Selig mencium kepala Zara sebelum masuk ke ruang kelas. "Anak baik. Tunggu Paman kembali."
Zara tersenyum dan mengangguk.
Teman-teman sekelasnya berdiri tak jauh dari sana dan segera mendekati Zara yang akhirnya berpisah dengan Selig.
"Pamanmu masih sangat tampan seperti biasanya," puji Julianne, teman yang disebut Zara membuka video dewasa sebelumnya.
"Dari pada itu, kulihat kau sangat akur dengan pamanmu?" Zara menoleh ke arah suara yang datang dari belakangnya.
Itu milik Pierre, siswa pindahan yang selalu lengket padanya. Zara tidak nyaman dengan pertanyaan ambigu Pierre yang dapat dengan mudah dia maknai. "Ya, dia merawatku sejak orangtuaku meninggal."
Pierre, "... Ya, anggap saja begitu." Dia menghiraukan tatapan kesal Zara atas respon asal-asalannya. Bagaimana pun, dia juga seorang laki-laki, dia bisa memahami maksud lain yang terlihat di mata Selig tiap itu tertuju pada Zara.
"Pierre, apa kau sedang menghina kami?" Zara melangkah maju. Dibandingkan Pierre yang berniat melewatkan masalah menjengkelkan ini, dia terus mengejarnya.
Pierre cemberut dan tidak lagi melarikan diri. "Jika kau bisa merasa terhina, maka mungkin yang kupikirkan ada benarnya."
Zara dan Julianne sama terkejutnya. Gadis berambut pirang itu menegur Pierre, "kau gila? Mengapa kau berkata seperti itu?"
"Biarkan saja." Zara menarik tangan Julianne, menatap dengan kemarahan jujur ke arah Pierre. Alisnya bertaut dengan sorot mata tajam. "Bukankah pemikiran itu ada karena keluarganya tidak akur. Aku bisa memakluminya."
"Hah?" Pierre mendekati Zara yang lebih pendek darinya, ingin melihatnya merasa lebih kecil namun hanya mendapati gadis itu semakin menampakkan penebalan vena di sekitar leher rampingnya.
Pierre menghela. "Yang kumaksud dengan apa yang kau katakan itu lain makna, tahu?"
Julianne mendorong Pierre. "Jadi hanya kau yang diperbolehkan menghina?"
Zara tidak lagi sabar dan hanya mencengkram rahang pemuda itu. "Hei, jangan berbicara seperti itu dan menormalisasikan hinaanmu padaku. Dengan sikapmu seperti ini, kurasa tebakanku memang benar. Bukankah kau hanya tidak mendapatkan seseorang untuk mendidikmu?"
Emosi Pierre tersulut. Selain ucapan tajam Zara, harga dirinya sebagai laki-laki terusik dengan tindakan gadis itu. Dia melepaskan tangan Zara dan meremas pergelangannya. Dia berbicara dengan menggigit rahangnya. "Jangan macam-macam denganku saat aku berbicara baik-baik denganmu."
Julianne panik melihat situasi yang berkembang semakin buruk, dia ingin meraih tangan Pierre untuk memisahkan mereka tapi dihentikan oleh Zara.
Zara tersenyum miring melirik tangannya yang ditahan oleh Pierre. Itu menyakitkan, tapi kekuatannya bukan apa-apa dari Selig.
"Sejak kau menyindirku, itu bukan berbicara baik-baik." Zara tidak menengadah, hanya sepasang mata indahnya berkilat tajam diselah-selah anak rambutnya. "Dan aku tidak pernah berniat untuk menyelesaikannya dengan damai."
Suara tamparan keras berbunyi nyaring di koridor. Julianne dan anak-anak yang lain terkejut dan beberapa siswi menutup mulutnya yang ternganga. Pierre menoleh dengan mata merah pada Zara, namun gadis itu sekali lagi melayangkan tamparan ganas ke sisi lain wajahnya.
Di lihat dari kerusakan yang terjadi di wajah tampan Pierre, jelas kekuatan tangan halus Zara tidak bisa diremehkan.
"KAU!!" Pierre menangkap tangan Zara yang hendak menamparnya tetapi tangan lain yang lolos segera menampar Pierre untuk ketiga kalinya.
"H-hei, Zara. Hentikan." Julianne menyentuh punggung Zara, ketakutan melihat situasi yang tidak menguntungkan bagi perempuan ini. Jika Pierre kehilangan akalnya dan membalas Zara, dia akan semakin cemas.
Pierre menangkap kerah baju Zara dan mengangkat gadis itu dari pijakannya. "Jika kau tidak segera menghentikannya, percaya tidak percaya aku akan memukulmu!!"
Geraman Pierre tidak sukses menakuti Zara. Alih-alih, gadis itu cekikikan dengan wajah lucunya. "Brengsek. Kau hanya seorang pengecut lemah."
Zara menjambak Pierre dan menghantamkan kepalanya ke milik orang lain. Pierre dikejutkan oleh rasa sakit menusuk, melepaskan cengkramannya pada Zara dan memegang kepalanya sendiri.
Julianne dan siswa lain ketakutan dan berlarian untuk memanggil guru. Ruang kelas yang dipenuhi wali siswa juga terganggu oleh kebisingan itu dan mulai keluar satu per satu.
"Kejadian memalukan apa ini? Siapa yang bertengkar?!" Seorang guru laki-laki menarik Pierre dan melihat salah satu matanya bengkak dan mulai mimisan.
Guru itu menoleh dengan kikuk ke arah Zara dan melihat gadis itu baik-baik saja walau pakaiannya berantakan.
"Dia menindasku. Guru bisa melihatnya di CCTV. Aku hanya membela diriku sendiri." Zara menunduk menyedihkan dengan mata berair.
"Dasar perempuan gila!!" Maki Pierre.
Guru itu tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya melihat Selig yang berjalan tenang ke Zara, mengusap kepala gadis itu dengan kasihan. "Kubilang jangan sembarangan melawan lawan jenismu. Bagaimana jika dia membalasmu? Kau akan kesulitan."
Zara meneteskan air matanya dan berusaha menghapusnya. "Tapi dia menghina keluarga kita. Aku yatim-piatu dan hanya memilikimu, jadi tanpa pikir panjang..."
Zara tidak melanjutkan dialognya, hanya melirik Pierre dengan tatapan bersalah. Pemuda itu sudah murka dengan tindakan Zara, bahkan lebih marah lagi menonton interaksi mereka.
"Keadaanku seburuk ini karena aku tidak mungkin menyakitimu! Kubilang aku tidak bermaksud menghinamu!"
Zara sedari tadi menghapus air matanya dengan tangan yang digenggam kuat oleh Pierre, menunjukkan lebam di kulit putihnya beserta kerah yang berantakan. Penampakan itu membuat argumen Pierre menjadi canggung sebab pangkal leher Zara menampakkan bekas cekikan Selig sebelumnya.
Di situasi ini, hanya bisa membuat semua orang salah paham. Terlebih, dengan rambut Zara yang tergerai, tidak bisa dipastikan di tengah kepanikan apakah Pierre mengangkat kerah gadis itu atau batang lehernya.
"T-tapi, aku..." Ekspresi Pierre tidak bisa lebih bagus. Dia melihat wajah Selig dan Zara bergantian dan hanya bisa membeku, seperti diberi tahu fakta yang tidak boleh diketahui siapa pun.
Sejak awal, dia tidak ingin menyakiti Zara. Dia hanya remaja bodoh yang menyukai gadis itu dan senang mengganggunya untuk menunjukkan rasa suka. Dia hanya lemas melihat keadaan buruk Zara yang sepertinya disembunyikan di kehidupan pribadinya rapat-rapat.
"Mengapa kau diam saja?!" Tuntut ibu Pierre menyaksikan putranya tidak berniat menjelaskan apa pun.
Guru itu tersipu bersama ibu Pierre yang berdiri tak jauh dari ambang pintu. Pertengkaran dengan seorang gadis lemah ini, siapa pun akan canggung. Meskipun Zara tidak meneteskan darah seperti Pierre, gadis itu tidak bisa disalahkan.
Selig yang bisa memahami situasi sebenarnya menyimpan tawanya di dalam hati. Dia masih cemberut dengan tidak tahu malu, berhadapan dengan serius ke arah guru tersebut dan ibu Pierre.
"Bagaimana pihak sekolah dan wali siswa ini akan menanganinya?"
3 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Selig: The Caretaker
RomanceSelig dan Zara, seorang paman dan keponakannya. Lalu, mengapa mereka bercumbu? *** Selig O'Brien adalah seseorang yang tidak dibatasi akal sehat. Secara sederhana, dia memiliki sedikit gangguan mental...