turun meski sosok Bibi Aulia sudah berdiri di sisi pintu mobil. Fokus gadis belia seperti Sekar masih tercurah pada satu sosok yang juga terpaku dalam posisi berdiri ditempat.

'Kenapa dia berhenti bergerak. Apa dia tidak senang melihatku. Lihat saja bola matanya yang membola seolah aku sosok yang mengerikan padahal hanya kakiku saja yang cacat.'


Sekar enggan beranjak keluar dari mobil karena dia tidak mau mendapat penolakan meskipun hanya rumah ini yang menjadi tempat bernaungnya sekarang. Melalui ekor matanya, dia kembali melirik bangunan sederhana yang mungkin saja menjadi rumah sementaranya. Perlahan Sekar mengubah raut wajahnya. Senyum menyurut dari wajahnya.

"Sekar kan?" sapaan dari Aulia mengejutkan Sekar.

Sekar mengembalikan arah pandangnya kembali menatap wajah wanita seusia mama Anggun. Sosok fisik Bibi Aulia diluar asumsinya. Dia mengira akan melihat wanita berparas cantik, bertubuh munggil, dan berkulit putih. Diamatinya wanita yang berdiri didekatnya itu. Sosok Bibi satu ini jauh bertolak belakang dengan mama Anggun.

'Postur wanita ini tinggi dan berkulit cokelat. Wajah dan suaranya tegas.'

Setelah puas mengamati lawan bicaranya, Sekar akhirnya menyahut singkat, "Iya." Kepalanya mengangguk sebagai sapaan hormat.


"Akhirnya kamu tiba dengan selamat. Ayo masuk. Mana kopermu?" Tanya Aulia melirik kursi di sisi samping Sekar.

"Ada di bagasi belakang. Benarkah kamu adalah Bibi Aulia ?" Jangan salahkan Sekar bila mengajukan pertanyaan bodoh hanya sekadar untuk memastikan bahwa sosok didekatnya ini merupakan saudari mamanya.

Seumur hidupnya, Sekar belum pernah berjumpa dengan Aulia. Apalagi paras keduanya berbeda jauh dan membuat Sekar gamang.

Aulia terkekeh geli mendengar pertanyaan absurd gadis muda yang kelihatan tidak yakin dengannya. Dari gesture tubuh gadis usia lima belas tahun ini, Aulia yakin Sekar tidak sebodoh apa yang Anggun katakan.


"Benar. Bibi Aulia ini kakak tiri dari Anggun, mama kamu yang dinikahi oleh Satrio," telunjuk Aulia menunjuk dadanya sendiri.


"Ma, kenapa bocah ini belum turun," gerutu Gus berdiri di belakang mamanya.

Sekar terkesiap kaget menyadari sosok Gus ternyata jauh lebih tinggi saat berdiri didekatnya. Sekar bahkan tidak mendengar langkah kaki Gus sama sekali.


"Ayo turun," ajak Aulia menaikkan alis matanya.


Supir keluarga Satrio bergerak menuju belakang mobil. Dia hendak mengeluarkan koper Sekar dari dalam bagasi mobil.



"Mau apa Pak?" tanya Aulia mengerutkan dahi bingung melihat gerak gerik supir.


"Angkat koper-koper Non Sekar," sahut supir.



"Sekar. Kamu bisa kan mengangkat sendiri barang bawaanmu. Di rumah barumu tidak ada pelayan yang akan mengurusmu."



Aulia sengaja memperjelas keadaan rumahnya supaya Sekar tahu sedari awal kondisi tempat tinggalnya.


Tangan supir berhenti bergerak di udara saat mendengar isyarat larangan dari saudari Nyonya. Tangan supir kembali ke sisi tubuhnya.

Sementara Gus melemparkan tatapan cemooh seolah Sekar bocah manja tak mandiri. Sekar menyadari maksud tatapan Gus serta ucapan Bibi Aulia. Kesal ditegur oleh orang asing, Sekar beranjak turun dari mobil.



"Iya Bibi. Sekar bisa urus koper sendiri. Sudah Pak tidak usah bantu turunin barang-barang Sekar."


Dengan berat hati, Sekar mendumal dalam hati. Dia berjalan memutari mobil.

Rupanya pintu bagasi sudah dibuka oleh supir. Sekar menatap nanar tiga koper kecil miliknya didalam bagasi belakang.


'Bakal jadi pembantu lagi nih kayaknya.' batin Sekar.


Dengan langkah tertatih, Sekar mengangkat kopernya satu per satu keluar dari dalam bagasi.

Kepincangan kaki Sekar tidak luput dari perhatian Aulia dan Gustafa. Mata mereka tidak bisa menutupi keterkejutan setelah menyaksikan kondisi fisik Sekar.




"Bagaimana mungkin Tuhan begitu adil, kaya dan sangat cantik tapi pincang," celutuk Gus tanpa sadar menyerukan isi pikirannya hingga kalimat yang tidak seharusnya dia ucapkan terlontar dari mulutnya.


Aulia memiringkan tubuh lalu tangannya bergerak menampar lengan putra tunggalnya.



"Aduh." Gus mengadu setelah merasakan sengatan nyeri.



Dua orang lainnya tidak berdiri terlalu jauh dari posisi Gus sehingga masih mendengar komentar yang diucapkan oleh Gus.

Supir bersikap biasa seolah tidak mendengar ucapan Gus. Lain hal dengan Sekar yang tak menyangka lelaki tampan itu menghinanya.



"Gus, tutup mulut jahatmu. Tidak boleh menghina fisik saudarimu sendiri," tegur Aulia.



"Lah, Gus hanya tak sengaja melontarkan isi pikiran Gus. Dia bukan saudari Gus," sanggah Gus bersikukuh keras kepala tidak merasa bersalah.


"Memangnya kenapa kalau kakiku panjang sebelah. Kamu iri melihat anugrah Tuhan padaku. Tampang boleh tampan tapi mulutnya nyinyir. Ogah banget jadi saudari situ," Sekar melempar balik kalimat sarkas pada Gus.



Otak Sekar memang tidak sepintar ketiga kakaknya namun meski kagum dan jatuh hati pada pandangan pertama pada Gus, dia tidak terima dihina. Sejak kecil tidak ada yang membelanya jadi Sekar harus membela dirinya sendiri dari penindasan.



"Eh kamu nggak sopan panggil kamu kamu. Aku jauh lebih tua dari bocah ingusan seperti kamu. Rumah ini sempit. Buat apa bocah ingusan seperti kamu bawa banyak koper. Kalau menumpang tahu diri ya," Gus tidak terima dikritik oleh Sekar.



"Oh ya? Om jangan pelihara mulut jahatnya itu. Bisanya nyinyirin kekurangan orang dong. Aku nggak menumpang gratis ya. Kata mama, dia kirim uang bulanan buat aku tinggal di sini," Sekar membela diri lagi.



Sekar tidak menduga kalau lelaki pertama yang masuk perhatian dan dikaguminya ternyata memiliki mulut jahat. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak tinggal diam saat ditindas selama tinggal sementara di rumah ini.


"Sudah, sudah. Jangan dilanjutkan perdebatan unfaedah kalian. Ayo bawa masuk kopernya," Aulia memutuskan mengakhiri pertikaian antara Sekar dengan putranya.

Berhubung mereka masih di beranda rumah, Aulia tidak mau menjadi tontonan gratis orang-orang. Lagipula apa yang Sekar ucapkan benar adanya. Putranya memang bermulut jahat, berpikiran negatif, dan tidak pantas menghina kekurangan fisik orang lain.


Aulia berbalik berjalan kembali kedalam rumah. Gus menyusul berbalik dan melangkah masuk ke rumah. Sekar berdecak melihat kepergian dua orang penghuni rumah barunya.


"Sabar Non." Hanya itu kata penghiburan yang supir katakan pada Sekar.

Kalimat tersebut sama sekali tidak menghibur Sekar atau menyurutkan emosinya. Dia tidak membalas perkataan supir malahan tangannya sibuk menggeret dua koper di kedua tangannya. Sementara satu koper dia tinggal untuk nanti dia ambil kembali.

-------


































Simpanan Ipar (SERIES BASTARD MEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang