Part 6

13K 358 7
                                    

Suasana hening sejenak ketika Albert memperkenalkan Bella pada Kiano. Bella terlihat gugup, sedangkan Kiano tidak bereaksi apa-apa, hanya menatap datar pada wanita yang semalam menghangatkan ranjangnya meski dalam keadaan tidak sadar.

Sejujurnya, Bella bingung sekarang. Apa ia harus berteriak dan memaki-maki orang yang sudah melecehkannya semalam. Tapi, bagaimana jika pria itu mengelak, dan lebih buruknya, bagaimana jika pria bajingan itu memecatnya. Bisa hancur hidupnya.

Biaya makan, listrik, biaya pengobatan ayahnya, hutang-hutang judi sang ayah yang bulan depan jatuh tempo. Dengan apa Bella membayar semuanya jika tidak bekerja. Jika ia sok suci dan lebay meminta pertanggungjawaban, kemungkinan ia yang akan malu sendiri.

Jadi, Bella harus bagaimana?

"Albert, keluarlah. Aku ingin mewawancarai sekretaris baruku sekarang,"

Albert mengangguk, kemudian meninggalkan ruangan kerja Kiano. Kini, tinggallah Bella dan Kiano di ruangan itu berdua.

Bella gugup, takut di pecat, dan setengah hatinya menangis. Menyesali nasibnya yang terus-terusan sial. Bagaimana bisa, orang yang menodainya adalah atasannya sendiri. Jika bukan karena sangat butuh pekerjaan ini, sudah pasti, Bella akan mencakar-cakar wajah lelaki itu karena sudah berani menidurinya.

"Se, selamat pagi, Pak," sapa Bella gugup. Dan akhirnya inilah yang menjadi keputusannya. Berpura-pura tidak mengenal Kiano agar pekerjaannya tetap aman. Ia butuh banyak uang, jadi tidak lucu jika di hari pertamanya bekerja, ia malah membuat masalah dan membongkar scandal bos-nya.

"Namamu, Bella?" Tanya Kiano,  meyakinkan. Meskipun tidak gugup, ia cukup kaget juga dengan keadaan ini. Dan lagi, ia penasaran dengan reaksi Bella ketika tahu bahwa ia adalah bosnya.

"Bapak bisa memanggil seperti itu." Jawab Bella sambil mengangguk sopan. Sangat berusaha menahan segala gejolak emosinya. Mengingat, tanggungannya di rumah sangat banyak. Biarlah keperawanan yang hilang ia pikirkan nanti saja, yang penting satu hal, ia jangan sampai di pecat.

"Albert sudah menjelaskan apa saja tugas-tugasmu?" tanya Kiano kemudian. Ia yakin, pasti wanita ini berlagak tidak mengenalnya. Entah apa sebabnya, Kiano cukup penasaran.

"Sudah ,Pak. Semoga saya bisa lancar dan tidak ada kendala mengerjakannya." Jawab Bella sambil berusaha tersenyum manis dan mengangguk sopan.

"Termasuk tugas untuk mencarikan aku teman kencan atau pasangan ketika ada acara pesta?" Tanya Kiano memastikan. Pasalnya, itu memang tugas sekretarisnya sedari dulu.

"Hah, maksudnya apa ya, Pak?" Bella kebingungan. Masalahnya, tugas seperti itu tidak di jelaskan oleh pak Albert sebelumnya.

"Jadi, Albert belum menjelaskannya?"

Bella menggeleng, sedikit bingung dengan tugas aneh itu. Mencarikan teman kencan, tugas macam apa itu.

"Tugas itu memang aku berikan pada sekretarisku. Teman kencan, jika aku ingin berkencan dengan seorang wanita secara mendadak, kau harus sigap mencarikannya. Dan, harus tepat. Kedua, jika ada pesta yang diharuskan membawa pasangan, kau juga harus mencarikannya untukku. Kau bertugas mengurus seluruh kebutuhan ketika aku akan menghadiri sebuah pesta atau acara perusahaan."

Bella melongo mendengar semua tugas untuknya yang keluar dari mulut Kiano. Tugas sekretaris sebanyak itu. Ya Tuhaaaan, Bella sekretaris, bukan asisten rumah tangga. Kenapa tugasnya banyak sekali.

"Kau mengerti?"

Bella berdiam, sejujurnya ia tidak mengerti tentang tugas-tugas yang di berikan oleh Kiano. Namun, ia takut dimarahi, atau bahkan dipecat jika mengatakan bahwa ia tidak mengerti. Sungguh, Bella ingin menangis sekarang. Pekerjaan sekretaris saja sudah susah bagi otaknya yang biasa ini. Ditambah pekerjaan aneh ini, bisa-bisa otaknya meledak karena kebanyakan tugas.

"Aku akan menyuruh Albert menjelaskannya nanti. Sekarang, kembalilah ke ruanganmu."

Bella mengangguk, kemudian dengan langkah linglung meninggalkan ruangan atasan barunya itu.

Kiano menatap datar pada punggung Bella yang saat ini meninggalkan ruangannya. Meskipun hanya one night stand biasa, ia cukup heran pada sikap Bella. Bisa-bisanya wanita itu berlagak tidak mengenalnya. Padahal, semalam mereka baru saja berbagi ranjang.

Dan lagi, perempuan itu terlihat sama sekali tidak mempermasalahkan keperawanannya yang hilang. Padahal, Kiano tahu betul, ia adalah pria pertama Bella. Bagaimana perempuan itu bisa bersikap acuh padanya. Dan lagi, apa perempuan itu benar-benar perempuan tidak laku seperti kata Vania, hingga masih perawan di usianya sekarang. Meskipun sekarang tidak lagi.

Jika di pikir-pikir, Bella perempuan yang cukup menggairahkan. Wanita itu begitu mempesona ketika tidak mengenakan apapun ditubuhnya. Suara erangannya, bibirnya yang merekah ketika Kiano melumatnya dan payudaranya yang tegak menantang ketika Kiano meremas dan mengulumnya, sungguh, semua itu tidak bisa hilang begitu saja dari kepala Kiano.

Sialan, kenapa ia jadi terngiang-ngiang pada tubuh Bella. Sedangkan, wanita itu seperti tak terpengaruh sama sekali dengan hubungan satu malam mereka. Apa ada yang salah di sini?

Entahlah, Kiano tidak mau seperti ini. Malam ini, ia harus mencari pelampiasan karena tidak mau bermain solo. Itu menjijikkan.

Sejenak, terlintas di otaknya untuk kembali mengajak Bella naik ke atas ranjang. Tapi, pikiran itu buru-buru ia tepis. Perempuan itu sama sekali tidak terpesona atau berusaha membahas malam panas mereka. Kiano cukup gengsi.

Jika ia menginginkan Bella, minimal Bella yang harus datang padanya. Bukan malah ia yang kembali mengajak Bella. Seperti tidak ada perempuan lain saja. Padahal kemungkinan besar, Bella berusaha melupakan malam panas yang semalam mereka lalui, entah karena apa. Dan, itu adalah penghinaan besar untuk seorang Kiano Alexander Candrawinata. Pura-pura tidak di kenali oleh teman kencannya.

After One Night Stand (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang