Gagal

2.8K 418 52
                                    

Gagal.



Langkah Salvio terasa berat. Undakan tangga yang dia pijak serasa penuh duri. Kata-kata yang Salvio gunakan hiperbolis memang, maklum saja Salvio ini anak sastra walaupun belum tamat.

Tangan Salvio mendingin saat matanya mulai menangkap perawakan dua orang yang tadi mendampingi dirinya dan juga Saga di altar. Salvio tanpa sadar menarik tangan Saga sebagai pegangan. Bukan bermaksud modus atau apa, tapi untuk jaga-jaga jika dirinya kehilangan kesadaran sebelum sampai di ruang makan.

Saga awalnya kaget saat merasakan tangan dingin menggandeng sikunya. Pikiran buruk Saga awalnya mengira itu tangan hantu, namun pikiran itu langsung dia tepis jauh-jauh.

Mana mungkin ada hantu yang bisa menyentuhnya?

"Tangan lo dingin. Belum mati kan?" bisik Saga.

"Menurut lo?" Salvio ikut berbisik namun dengan nada kesal yang kentara.

Baiklah, Salvio sekarang sedang tidak bisa diajak bercanda.

"Santai aja gak usah tegang. Mereka jinak kok."

Niatnya ingin membuat Salvio tenang namun dirinya malah mendapat cubitan panas di pinggang. Pelakunya? Siapa lagi kalau bukan Salvio yang manatapnya nyalang.

Memang Saga selalu salah di mata Salvio.

Saga mencoba memasang wajah datar andalannya walaupun pinggangnya terasa terbakar. Tak mungkin dia mengeluh kesakitan di hadapan kedua orang tuanya. Ada harga diri yang harus dia jaga soalnya.

"Pengantin baru lama juga ya keluar kamar. Apa kalian sudah mulai kegiatan inti?" Pertanyaan dari mamanya Saga membuat wajah Salvio mulai memanas.

Kegiatan inti? Maksudnya apa ya, Salvio kan masih polos tidak mengerti pembahasan semacam itu.

"Mama.." Kini sang kepala keluarga yang mengeluarkan suara. Aura tegasnya membuat Salvio sedikit salah tingkah.

"Duh ini bapak-bapak kenapa aura gantengnya kuat banget sih kan gue jadi takut khilaf.." gumaman Salvio dengan suara yang Salvio yakini hanya terdengar oleh telinganya sendiri, namun ternyata Saga masih dapat mendengarnya.

Saga berdecih. Dirinya lalu menarik tangan Salvio dan dia letakkan di meja, dengan tangannya yang berada di atasnya. Melingkupi seluruh punggung tangan Salvio dengan telapak tangan besarnya. Salvio bertanya melalui tatapan namun Saga enggan menjawab dan hanya semakin mengeratkan genggamannya.

"Kenapa sih Pa? Kan Mama cuma nanya.." mamanya Saga terkikik membuat suaminya menggelengkan kepala.

"Ayo kita mulai saja makan malamnya. Salvio makan yang banyak ya."

Salvio mengangguk cepat dengan mata berbinar menatap makanan yang tersaji di meja makan. Dan saking cepatnya anggukan kepala Salvio, membuat Saga harus menepuk puncak kepala Salvio dan menahannya agar berhenti.

"Sudah ngangguknya, nanti kamu pusing, Sayang."

Seperti terkena mantra, anggukan kepala Salvio langsung berhenti. Isi kepalanya memproses kata demi kata yang diucapkan Saga tadi.

Kamu? Sayang? Wah sepertinya Saga memiliki kepribadian ganda.

"Sayang.." Mata Salvio mengerjap saat mendengar panggilan dari Saga lagi.

Salvio meringis canggung. Hadeh sayang lagi. Untung Salvio orangnya tidak gampang baper.

"I–iya?"

"Kamu mau apa?"

"Mau pingsan."

"Hah?"

"Eh? Salvio kamu sakit?"

Tangan Salvio langsung menepuk bibirnya. Dirinya merutuki kesinkronan bibir dan juga otaknya yang membuatnya keceplosan bicara.

TROUBLE? TROUBLES?! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang