Selig membawa Zara ke rumahnya. Begitu saja, tak peduli keributan yang mereka tinggalkan di belakang.
Tadinya, Frank ingin membiarkan itu berlalu. Tapi cucunya yang lain, Adrian, terbakar hangus dalam api amarah. Agar tetap netral, Frank membuat putusan bahwa Selig akan melewati masa pengawasan dalam 1 bulan untuk merawat Zara.
Kalau dia berhasil, Zara dapat diasuhnya sebagai wali sah. Kalau tidak, mereka akan mengundi ke rumah siapa Zara akan datang.
Zara tidak tahu apa-apa. Dia hanya menaati Selig, ke manapun pria itu membawanya. Merasakan ketulusan yang tidak direncanakan oleh si pelaku ketika berusaha memandikannya.
Selig, dia pribadi memiliki tujuannya sendiri tentang hal ini. Namun dia memang amat konsisten dan ambisius. Mendapatkan Zara, yang menarik perhatiannya, membuat Selig lebih terobsesi lagi untuk meraih nilai sempurna.
"Kemarilah, aku akan mengeringkan rambutmu." Selig mulai menghembus rambut basah Zara dengan angin hangat dari pengering rambut.
"Apa ini terlalu panas?"
"Tidak. Ini nyaman."
Selig tersenyum sambil menyisir rambut Zara dengan jemarinya. Dia mungkin terpesona, sampai gerakannya sering terhenti seiring dirinya mengagumi wujud mungil Zara.
"Apa semua anak seusiamu sekecil ini?" Selig tanpa sadar bertanya. Zara mempunyai rambut ikal yang tergantung di bagian bawah, memang membuatnya menjadi lebih mirip dengan boneka hidup.
Meski Zara sedikit bingung dengan kata 'ini', dia masih dengan sopan menjawab. "Aku memang sedikit lebih kecil dari pada teman-temanku."
Mendengar itu, wajah Selig terlihat kurang baik. Seperti ingin mengeluhkan sesuatu. "Apa yang terjadi? Kupikir kau tidak mendapatkan gen kecil dari siapapun."
Zara melihat keluhan Selig, dia takut pria itu kecewa akan sesuatu. Hanya ingin memuaskannya, Zara berusaha membujuk. "Itu mungkin dari nenekku. Tapi tenang saja, ibu selalu berkata bahwa aku akan tumbuh besar ketika remaja. Banyak anak yang sama sepertiku."
Selig menyelesaikan pekerjaannya, dia meletakkan pengering rambut dan menatap Zara dengan rumit. "Begitu. Aku akan memanggil ahli gizi malam ini, dan kau akan menaatinya."
Menerima anggukan Zara, Selig akhirnya puas lalu membawa gadis kecil ke dalam gendongannya. Zara masih diselimuti jubah mandi, jadi dia memeluk Selig saat memasuki kamar. Pendingin ruangan tampaknya telah mengusik kehangatan mereka.
"Pilih yang ingin kau kenakan." Selig mengarahkan pandangan Zara ke deretan gaun berwarna cerah. Ada pula beberapa kereta yang membawa aksesoris beserta sepatu yang tak kalah manis.
Semuanya bersinar, sangat indah. Zara tak bisa menyembunyikan debarannya sampai meremas kemeja yang dikenakan Selig.
"Paman, semua tampak berharga." Zara menyembunyikan wajahnya. Meski dia menyukainya, dia seperti menekan keinginan itu.
Namun Selig, wajahnya terlihat sangat jijik. "Menurutku ini bau keringat."
Mendengar ini, Zara terlalu bingung. Mungkin tidak ada yang sadar, termasuk gadis kecil itu sendiri. Tapi sejak Selig melirik salah satu tangan pelayan yang telanjang tanpa sarung tangan, dia mengeraskan rahangnya.
"Apa kau mengira dirimu cukup bersih?"
Pelayan yang ditatap, segera menelan keras. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Begitu dia hendak berlutut dan memohon, pelayan di sebelahnya segera menyenggol ujung sepatunya. Seakan melarang dirinya untuk melakukan apapun di dalam pikirannya.
Memang, pelayan itu baru bekerja kurang dari seminggu. Dan ini adalah pertama kali baginya melayani Selig secara langsung. Ternyata, kabar bahwa tuan mereka merupakan seorang penggila kebersihan adalah benar.
Walaupun begitu, dia masih tidak berharap Selig membesarkan masalah sarung tangan sebesar ini.
Selig mendorong Zara kepada kepala pelayan, menyuruhnya untuk keluar sementara dia mengurus tikus kecil di rumahnya.
Sementara itu, seluruh pelayan yang berbaris berusaha keras menenangkan jantung masing-masing. Tuan ini sulit dipuaskan, bahkan setetes keringat menguarkan bau kotoran di hidungnya.
"Jika kau sangat yakin tentang kebersihanmu, kau bisa membuktikannya sekarang." Selig mengeluarkan sebotol ethanol dari lemari pendek di sisi ruangan. Melemparnya ke bawah pelayan itu dan mencibir.
Pelayan itu tidak bisa lagi mengurus ekspresinya, dia ketakutan dan siap untuk berteriak tepat saat Selig mengucapkan kalimat berikutnya.
"Telan selagi aku melihatmu."
"AAAHH!! Tuan! TUAN! Saya kehilangan sarung tangan saya, saya bodoh dan bersalah! Sangat idiot! Maafkan saya! Tolong belas kasihan Anda!! Saya tidak bermaksud mengusik Anda!" Pelayan itu amat histeris, segera bersujud dengan wajah penuh keringat dan air mata, bahkan lendir dari lubang hidungnya mengalir ke dalam mulut.
Selig tampak sangat marah. Wajahnya merah, urat-urat tampak menonjol, tangannya mengepal begitu kuat. Jika kepalan itu dilepaskan, pasti memperlihatkan bekas-bekas kuku yang mengerikan. Dia membentak pelayan lain untuk segera meminumkan ethanol itu pada pelayan yang bersalah dan membawa alat kebersihan secepatnya.
"TIDAK!! KAU SUNGGUH BERPIKIR INI LAYAK?! KEPALA PELAYAN! KEPALA PELAYAN!! TOLONG SAYA!! SAYA TIDAK PANTAS MATI! BAGAIMANA BISA SAYA MATI KARENA INI?! SAYA AKAN MELAPORKANMU! SELIG O'BRIEN KAU GILA!! AKU MENGUTUK KELUARGAMU!"
Jeritan pelayan itu membabi buta dalam menyerang pendengaran Selig, membuat pria itu hampir gila menunggunya berubah menjadi mayat.
Dia menggaruk telapak tangannya dengan kuku, menggertakkan rahangnya hingga giginya mengeluarkan suara penuh kegugupan. Telinganya panas membuat kepalanya seperti akan pecah.
Detik berikutnya, pelayan lain membawa kereta alat kebersihan ke dalam kamar. Selig bergerak sangat cepat, mengambil ember dan melemparnya secara terbalik sampai menutupi kepala pelayan itu.
"Tidak tahu malu!" Dia menginjak kepala pelayan yang ditutupi ember hingga pelindung itu hancur. Orang lain berteriak kesakitan, tapi Selig tidak menghentikan serangannya. "Aku membayarmu! Membiarkanmu hidup! Memberimu kepercayaan! Apa yang kau lakukan? Mengacaukan rumahku! Mengotori barang-barang Zara, apa kau membawa wabah?! Sekarang rumahku busuk seperti tempat sampah! Bisakah kau membayarnya?!"
Serangan demi serangan menciptakan suara mengerikan. Pelayan itu tidak lagi bersuara, mungkin tidak lagi bernyawa. Napas Selig terdengar kasar, tapi dia berangsur-angsur tenang.
Menghentikan serangannya, dia mengambil botol ethanol yang dia buang sebelumnya. Membuang semua isinya ke atas tubuh pelayan yang tidak lagi bergerak.
"Bakar bersama benda-benda yang dia sentuh." Selig kemudian membersihkan tangannya dengan kain basah yang diberikan kepala pelayan.
Dia mendengus jijik, meninggalkan ruangan yang dipenuhi pelayan yang menahan napas. Semua ketakutan, meluruh dari pijakan masing-masing karena kaki yang lemas. Diam-diam menelan tangis yang disebabkan oleh terror dari tuan mereka.
Bagi mereka yang sudah lama bertahan di kediaman Selig, cukup terbiasa dengan pemandangan ini. Membantu menenangkan orang lain.
Sedangkan Selig menemui Zara di kamar lain yang berjarak dua ruangan dari kamarnya, dia tersenyum hangat melihat gadis kecil itu berakhir mengenakan pakaiannya.
"Manis sekali, kupikir ini tampak lebih baik denganmu." Selig memuji Zara, memberi kecupan di seluruh bagian wajahnya. Seakan tidak pernah terjadi pembantaian sebelumnya.
5 Februari 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Selig: The Caretaker
RomanceSelig dan Zara, seorang paman dan keponakannya. Lalu, mengapa mereka bercumbu? *** Selig O'Brien adalah seseorang yang tidak dibatasi akal sehat. Secara sederhana, dia memiliki sedikit gangguan mental...