Part 9

11K 313 11
                                    

"Ki, gimana pendapat kamu mengenai usul Mama kemarin? Kamu setuju kan?" Tanya Rosi, mama Kiano. Saat ini mereka sekeluarga sarapan bersama. Jarang-jarang Kiano sarapan di rumah ini bersama kedua orang tuanya dan keluarga adiknya, makanya sang mama menjadikan momen ini untuk mendesak Kiano agar segera menikah.

"Emang ada apa sih, Ma?" Verlita, adik Kiano penasaran dengan ucapan sang Mama. Ia tipe wanita yang sangat kepo dengan apapun, jadi pembicaraan Mamanya tadi cukup membuatnya kepo akut.

"Kiano masih belum mikir Ma, masih sibuk juga. Nanti takutnya malah nggak berjalan dengan baik." Jawab Kiano sambil menggigit rotinya. Kemarin sang Mama memintanya menginap untuk membicarakan sesuatu. Dan, ternyata seperti biasa. Semua tak lepas dari masalah perjodohan. Adiknya yang sudah berkeluarga di jadikan alasan sang Mama memintanya untuk segera menikah. Padahal, Kiano masih belum kepikiran dan masih ingin menikmati masa lajangnya.

"Sampai kapan? Lihat Verlita, anaknya sudah mau dua, kamu kapan, nggak takut jadi perjaka tua,"

"Ooooh, masalah itu lagi. Aku pikir ada gosip apa yang paling terbaru dan trending," akhirnya Verlita yang tengah menyuapi anaknya bernapas lega. Ternyata pembahasan setiap kakaknya berkunjung masih sama, perihal calon istri. Verlita pikir tadinya ada hal lain yang heboh dan up to date.

"Mama nggak usah khawatir, nanti kalau Kiano siap, Kiano ngomong sama Mama,"

"Beneran,"

"Iya, Ma, udah, ayo makan,"

Meskipun sedikit kecewa, Rosi memilih diam. Kiano tipikal seperti suaminya, keras, dan tidak suka menuruti orang lain. Bahkan pria itu tidak pernah bertanya kapan putranya menikah, lebih memilih membebaskan Kiano. Mungkin karena berwatak mirip, Kiano maupun Harlan, papanya, memilih membatasi privasi masing-masing.

Sedangkan Verlita, lebih mirip ke Rosi, dari mulai sifatnya yang ramah namun tukang kepo, dan suka bergaul dengan siapa saja. Tidak angkuh seperti Kiano dan sang Papa.

Terkadang Rosi kesal sendiri, sebagai seorang ayah, harusnya Harlan sedikit memikirkan masa depan putranya yang belum kunjung menikah di usia 27 tahun. Sedangkan Verlita saja yang baru 25 tahun, sudah hamil lagi anak kedua.

Tapi ketika di singgung seperti itu, Harlan hanya diam. Tidak menjawab dan membuat Rosi segan dengan sendirinya. Baik Rosi maupun Verlita dan suaminya, sudah hafal watak kedua orang itu.

"Gimana perkembangan perusahaan, Ki? Papa dengar kamu baru saja mengakusisi JH corp, kamu yakin prospeknya akan bagus ke depan?" Akhirnya Harlan membuka suara setelah bab jodoh-jodohan tidak di bahas lagi. Ia memang membebaskan sang putra memilih pasangannya, tidak rempong seperti istrinya.

"Aku belum bisa jamin, Pa. Tapi untuk perhitunganku, sangat bagus, karena harga sahamnya sebentar lagi kemungkinan akan naik."

"Gimana menurut kamu, Sean?" Harlan mengalihkan tatapannya pada sang menantu yang sedari tadi terdiam sambil sesekali tersenyum menanggapi perkataan konyol istri ataupun putrinya.

"Aku berpendapat sama kayak kak Ki, Pa. Perusahaan itu punya prospek bagus ke depannya. Pemilik sebelumnya kurang maksimal dalam mengelola, akhirnya perusahaan di ambang kebangkrutan."

Harlan mengangguk-angguk mendengarnya. Mereka bertiga kemudian makan sambil terus membicarakan tentang pekerjaan. Membuat Rosi kesal sendiri. Ia ingin segera punya cucu dari Kiano, hanya itu keinginannya. Tapi, kenapa semua seolah tidak mendukungnya. Hanya Verlita saja yang mau mengerti isi hatinya. Sedangkan suami dan putranya, keduanya sama sekali tidak mau mendengarkan satu keinginan intinya itu. Sungguh menyebalkan.

**

Hari ini Bella benar-benar tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Setelah lelah menangis di taksi, di toilet, dan terakhir baru saja ia menangis di ruang kerjanya, sekarang ia sudah ingin menangis lagi. Tapi, berapapun liter air mata yang keluar dari matanya, uang untuk membayar utang itu tak juga turun dari langit.

Bella benar-benar putus asa. Bayangan menjadi pelacur membuatnya sangat ketakutan. Apalagi jika harus melayani pria hidung belang jelek berperut buncit dan berkepala botak, membuat Bella nyaris muntah hanya dengan membayangkannya saja.

Utang rentenir yang satunya lagi juga akan jatuh tempo. Total ada empat orang rentenir bulan ini. Belum lagi uang untuk membayar kontrakan, untuk berobat ayahnya, dan uang makan mereka sehari-hari. Kepala Bella ingin pecah rasanya sekarang.

Lalu, Bella harus bagaimana?

Menangis saja tidak akan menyelesaikan masalah. Ia harus berpikir cepat. Dan lagi, jika tidak segera mendapatkan uangnya, Bella tidak bisa bekerja dengan tenang karena stres.

Bagaimana jika meminjam uang pada perusahaan, apa ia di ijinkan, mengingat Bella masih karyawan baru. Tentu perusahaan akan berpikir ulang untuk memberinya pinjaman. Lalu harus kemana Bella sekarang?

Saat pikiran Bella berkecamuk hebat, suara deringan telepon membuyarkan lamunannya. Bella segera mengangkat panggilan itu.

"Iya pak, baik, saya akan ke ruangan bapak sekarang,"

Mendapat panggilan dari Kiano, Bella segera berjalan menuju ruang kerja atasannya itu dengan langkah lunglai. Masalah uang benar-benar membuat otaknya buntu dan seperti kehilangan jiwa. Bagaimana tidak, jaman sekarang, siapa yang mau meminjamkan uang sebanyak itu tanpa jaminan. Hanya orang gila yang mau melakukannya.

Dalam keadaan setengah tidak sadar karena melamun, Bella masuk ke dalam ruangan Kiano. Pria itu seperti biasa, menunggunya dengan setumpuk pekerjaan yang membuat Bella ingin mati saja. Bagaimana bisa Bella mengerjakan semua pekerjaan itu dengan pikiran stres seperti ini.

Bella jamin, Bella tidak akan bisa melakukannya.

Saat mendengar segala arahan dari Kiano, ucapan pria itu tidak ada yang masuk ke dalam otaknya. Bella hanya menatap Kiano dengan tatapan kosong, pikirannya menari-nari entah kemana.

Kiano mengernyit. Ia menyadari sesuatu, sedari tadi Bella tidak mendengarkan semua arahannya. Tatapan mata wanita itu kosong seperti orang yang kerasukan setan. Dan melihat itu, Kiano jadi geram sendiri.

Apa Bella menganggapnya radio rusak. Hingga di beri peringatan seperti kemarin tidak mempan sama sekali. Bella benar-benar tidak niat dalam bekerja.

Ketika Kiano berdiri dan hendak menegur wanita itu, tiba-tiba saja tubuh Bella ambruk dan bersimpuh di depan kaki Kiano. Wanita itu menitikkan air mata dan menangis sesenggukan. Membuat Kiano heran sekaligus kebingungan.

"Pak, tolong bantu saya. Saya butuh pinjaman uang dalam waktu dekat. Saya tidak tahu harus bagaimana. Hanya bapak harapan saya satu-satunya. Tolong pak, tolong bantu saya."

Perkataan Bella di sertai isakan lirih sontak membuat Kiano mematung seketika.

After One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang