Undangan Reuni.
Seminggu berlalu. Sejak pengakuan Saga di hari terakhir mereka di Jepang waktu itu, tidak ada perubahan yang berarti di hubungan mereka. Mereka masih seperti biasanya.
Ah ralat—sepertinya ada sedikit perubahan. Dan untungnya perubahan ini bersifat positif untuk kelangsungan hubungan mereka. Perubahan itu salah satunya adalah dimana sekarang mereka sudah mulai terbiasa bertindak seperti pasangan sesungguhnya.
Seperti pagi ini. Salvio bangun terlebih dulu dan menyiapkan keperluan Saga untuk berangkat kerja.
Untuk informasi saja, setelah mereka pulang dari Jepang, Saga langsung memboyong Salvio ke apartemennya. Mereka berdua memang sudah sepakat untuk tinggal terpisah dari orang tua Saga. Orang tua Saga tak keberatan, justru mereka merasa sangat senang sekaligus bangga saat melihat bagaimana anak tunggal mereka sudah berani mengambil keputusan sendiri.
Kembali ke saat ini, Salvio baru saja selesai cuci muka dan sikat gigi. Dirinya lalu membuka lemari pakaian dan memilah-milah pakaian mana yang akan digunakan Saga hari ini.
Pilihannya jatuh ke celana kain hitam dan kemeja merah bata lengan panjang. Tak lupa dasi berwarna hitam dan sepatu hitam. Salvio juga menyiapkan jas Saga, walaupun belum pasti Saga akan memakainya atau tidak.
Saga tidak terlalu suka menggunakan jas. Terlalu formal menurutnya. Apalagi hari ini dirinya tidak ada jadwal rapat dengan siapa pun.
Selesai menyiapkan pakaian Saga, Salvio lalu beralih tempat menuju dapur. Dapur minimalis yang menjadi tempat favorit Salvio di apartemen itu. Salvio mulai fokus mengolah beberapa bahan menjadi masakan. Terlahir di panti asuhan membuatnya sudah terbiasa membantu Bunda membuat makanan untuk anak-anak panti. Jadi, memasak bukanlah hal asing lagi bagi Salvio.
Tak perlu waktu lama untuknya menyelesaikan tiga masakan sederhana. Walaupun sederhana, namun makanan yang dibuat Salvio sudah memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Salvio kini sedang membuat susu untuknya dan juga Saga. Awalnya Saga sempat keberatan untuk meminum susu, namun karena Salvio selalu membuatkannya saat sarapan, Saga jadi terbiasa sekarang.
"Selamat pagi, Vio."
Tidak ada pelukan, tidak ada pula kecupan. Hanya sapaan selamat pagi yang selalu diucapkan oleh Saga. Salvio? Dia pun hanya mengangkat wajahnya untuk membalas tatapan Saga.
"Selamat pagi juga, Aga."
Dan membalas sapaan Saga seperti biasanya.
Keduanya lalu sarapan bersama. Duduk berhadapan dengan fokus ke piring masing-masing. Tak ada perbincangan saat keduanya sarapan karena Saga juga membiasakan untuk tak berbicara saat makan. Saga selesai terlebih dulu. Dirinya tak langsung pergi dari meja makan. Saga tetap duduk di tempatnya, menunggu Salvio selesai sarapan dengan sesekali mengecek kembali jadwal yang sudah Riki kirimkan padanya.
Saga dapat mendengar suara sendok dan garpu diletakkan di piring, membuat Saga ikut meletakkan ponselnya di meja.
"Kamu mau bawa bekal? Atau nanti kamu sudah ada janji makan siang dengan klien?" tanya Salvio.
Apa ada yang berbeda dengan kalimat yang diucapkan Salvio? Jawabannya iya.
Salvio dan Saga juga mengubah panggilan mereka menjadi aku–kamu. Alasannya? Supaya lebih nyaman saja dan supaya mereka terbiasa. Karena jika nanti mereka bertemu orang tua Saga, mereka harus menggunakan aku–kamu saat berbicara.
"Bisa nanti kamu antarkan makan siang ke kantor?" Pertanyaan Salvio dibalas dengan pertanyaan oleh Saga, membuat dahi Salvio sedikit berkerut.
Saga yang melihat raut kebingungan Salvio lalu menjelaskan. "Aku ingin makan siang bersamamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLE? TROUBLES?! [END]
FanfictionNiat awal Salvio cuma mau nemenin Hamas ketemu teman kencan onlinenya, eh tapi kok Salvio malah ketemu sama cowok aneh yang langsung ngajak dia naik altar. Kalau kalian jadi Salvio apa yang akan kalian lakukan? -boy×boy with local character -sunsun...